30/05/14

Petualangan di Kebun Teh Tambi

Jika ditanya apakah tidak capek setelah muter-muter kebun teh ini mau nambah lagi, dengan lantang akan aku jawab "enggak" . Aku, Otong dan pak David mulai petualangan dengan kembali ke jalan besar dan memilih kebun teh yang ada di seberang jalan sebagai obyek sasaran penjelajahan. Mencari jalan di sela-sela kebun teh, terlihat di seberang sudah rumah-rumah penduduk, jika di lihat seperti ada cekungan mungkin sungai pikirku tapi setelah di lihat ternyata bukan sungai hanya cekungan atau turunan yang di penuhi pohon-pohon teh. Berhenti sejenak untuk menganalisa, aku ingin ke seberang atas demikian juga pak David kalau Otong ngasal ngikut saja, maka dari itu kita berdiskusi (cieee bahasanya) ya ngobrol lah mencari jalan agar bisa sampai ke atas (di atas pemukiman penduduk) dengan menganalisa dari motor yang baru lewat di tempat yang ingin kita tuju. Tak butuh waktu lama, kita nurut Pak David sebagai driver pastinya sudah ahli mencari jalan tikus ketika menghindari macet dan agar cepat sampai tujuan.


Melewati pematang diantara rimbunnya pohon teh menuju pemukiman penduduk meski hati-hati karena jalannya menurun dengan tanah yang agak licin. Wiiih ternyata jalan di perkampungan ini sempit walaupun sudah rapi, dengan  kanan kiri rumah penduduk yang begitu rapat dari satu dan yang lainnya. Lurus berjalan menyusuri jalan setapak sambil sesekali bertegur sapa dengan penduduk sekitar untuk menghormati, mendengar jawaban mereka dengan logat ngapak-nya ketika di sapa sepertinya penduduk di sini ramah-ramah dan ada juga beberapa yang nampak heran dengan melihat ke arah kita.

Terus berjalan sampai di pertigaan memilih jalan lurus saja yang langsung menuju kebun teh. Dan woooow dari sini sudah terlihat hamparan kebun teh yang sangat luas banget dan pemandangan di sekelilingnya sungguh memanjakan mata, dengan bukit tinggi, gunung dan awan-awan yang sebagian berwarna putih dan sebagian lagi berwarna ke abu-abuan yang cukup tebal menutup sebagian langit yang berwarna biru cerah.
Inilah gambaran dari empat penjuru mata angin yang berbeda (padahal kagak ngerti arah sok-sok an pakai bahasa intelek). Kalau di gambar saja sudah seperti ini apalagi kalau lihat langsung..., bikin betah deh berlama-lama disana. Karena di sini sepanjang mata memandang hanya pohon-pohon teh maka dari itu tak ada yang bisa di ceritakan, hanya melukiskan lewat jebretan kamera dan mengabadikan dalam memory otak. Udara yang segar dan pemandangan yang luar biasa indah seimbang dengan sedikit rasa gatal setelah belusukan menerobos kebun teh. Sayang birunya langit tertutupi awan yang begitu banyak sehingga sedikit mengganggu hasil jepretan kamera. Sudah seperti acara pemotretan saja aku yang meminta di potret dengan sedikit memaksa seh sebenarnya, Otong sebagai fotografer dan pak David yang mengarahkan tempat agar mendapatkan gambar yang bagus.

Sambil berjalan-jalan dan sesekali mengambil gambar agar ada sesi memoryalnya. Di sore hari beranjak petang, di sela-sela perjalanan aku menjumpai beberapa penduduk yang mencari kayu bakar dan mencari rumput. Bayangin saja tu kayu bakar sebanyak itu mereka kuat mengangkat. Walaupun sudah tua tapi semangat mereka '45 perlu di contoh tu, nah dengerin ell perlu mencontoh mereka ingat itu... (bicara sama diri sendiri). Tak terbayang beratnya seperti apa dulu waktu bolang di Goa Kiskendo yang berada di daerah Kulon Progo, Yogyakarta pernah mencoba untuk mengangkat keranjang yang berisi penuh dengan rumput-rumput untuk makan ternak tapi enggak berhasil hanya mampu bergeser sedikit doank, berat ternyata. Di Tepi kebun teh yang dekat dengan pemukinam penduduk sempat juga menjumpai tiang-tiang dari bambu yang cukup tinggi dan berbentuk seperti kubus, katanya ini biasanya untuk mengadu atau melatih merpati.

