18/06/15

seberapa muat perut dapat menampung


Awal puasa, berbuka di kantor. Kali ini membawa bekal dan memasak sendiri. Selain mengingat warung yang pastinya di jam berbuka puasa bakal rame, tidak ada yang dititipi sementara jika minta tolong juga sungkan karena mereka juga pasti sibuk menyiapkan untuk berbuka dan yang pasti alasan utama masih dalam rangka pengiritan (alasan yang tepat untuk poin terakhir).

Sengaja membuat menu tanpa nasi karena perut beberapa minggu ini masih bermasalah , kudu makan sayur agar kebutuhan serat untuk tubuh terpenuhi biar sehat terus (sok bener dikit). berhubung penjual sayur yang lewat setiap pagi yang dapat dipastikan ada cuma sayur bayam maka menu kali ini tentang bayam. Sebelum berangkat masak buat bekal dulu, masak yang mudah-mudah saja ya. Kali ini buat omlet bayam dan oseng bayam. Simple, cepat dan murah meriah sekaligus menyehatkan. Sedikit garam, sedikit minyak dan tanpa msg.

Seberapa banyak perut dapat menampung....???!

Menu berbuka puasa, air putih, teh panas dengan sedikit gula dan es campur yang terdiri dari irengan (cao), kolang kaling, nanas, kelapa muda yang dikasih sirup dan susu kental manis. Dan tak lupa bekal yang aku buat sendiri dari rumah. Ini masuk kategori kalap ga seh.... mudah-mudahan saja enggak ya. Bukan kalap tapi maruk. (18/06)

Harus Bagaimana...?!

Inikah sebenarnya yang dirasakannya 'malu kepada tetangga-tetangga karena aku'
Aku juga sebenarnya tidak ingin seperti ini namun apakah daya skenario yang ditulis Tuhan sudah seperti ini, apakah aku harus berontak atau kah banding kepada Tuhan....???
Apa hak ku hingga berani menjatuhkan ketidak adilan atas kuasaNya sementata nafasku saja Dia yang memiliki.


Rasa yang tak biasa

Uluran Tanganmu

Bisakah aku pinjam tanganmu sebentar saja, bukan untuk aku gigit namun untukku genggam agar rasa takut ini hilang. Tak pernah aku merasakan ketakutan seperti saat ini selama hidupku, namun satu pesan singkat dari orang yang tak aku kenal sudah membuatku berkidik gemetar. Padahal aku juga tak tau siapa dia yang mengirimkan sebait pesan tak bernama ini.

Malam semakin larut namun mata masih asik menikmati keremangan lampu di sudut ruang yang tak begitu luas. Cerita panjang pun mengalir dengan sendirinya disela perbincangan yang sedari tadi berlangsung dengan sedikit perdebatan dan kelucuannya. Dia mendengarkan cerita yang mengalir dari deretan aksara yang aku ketik di bbm, entah ia mengerti atau enggak terus saja cerita berlanjut hingga akhir.

Namun sepertinya ia menyimak setiap kata yang terucap dan menanggapi ceritaku dengan bijak. Tak banyak yang ia ucapkan namun kata yang diucapkannya sedikit banyak sudah menolongku, dan tangan itu juga ia ulurkan kepadaku untuk ku raih. Genggaman tangan yang nyaman, tanpa disadari sudah melunturkan rasa takutku lalu menggantinya dengan kenyamanan yang selalu ia tawarkan kepadaku.

Dia..., yang saat ini selalu meminjamkan bahunya disaat lelah mendera, meminjamkan tangannya untuk menopangku dan sudi mendengarkan ceritaku dan yang seperti tak berujung juga sudi menyediakan tisu dikala air mata ini mulai membasahi sudut nataku. (22/02)


Thx mas Mumo

Seperti Ayah

Malam minggu hanya di rumah sibuk dengan 2 hp, bbm sambil mencari orderan. Bagai menyelam sambil mencari ikan, ya meskipun belum mujur namun setidaknya sudah bisa membuat orang lain sejenak mendengarkan penjelasan tentang produk yang aku pasarkan.
Menemani bapak melihat sinetron yang tak pernah di lewatkan "tukang bubur naik haji" dan dilanjut dengan "7 manusia harimau"
"Cerita 7 manusia harimau benar ada lho benk, tapi disini sudah banyak tambahannya ga murni seperti cerita sebenarnya".
Iya aku juga pernah mendengar dan sepertinya juga ada bukunya deh.
"Tiap malam bapak lihatnya ini (sinetron 7 manusia harimau) sambil nungguin kamu pulang" duuuuh terharunya mendengar bapak bicara begitu. Selalu menungguku pulang ketika mendapat giliran masuk sore.