Sepanjang jalan hanya tertawa melihat Otong yang tersiksa, sudah tak ada tenaga untuk melanjutkan perjalanan, salah sendiri acara jalan-jalan masih saja pakai celana jean ketat. Berbeda jauh dengan pak David yang masih bersemangat seakan tak punya rasa capek dan haus terus saja berjalan menyusuri jalan diantara kebun teh. Sebagai pecinta burung ketika ada burung yang melintas langsung saja pak David ingin mengejarnya bahkan sampai berkata "kalau penduduk sini ada yang punya burung di beli saja pasti harganya murah bahkan malah bisa saja cuma dikasihkan begitu saja, disini burung masih banyak" deeeer, hadah kenapa laki-laki di sekeliling aku memilih burung sebagai binatang peliharaan seh kenapa gak pelihara semut atau nyamuk gitu.

Melihat Otong yang hanya memiliki sisa-sisa tenaga pak David berkata sebentar lagi itu disana ada warung yang jual teh, melihat arah yang di tunjuk pak David memang ada bangunan diantara rimbunnya pucuk teh walaupun hanya terlihat gentingnya saja tapi mana ada yang jualan disini apalagi di kebun teh siapa juga yang mau beli. Mendengar perkataanku Otong ngomel-ngomel karena menghancurkan kembali semangatnya yang mulai terbangun setelah mendengar perkataan pak David tentang warung teh, hahahahha...... Kasihan juga melihatnya dan langsung saja aku buka tas ajaibku, kalau doraemon punya kantong ajaib aku juga punya tas ajaib aku kasih dia permen. Berhenti sebentar menikmati pemandangan sambil mengunyah permen dan oreo, pak David sudah enggak kelihatan masih asik dengan burung-burung yang berseliweran.

Matahari sudah mulai bergeser dari tempatnya, mengingat sebentar lagi gelap tujuan kita selanjutnya mencari jalan raya untuk pulang walaupun awalnya ingin jalan lurus terus penasaran sampai dimana ujungnya, Pak David sempat bertanya dengan bapak pencari rumput yang kita jumpai tadi tentang arah yang menuju ke jalan raya. Jika lurus terus akan menemukan jalan raya tapi masih jauh lagi, mengingat matahari yang meyuruh kita untuk segera balik ke pondok untuk itu kita memilih mencari jalan memotong, mencari jalan belok ke kanan (insting mendengar deru motor yang menanjak) yang agak besar tidak menerobos pohon teh takutnya kalau kejeblos. Di depan sudah ada pertigaan dan sepertinya ada jalan yang lumayan besar, di pertigaan eeeh tak disangka dan tak direncanakan kita bertemu lagi dengan rombongan yang naik sepeda yang kita jumpai di perempatan di awal jalan-jalan di kebun teh.




Pulang-pulang kembali ke pondok, mengingat sebentar lagi sudah jam 06.00 acara makan malam, nanti kalau ketinggalan cacing dalam perut bisa meraung-raung demo malah repot sendiri. Di tengah perjalanan Pak David menelefon keluarganya di rumah sekedar menanyakan lagi apa dan menceritakan apa saja yang sudah ia lakukan sepanjang hari ini, duuuuh senengnya trus aku yang menelefon siapa donk.... (ngarep dikit aaah, tapi itu aja yang telepon jangan yang lain apalagi sales yang menawarkan panci jangan deh)


Akhirnya tiba juga di jalan raya tapi sepertinya butuh sedikit tenaga lagi ni untuk sampai pondok, pikiranku dengan Otong ternyata sama menumpang mobil yang lewat untuk menghemat tenaga, hahahhaa.... tapi melihat pak David masih telepon dan beristirahat ya hanya membiarkan saja mobil-mobil yang lewat. Ketika ada mobil pick up lewat aku kiranya ingin berbelok karena agak minggir dan di depanku ada jalan, jalan yang barusan aku lewati untuk sampai ke jalan raya, tapi ternyata mobilnya menepi dalam pikiranku akan menanyakan padaku apakah membutuhkan tumpangan eeh ternyata mobilnya berhenti karena memberi jalan kepada mobil dari arah berlawanan mengingat jalan yang baru di perbaiki, wkakakaka....keburu ge er duluan.

Lanjutkan perjalanan menuju ke pondok penginapan, lumayan juga jauhnya dan kakiku bagian jari-jari sedikit sakit kepentok ujung sepatu karena jalan yang menurun, tidak hanya itu pergelangan kakiku juga mulai terasa pegal tapi semangat tak pernah kendur maju terus sampai tujuan. Aku dan Otong sepanjang perjalanan hanya bercanda terus sedangkan Pak David masih asik mengobrol dengan anak-anaknya di telepon. Tak terasa akhirnya sampai juga di pondok, huuuft...petualangan selama 2 jam sangat berkesan. Melihat kanan kiri sepi tak ada orang yang berlalu lalang, hanya beberapa orang yang lagi ngobrol di teras kamar, mungkin lagi pada mandi mengingat hari sudah mulai malam dan sampai pondok bertepatan dengan suara adzan tanda Magrib sudah datang.

Istirahat sejenak untuk menghilangkan keringat sebelum mandi, capek juga ternyata. Beberapa teman juga sempat bertanya karena baru kelihatan, melihat Otong yang tak berdaya kehabisan tenaga jadi ketawa sendiri, habisnya dia ngomel-ngomel bilang kalau aku kerjain dan menyiksanya, bodo amat yang penting sesi bebas 2 jam setelah jalan-jalan di kebun teh dan sebelum makan malam terbayar dengan melihat pemandangan yang begitu indah. Ini baru awal karena besok masih ada sesi perjalanan naik ke puncak Sikunir melihat sunres.

Saatnya mandi dan siap-siap makan malam dilanjut acara api unggun dan hiburan malam klik disini

29/05/14

Narsis di Telaga Warna

Karena waktu yang dirasa enggak cukup maka dari Dieng Plateau Theater agenda ke Telaga Warna terlebih dahulu kelamaan narsis di Bukit Sikunir. Setelah beli tiket, tentunya yang bayar EO inilah enaknya kalau ikut paket wisata ataupun rombongan tak perlu repot ini itu tinggal nyelonong dan kalau ada yang enggak jelas tinggal tanya gak perlu repot membaca silsilah ataupun mencuri dengar guide yang sedang cerita (curcor kalau lagi bolang).

Telaga warna, lokasinya yang berada di ketinggian kurang lebih 2000 meter pada permukaan laut. Katanya dari Telaga Warna ini ada jalan setapak menuju Dieng Plateau Theater yang berada di dekat pintu masuk telaga. Jaraknya tidak begitu jauh namun begitu dibutuhkan tenaga dan stamina yang fit karena jalannya relatif menanjak. Perjuangan sebanding dengan pemandangan yang ada, akan terlihat telaga warna yang tertutup rimbunnya pepohonan memberi Anda nuansa berbeda menikmati keindahan Telaga Warna.

Telaga Warna sejatinya adalah danau vulkanik yang berisi air bercampur belerang. Kandungan sulfur (belerang) yang cukup tinggi inilah yang menyebabkan warna telaga ini menjadi warna-warni bila air telaga terkena cahaya matahari yang  segera menuju permukaan telaga hingga menyebabkan gradiasi warna yang indah, jadi tak heran ketika Anda kesana dalam waktu yang berbeda akan mendapati warna yang berbeda pula. Variasai warna ini juga dipengaruhi cuaca, waktu dan tempat melihatnya. Bukti adanya kandungan sulfur ini bisa dilihat dengan memperhatikan di beberapa bagian permukaan airnya terlihat mengeluarkan gelembung-gelembung.