Ting tiiing ting.... Suara penjual wedang ronde langganan bapak pun datang. Asiiiik... Di malam yang mulai dingin ada penjual wedang ronde, baru juga bbm an sama mas Mumo tentang wedang ronde sekarang sudah ada di depan mata hmmmm, nyami....

Segelas wedang ronde hangat sambil ngemil beberapa jajan yang didapat dari syukuran tetangga baru. Inilah nikmatnya dunia, seadanya namun bila bisa mensyukuri dari setiap apa yang di dapat akan berkah buat semuanya. Hanya berdua, karena ibu belum pulang pengajian, adik lelakiku menikmati weekend dengan tidur sedangkan adik perempuanku belum pulang dari kampus.

Benar saja jika aku pulang malam biasanya bapak menungguin aku, dulu nunggunya sambil duduk di lincak (bangku yang dibuat seadanya yang ada di bawah pohon) berhubung disana sudah menjadi markas anak-anak abg dan banyak sampah bekas jajanan mereka sekarang bapak nunggunya kalau tidak duduk di depan rumah dekat mushola ya nonton televisi dengan pintu yang masih terbuka, dan ketika aku sudah datang baru deh pintu di tutup. Itulah kebiasaan bapak, jika tidak ketika pulang kerja selalu mencari anak-anaknya bila salah satu tidak ada ya akan ditanyakan dimana keberadaannya.

Ya itulah orang tuaku, meskipun hidup seadanya namun baik ibu maupun bapak tidak pernah sedikitpun melepaskan perhatian mereka kepada anak-anaknya. Aku ingin seperti bapak yang bisa apa saja, bekerja keras untuk keluarga meskipun sakit tak pernah dirasa, ga pernah mengeluh, meskipun pendiam dan omongannya agak tajam namun perhatian, memikirkan segala sesuatunya hingga hal terkecil selalu dipikirkan dan peka terhadap sekitarnya, bisa benerin apa saja dan mereka rasa agar bisa berhasil oh ya jika lagi benerin sesuatu entah genting, motir atau apa lah selalu aku menjadi asistennya, sambil cerewet sana sini pastinya hehehehehe...

Dan sepertinya diantara kita bertiga akulah yang mewarisi sebagian besar sifat bapak, termasuk sifat pemarahnya, bahkan hidung kita pun sama bengkoknya (ini yang bilang dr. Gatot ya) kalau ini mah penyakit, harusnya ga boleh.


#2
Mengobrol dengan bapak, tentang bunga tidur (mimpi) juga hal-hal yang pernah bapak ataupun aku alami. "Heran..., kok ada ya manusia jahat seperti itu" itulah kata yang beberapa kali  terdengar. Ya kalau dirasa-rasa mengapa mereka sejahat itu, bahkan orang yang sudah dikenal baik dan sering kita bantu (bukan maksud untuk meminta imbal balik) namun masih saja tega mencelakakan. Sebelum berbuat, apa ga berpikir panjang sebelum jahat kepada orang lain ya.


Setiap tindakan yang kita lakukan selalu ada imbal baliknya, bila kita berbuat baik kepada orang lain tidak seketika itu juga kita mendapat hal yang sama dan belum tentu juga orang yang kita tolong yang membalas namun dikala terdesak dan membutuhkan pertolongan kebaikan yang sudah kita lakukanlah yang akan menolong dan yang menolong bukan bisa saja orang lain. Lalu bagaimana jika berbuat jahat ya akan ada sendiri balasan dari hasil kelakuannya itu. (21/02)


Ciretan yg tertinggal

14/06/15

Tradisi Mudik Sebelum Ramadan #2



Setelah kurang lebih 3 jam perjalanan akhirnya sampai juga di desa kelahiran bapak, namun langsung menuju ke pusaran terlebih dahulu karena nanti jika sudah sampe di tempat bu dhe bisa kelupaan saking asiknya ngobrol. Kalau tujuan awal sudah terlaksana tinggal santai ngobrolnya. Dan kali ini satu keberuntungan karena kedua kakak sepupuku pulang dari perantauan, asiiiik ada oleh-oleh. Hmmmm... makin tampan dan tambah putih saja kedua kakak ku ini. Di rumah bu dhe juga sudah ada kedua ponakan kecilku Anggel dan Nail yang tambah lucu dan menggemaskan, tapi masih kurang dua yang ga hadir (Jonas, Noah ante datang).