Saat kesana air telaga berwarna hijau tosca dengan matahari yang sedikit tertutup awan sehingga warna-warni air telaga tak begitu jelas terlihat, mungkin kalau di lihat dari atas lebih jelas warnanya yang indah seperti pelangi. Di pinggiran telaga ada batang pohon yang tumbang mengarah ke telaga, biasanya digunakan untuk berfoto-foto bagi yang punya keberanian ya, karena untuk menginjakkan kaki di batang tersebut membutuhkan keseimbangan agar tak terjatuh ke dalam telaga.

Untuk mempersingkat waktu kunjungan hanya sebentar di Telaga Warna, judulnya numpang narsis di Telaga Warna doank. Padahal di tempat ini juga ada beberapa obyek wisata yang patut di kunjungi. Untuk menyusuri area yang ada di Telaga Warna inipun sudah dipermudah dengan pembuatan jalan setapak di pinggir danau dan adanya pepohonan yang rindang memberi kenyamanan pada pengunjung untuk menikmati keindahan tempat ini.

Persis di samping telaga warna terdapat juga danau yang ukurannya lebih kecil yang hanya dibatasi oleh rerumputan, telaga itu disebut telaga pengilon. Kebalikan dengan telaga warna yang memiliki degradasi warna bila dilihat namun di Telaga Pengilon ini airnya jernih, riak air di telaga ini nyaris tidak tampak dan kejernihannya dapat dengan baik memantulkan object yang dipantulkan hingga terlihat menyerupai cermin. Mitos yang menyebutkan danau ini bisa untuk mengetahui isi hati manusia. Bila seseorang bercermin dengan mengarahkan wajahnya ke telaga bila terlihat cantik atau tampan maka hatinya baik atau bersih, begitu sebaliknya maka orang tersebut memiliki karakter serta hati yang kotor.

Selain danau di kompleks wisata ini juga ada tiga gua yaitu, Gua Semar, Gua Sumur dan Gua Jaran. Dari ketiga Goa ini hanya Goa Jaran yang bisa dimasuki karen kedua goa yang lain di tutup untuk umum katanya kedua gua yang di tutup ini biasanya digunakan untuk semedi oleh orang-orang yang memiliki keinginan tertentu. Lalu ada juga batu tulis, ref : sedikit penjelasan dari mas Tanto pas makan malam sebelum acara api unggun dan mencuri dengar dari pengunjung lain .

Mitos lain yang mengatakan bila tidak ada ular di kawasan ini, jadi barang siapa melihat ular di kompleks Telaga Warna, ia harus was-was mungkin akan ada hal buruk yang terjadi pada dirinya. Selain itu pengunjung juga disarankan untuk menjaga omongan mereka ketika berada di tempat ini, karena tempat ini termasuk tempat yang disakralkan.

Cuma numpang narsis di Telaga warna jadi tak lama berada di tempat ini, karena menurut mereka di sini tidak ada yang bisa dilihat hanya air saja. Waaah gak punya seni dan gak suka alam yang bicara begitu. habis foto langsung keluar lagi, oh ya belum cerita di pintu masuk menuju lokasi Anda akan disambut dengan rentetan bunga-bunga yang tumbuh dengan sangat indah, biasanya di tempat lain bunga-bunga semacam ini tidak bisa tumbuh sebesar dan sesegar ini namun disini bunga seperti ini tumbuh dengan sehatnya. Niatnya iseng foto tanda menuju toilet walaupun dengan sedikit pertanyaan menggelitik dari pak Aji "Foto kaya gitu buat apa....?! Ya aku jawab saja biar fotonya cepat penuh tanpa di sangka eeh  malah Mas Mumo ikut-ikutan foto bunga juga. Lanjutkan mas apa pun obyek bisa jadi seni yang baik yang kadang memiliki nilai tersendiri.

Di luar kita tak langsung menuju obyek wisata selanjutnya yaitu ke Kawasan candi Dieng mereka pada nunggu cetak foto dari tukang foto keliling, yaaaah sudah foto-foto ngapain juga mesti beli cetakan, kan bisa cetak sendiri sekalian foto-foto yang lain. Gak masalah seh sebenarnya toh hanya Rp. 5000,- doank. Suka-suka mereka deh, sambil menunggu mereka foto-foto dulu deh mudah-mudahan foto yang di ambil Mas Mumo tepat sasaran. Hasil jepretan masih bagus mas Mogel ketimbang Mas Mumo tapi ya lumayan lah daripada enggak ada yang dimintai tolong. Piissssss.... mas

Satu lagi cerita ketika menunggu mereka yang pada antri cetak foto, iseng-iseng foto jalan, kebetulan pas ada motor yang melintas pak Budi (BM) yang melihat berkata "foto  apa kamu....?! mobil apa orang lewat barusan..." Enggak pak jawabku singkat sambil menggeleng. "Trus apa, penampakan ya..." Iya jawabku singkat. "Beneran kamu lihat penampakan...." Serasa pak Budi antara percaya dan enggak. Begitu juga pas di parkiran waktu naik bus, karena aku bingung ada di bus mana habisnya 2 bus bentuk dan warnanya sama makanya nunggu teman satu bus yang aku kenal masuk dulu baru ngikut di belakangnya, sambil berteduh iseng foto awan, nah sekali lagi Pak Budi komentar sama ketika melewatiku "apa, lihat penampakan lagi...." sambil melihat arah oyek yang menjadi sasaran. Tak perlu di jawab cukup nyengir saja Hahahahaha....

Lanjut lagi ke sasaran selanjutnya yaitu Candi Arjuna

28/05/14

Kawah Sikidang

Kawah Sikidang, tempatnya tidak jauh dari Dieng Plateau TheaterTalaga warna, dan Candi Arjuna jadi kalau berwisata ke Dieng ingat ya jangan melewatkan satu pun tempat-tempat ini.

Penasaran ada apa gerangan hingga aku mendengar beberapa kali Mas Mogel menggerutu dan enggan untuk menyambangi Kawah Sikidang sewaktu masih berada di Candi Arjuna . Sebelum berangkat ke lokasi Mas Mogel memberikan gambaran tentang keadaan kawah, hasil akhir semua kesana namun hingga parkiran untuk melihat situasi dan kondisi, nanti yang ingin turun dan melihat dari dekat di persilahkan dan yang tidak suka bileh balik ke penginapan, diel.... Berangkat deh ke Kawah Sikidang.

Balik lagi melewati  Talaga warna hingga di tikungan belok kanan tinggal lurus dan sampe deh. Dari pos retribusi sudah ada seorang bapak-bapak yang menjajakan masker seharga Rp 2.000,- per biji dan ketika sampai parkiran belum juga bus mematikan mesin sudah datang beberapa ibu-ibu yang juga menawarkan masker (bayangkan seperti pedagang asongan yang ada di bus-bus), maaf bu sudah bawa. Sebaiknya jika berkunjung kesini bawa masker ya untuk berjaga-jaga bila tidak tahan dengan bau belerang yang menyengat.

Dari parkiran sudah terlihat asap dari Sikidang yang membumbung hingga menutupi langit biru. Inikah yang disebut Kawah Sikidang....?! Batinku ketika melihat kepulan asap dan tanah tandus berwarna putih dengan perbukitan yang hijau di sekelilingnya. Eksotis dan unik, memasuki kawasan kawah berjajar warung-warung yang menjual souvenir dan oleh-oleh khas Dieng. Oh ya ada juga alunan dari beberapa alat musik tradisional yang bernama tek-tek. Ingin mendekat tapi belum menemukan barengan, masih pada malas-malasan karena panas katanya pada takut hitam, weleh.... Setelah Mas Mogel mempersilahkan untuk melihat dan mengantar baru deh mulai pada jalan.