Setiap ngumpul selalu rame dengan cerita yang seakan tak ada habisnya. Meskipun kami sudah menyebar di berbagai kota yang berbeda dan sibuk dengan urusan masing-masing namun ketika bertemu seperti sekarang semua lenyap yang ada hanya kebersamaan. Ga ada istilah jaim-jaiman, masih ramai seperti dulu, hanya saja sudah tidak seheboh biasanya namun masih saja saling jahil. Kelucuan dari kedua ponakan yang pinter dan ga bisa diam menjadi hiburan tersendiri, sementara yang cowok sibuk dengan urusan batu akik, sedangkan yang cewek memilih bermain dengan ponakan-ponakan yang begitu aktif dan menggemaskan.

Kali ini ada pemandangan lain, di depan rumah aku bisa melihat petani yang lagi sibuk memanen padi. Kebetulan rumah bu dhe seberang jalan raya sudah sawah, bila musim tanam tiba bakal melihat luasnya hamparan permadani hijau yang menyejukkan mata. Sungguh luar biasa meskipun matahari sudah ada di atas ubun-ubun namun mereka masih saja semangat menyelesaikan hasil panennya untuk diangkut ke rumah.

Lumayan juga berada di rumah bu dhe dan saatnya undur diri gantian menuju tempat kelahiran ibu. Sebenarnya masih enggan pisah dengan ponakan juga belum cerita-cerita dengan kakak-kakakku karena sejak datang mereka sudah pada sibuk dengan batu-batu warna arni itu. perjalanan kurang lebih 1½ jam untuk sampai ke desa ibu. Aku sangat menikmati perjalanan karena mata ini dimanjakan dengan pemandangan hamparan sawah, awan di langit biru juga kegiatan masyarakat menjelang ramadan. Di tempat kelahiran ibu masih sangat kental suasana pedesaannya. Aku masih mendengar suara alat-alat tenun, suara sapi di depan rumah juga tanaman yang sering di jumpai yang menjadi pagar, ciri masyarakat pedesaan. Sejuk dan teduh, semilir angin dari dedaunan tertiup angin yang tumbuh di sekitar pekarangan masih sama seperti ketika aku kemari sebelum-sebelumnya.

Entahlah aku sangat menyukai suasana pedesaan bahkan seperti sudah melekat dalam diriku, angin, langit, dan pepohonan itu sudah cukup menyeretku ke masa lalu seperti aku tertarik ke suasana pedesaan yang sangat damai dan tenang. Aku selalu merindukan hal itu.

Selain ke makan leluhur ibu sebenarnya ibu ingin menepati janji beberapa waktu lalu ketika pergi ke desa sendiri bahwa salah seorang sodaranya ingin melihat anak dan suaminya, makanya kali ini mampir ke Jalin juga penjadi tujuan utama, karena mengingat sodaranya ini sudah sakit strok bahkan sudah "ngobrok" (maaf, buang air besar ataupun ngompol di celana) namun masih kuat jalan meskipun dengan bantuan kayu sebagai penyeimbang. Bahkan waktu ke sana beliau di rumah sendirian istrinya sedang ke warung untuk membeli obat. Memang biasanya mereka hanya berdua sementara anak-anaknya sudah berumah tangga dan tinggal di kota lain. Mengunjungi 3 rumah di tempat yang agak berjauhan cukup memakan waktu dan kami pun pulang dengan barang bawaan yang cukup menyita bagasi. Sudah cukup sore kami pulang, perkiraan sampai rumah jam 7 malam, semoga ga ketinggalan untuk nonton motogp.

Udara di luar panas namun hijaunya daun yang bergoyang-goyang sepertinya sedikit mengobati gerah di badan. Ya sepertinya begitu karena aku kan di mobil jadi ga ngerasain langsung, melihat sawah ingin rasanya jalan di pematang dan duduk-duduk di pingirnya (satu hal yang dulu sering aku lakukan dan sampai sekarang itu menjadi hal indah dalam hidupku, sawah). Sesekali kamera hp ku mengabadikan hamparan sawah yang dilewati juga beberapa hal yang menurutku bagus. Kebiasaan yang selalu ada, mungkin terlihat aneh buat sebagian orang apa bagusnya sawah, awan, dan beberapa hal lain ya entahlah aku suka saja. Perjalan pulang sepertinya lebih berat dibanding waktu berangkat karena harus melewati jalan yang macet panjang, bukan padat merayap namun sudah berhenti di tempat. Dan sampai di rumah bukan langsung bersih-bersih badan tapi hal utama yang aku lakukan adalah menyalakan televisi dan nonton motogp. Untung belum selesai ya meskipun sudah kelewat beberapa lap tapi lumayan lah dari pada harus melihat siaran ulangnya di youtube.