Sikidang berasal dari kata kidang. Kidang adalah nama hewan Kijang (penyebutan dengan logat Jawa yang sering menggunakan huduf D dalam penyebutan, mungkin dirasa lebih mudah kali ya) yang jalannya suka melompat, dan kawah ini pun suka berpindah-pindah tempat walau masih dalam satu lingkup atau kawasan maka dari sanalah kawah ini dinamakan Kawah Sikidang. Namun perpindahannya dalam rentan waktu yang lama dan itu juga dengan adanya tanda-tanda gempa hingga menimbulkan daerah rekahan baru, jadi tidak sekonyong-konyong pindah gitu enggak.

Legenda yang mendasari terjadinya kawah Sikidang, dahulu kala hiduplah seorang ratu yang terkenal dengan kecantikannya yang bernama Putri Sintha Dewi. karena kecantikannya banyak pemuda yang menaruh hati dan ingin menjadikannya istri. Suatu hari sang Putri di datangi seorang raja yang terkenal sakti, kaya raya dan bertubuh tinggi besar yang bernama Raja Raya Kidang Garungan. Seperti pemuda lainnya, setelah melihat kecantikan Sintha Dewi, Raja Kidang Garungan pun jatuh hati dan ingin menjadikannya permaisuri. Mendengar ada seorang raja yang kaya dan sakti yang akan mempersuntingnya, hati Putri Sintha sangat gembira. Namun ketika melihat Raja Kidang Galungan, hati Sintha Dewi berubah kecewa dan timbulah rasa takut, ini karena yang dilihatnya sosok yang sangat tinggi besar bagai raksasa selain itu kepala Raja Raya Kidang Galungan bukannya kepala manusia seperti pada umumnya melainkan kepala kijang (kidang penyebutan dalam bahasa Jawa). Putri Sintha yang kecewa namun tak berani menolak pinangan memingat Raja yang sangat sakti. Putri Sintha bersedia menerima pinangan Raja Raya namun memberikan satu permohonan yaitu agar dibuatkan sumur yang sangat dalam di hadapan sang Putri dan tentaranya. Syarat itu pun disanggupi, dengan kesaktiannya Raja Kijang Galungan langsung saja membuat sumur sesuai keinginan Putri Sintha. Melihat galian sumur yang sudah dalam, langsung saja Putri Sintha dengan cepat memerintahkan pasukannya untuk menutup sumur dengan Raja Raya yang masih di dalam.  Raja Raya yang berada di dalam berusaha keluar dari sumur yang tertimbun itu namun tidak bisa, kemudian dengan kemarahannya sang Raja mengeluarkan kesaktiannya yang menyebabkan permukaan bumi atau tanah bergetar dan terjadilah ledakan yang membentuk kawah. berkali-kali membuat ledakan di tempat yang berbeda, oleh karena itu kawah ini diberi nama kawah sikidang. Sekilas cerita hampir mirip dengan kisah Roro Jograng, (ref: mas Mogel walaupun ada tambahan dikit-dikit)

Kawah Sikidang berada di atas perut bumi yang memiliki dapur magma aktif, jadi tanpa disadari kita berjalan di atas magma aktif, buktinya selama perjalanan akan ditemui titik-titik gelembung yang keluar dari dalam tanah. Lumpur mendidih dengan bau belerang yang menyengat ini disebabkan oleh zat panas air oleh magma didamal bumi. Di kawah ini kita bisa menyaksikan aktifitas vuklanik berupa deburan uap panas dari dalam bumi dengan  bau belerang yang pekat, deburan air panas ini disebabkan oleh tekanan gas. Meskipun begitu kawasan kawah masih cukup aman dikunjungi karena berada di tempat terbuka. Kawah Singkidang masih tergolong aman. Ketika menuju ke bibir kawah, Anda harus tetap berhati-hati dan waspada jangan menyalakan api selama berada di kawasan kawah.

Bau belerang yang menyengat, namun hari itu angin berpihak pada kita dengan menghembuskan asap dari kawah ke arah lain. Panas, ini dia yang dimaksud mas Mogel dengan ketidak nyamanan berada di tempat ini udara panas tidak hanya berasal dari matahari, dan dari asap kawah namun juga dari bawah (magma aktif dari dalam tanah), mungkin jika kesini sore hari lain cerita agak sedikit adem kali ya. Datang kesini dengan cuaca terik ya seperti ini, hot membuat sedikit ketidak nyaman saat melangkahkan kaki ke kawah.

Di tengah perjalanan ada ibu-ibu setengah baya dengan payung di tangan untuk melindunginya dari teriknya udara sambil menunggu dagangannya yang masih banyak. Wanita ini bukan berjualan makanan ataupun souvenir namun belerang. Bongkahan-bongkahan belerang berjajar dengan alas seadanya dan di sampingnya ember berisi  bongkahan belerang yang sudah di tumbuk halus tinggal pakai. Harga per belerang satu plastik yang sudah di tumbuk halus Rp. 15.000,- yang ada di botol Rp. 30.000,- sedangkan yang masih berupa batu bongkahan harganya berfariasi tergantung besar kecilnya batu.

Sudah menjadi rahasia umum jika uap belerang ataupun air belerang sangat ampuh untuk mengobati segala macam penyakit kulit ataupun jerawat, menghilangkan capek-capek juga bisa, kasiat yang lain tanya eyang saja ya.
Selain penjual bongkahan batu belerang di kawasan Kawah Sikidang juga terdapat persewaan motor cros untuk berkeliling di sekitar kawah, jadi yang ingin mecoba silahkan ya tapi hati-hati jalan tidak rata dan banyak tanah lumpur. Jika ingin bernarsis ria dengan cara beda di dekat kawah tersedia jasa foto dengan kuda, silahkan kalau ingin coba bergaya ala coboy dengan latar belakang asap kawah ataupun gurun tandus.

Sebelum pulang nanrsis dulu ya sebagai kenang-kenangan atau tanda bila sudah pernah menyambangi Kawah Sikidang. Liat no mas Bogel yang jadi juru foto juga ikut-ikutan narsis. Agak bingung juga ketika ia bilang "yang penting di kamera ini sudah ada fotoku" apa juga maksudnya, namun ketika aku teliti oooh ini toh maksudnya. Siiiiiip....

Hanya sebentar juga berada di sini mengingat bau belerang yang sedikit mengganggu. Untung saja anginnya tidak berhembus ke arah kita, oh ya tips untuk menikmati kawah carilah tempat yang berlawanan arah dengan arah angin agar bau belerangnya tidak begitu menyengat.

Balik ke bus, aku kira semuanya pada turun, eh tenyata yang turun hanya satu bus sedangkan bus yang satunya memilih untuk kembali ke penginapan. Penumpang yang satu bus denganku pada ikut semua ternyata yeeeyeeeyeeee.....

Perjalanan pulang menuju kepenginapan. Aku terpukau dengan pemandangan yang dilalui bus. Sangat indah, sepanjang mata memandang deretan bukit-bukit yang seakan tak ada putusnya dengan lereng-lereng bukit yang menjadi lahan pertanian penduduk di sekitarnya. Sempat juga bertanya kepada Otong "petani itu rumahnya dimana ya...?" Konyol gak seh aku bertanya seperti itu, mengingat lahan pertanian yang jauh dari pemukiman penduduk yang aku lihat rumah-rumah penduduk sifatnya berkelompok berada di dataran rendah sedangkan tanah pertaniannya ada di sepanjang lereng bukit jauh dari pemukinam dan aku tak melihat satu bangunanpun disana. Selain itu aku juga sempat menceramahi Otong agar bersyukur bisa bekerja di tempat yang teduh secara melihat para petani siang bolong dengan terik matahari yang tak kenal ampun masih berkutat di ladang, tapi ternyata Otong masih bisa jawab "sudah jadi kerjaanku sehari-hari" haaah maksudnya apa ni, sambil sedikit mikir baru deh ingat kalau Otong juga terbiasa membantu orang tuanya di sawah. Duuuh jadi kangen sawah deh, sudah lama kagak melihat hamparan sawah yang sangat luas membentang (rencanakan bolang, buat daftar list yang panjang).