Oh ya ada yang sedikit mengganggu pikiranku, ketika melihat foto-foto jepretanku selama seharian ini ada satu foto yang membuatku berpikir bahkan sampai melihatnya berkali-kali, membandingkan sampai memperbesar agar lebih jelas. Di mana dalam foto itu seperti ada 2 titik hitam seperti mata. Awalnya mungkin itu noda di kaca mobil tapi di foto sebelumnya tidak ada noda sama sekali, mungkin daun kering yang lepas dari ranting dan terbawa angin..., bisa saja begitu tapi jika daun akan ada warna atau setidaknya bukan hitam begitu lagian ini dua titik hitam jaraknya berjauhan sedangkan aku ingat betul pohon di tepi jalan berjajar beberapa pohon dan ada jarak baru ada deretan pohon lagi. Jika itu blur dari daun yang terbang kenapa jaraknya begitu jauh dari pohon...?! Setiap melihatnya membuat sedikit gejolak dalam tubuhku yang sepertinya terusik dengan titik hitam itu. (14/06)


Tradisi Mudik Sebelum Ramadan

Satu tradisi yang biasa dilakukan sebelum ramadan salah satunya adalah ziarah ke makam leluhur. Dan keluarga kami melakukannya di hari minggu sebelum ramadan, karena di hari kerja semuanya pada sibuk dengan urusannya masing-masing. Berangkat ketika fajar menyingsing untuk menghindari kemacetan dan agar bisa beristirahat lebih lama sehingga pulang juga tidak terlalu malam sampai di rumah.

Kali ini agenda ga hanya ke tempat makam leluhur juga mengunjungi beberapa keluarga ibu yang kebetulan tidak begitu jauh dari tempat kelahiran bapak. Mungkin kurang lebih 2 jam perjalanan untuk sampai ke tanah kelahiran ibu.

Bias jingga mulai terlihat di ufuk timur memberi degradasi yang apik di antara birunya langit dan gumpalan awan yang beriring-iringan tertiup, angin yang sedikit dingin menusuk kulit di pagi ini. Perjalanan pagi memang menyenangkan, sempat juga melewati sunmor (sunday morning) di daerah Salatiga yaitu seperti pasar dadakan yang hanya ada di hari minggu pagi sampai menjelang siang yang di gelar di lapangan meskipun sekarang sudah meluap berderet di pinggir jalan mengingat begitu banyak pedagang dan pembeli yang tak mau melewatkan momen itu.

Selain pasar dadakan di perjalanan juga sempat merasakan sedikit kemacetan karena ada kecelakaan truk berisikan karung-karung (entah isinya apa) terguling di arah sebaliknya yang memakan sebagian bahu jalan sehingga membuat lalu lintas sedikit tersendat. Kecelakan sebelum jembatan bila dilihat dari arah truk. Karena mobil yang berjalan melambat, aku yang tadinya memejamkan mata masih ngantuk karena harus bangun pagi dan ga tidur lagi seperti biasanya terbangun dan mencari tau apa sebenarnya yang terjadi,  entah ini hanya halusinasi atau memang benar saat melewati jembatan yang di bawahnya sungai kalau ga salah aku melihat menangkap sosok yang tak terlihat di samping jembatan di seberang arah berlawanan. Ga begitu jelas hanya terlihat bagian kepala saja, kepalanya dipenuhi bulu berwarna hitam dan memiliki tanduk sedang tersenyum melihat ke arah truk yang terguling.

Ingin bertanya kepada adik lelakiku yang duduk di sebelahku atau setidaknya mengatakan apa yang baru saja aku lihat tapi niat itu aku urungkan, dan ketika melihat truk yang terguling barulah tahu bahwa kemacetan disebabkan oleh truk ini. "Apa sosok yang aku lihat tadi senyum dengan truk yang terguling, tapi mengapa....?!" Permainan otak, pertanyaan yang datang ditujukan untuk diriku sendiri dan anehnya seperti mendapat penjelasan dengan kebingunganku bahwasanya memang sosok yang aku lihat itu sedang tersenyum melihat ke arah truk yang terguling tapi bukan menjahili atau ingin berbuat jahat dengan mencelakakan pengguna jalan, hanya memperingatkan jika muatan truknya berlebih dan membahayakan dirinya juga pengguna laen. Dan mata ini pun seperti di tunjukkan dengan karung-karung yang berserakan semua di pinggir jalan. Bagai sebuah pembuktian bila penjelasan itu tidak mengada-ada. Entahlah aku masih belum percaya dengan yang terjadi barusan, tapi ingin mengklarifikasi tentang kebenaran juga sama siap masa ya sama adikku, iya kalau dia mau jawab kalau malah ditinggal tidur bagaimana....

Selama perjalanan masih kepikiran, tapi semakin di pikir juga ga menemukan penjelasan pastinya. Memilih untuk menyerah dan membiarkan segala kebingungan mengendap di dasar otak.

***

BERSAMBUNG...