Selain perbukitan dalam perjalanan pulang, bus yang aku tumpangi juga melewati gardu pandan yang terletak di sebelah kanan jalan, gunanya ya untuk melihat atau menikmati keindahan alam. Namun kita tak mampir kok tenang saja sebab selain tak ada jadwal kesana juga tempatnya begitu penuh sesak. Ternyaata banyak momen terlewatkan dari kameraku, dari pemandangan bukit-bukit, kejadian unik, awan yang lagi jalan-jalan dan juga beberapa kejadian tak terduga semuanya komplit tak ada yang tertangkap oleh kamera. Salah sendiri pilih tempat duduk yang salah, coba kalau duduk di sebelah kanan dan dekat jendela pasti sudah penuh tu kartu memory. Bukannya gak mau tapi emang pas dapatnya tempat duduk yang salah, lihat saja pas pulang sudah duduk di depan pintu malah di suruh pindah sama Pak Aji gara-gara kakinya yang panjang bakal susah kalau duduk di tempatku semula. Sedangkan ingin minta tolong sama Mas Mogel ataupun Mas Mumo juga sungkan, takut kagak kebeneran juga seh :(

Entah mereka (Mas Mumo dan Mas Mogel) yang berdiri di sampingku karena tak mendapatkan tempat duduk, awal mulanya ngomongin apa tiba-tiba saja terulang kembali mereka berdua kompakan pamer tentang keindahan Gunung Prau bahkan sekarang gantian Mas Mogel yang memperlihatkan foto-foto pas disana. Gak mau lihaaaaat..... Di Gunung Prau ada rumah teletubbies. Teletubbies yang di Candi Arjuna tadi kalo sore baliknya ke Gunung Prau Nooo Mas Mogel ngibul. Di Yogja juga ada rumah teletubbies namanya candi abang, ga mau kalah mulai keluar ngeyelku. Tapi berhubung mereka berdua memiliki kartu AS ya sudah deh mati langkah, beraninya keroyokan. Hukh hukh hukh jadi pengen kesana.

Dan petualangan di Dieng pun berakhir. Makasih buat Mas Mogel dan Mas Mumo, tanpa disadari dan disengaja ada ilmu baru yang aku dapat. Tetaplah berpetualang, nyanyikan suara alam dengan gaya unik kalian.

== Sebenarnya masih penasaran sama kalian berdua deh

Candi Arjuna


Setelah dari Telaga Warna lanjut ke komplek candi Dieng. Begitu memasuki area candi ada pohon-pohon yang cukup melindungi pengunjung dari sengatan matahari yang tidak begitu terik ketika meyusuri jalan setapak yang sengaja di buat untuk memberi kenyamanan pengunjung. Dari pintu masuk terlihat di sebelah kanan-kiri barisan batu yang berbentuk kotak yang dulunya menjadi halaman atau pendopo dari candi. Ciri candi Hindu yang tidak hanya memiliki satu bangunan dan memiliki tempat untuk berkumpul. Di beberapa sudut juga terlihat tumpukan batu yang tersusun rapi, mungkin tidak memiliki gambaran ataupun batunya kurang, tidak ketemu atau hilang untuk disatukan menjadi sebuah bangunan ataupun candi.

Tidak seperti candi-candi lain yang penemuannya tertimbun tanah namun komplek candi Dieng ini pertama kali ditemukan terendam dalam rawa-rawa. Ditemukannya kompolek candi Dieng terjadi pada sekitar tahun 1814, ketika seorang tentara Inggris yang pada waktu itu bermaksud berwisata di kawasan dataran tinggi Dieng secara tidak sengaja melihat beberapa bagian atas candi yang terendam di dalam kubangan air. Baru pada tahun 1856 dimulailah upaya pengeringan dan pengerukan area sekitar kompleks candi. Sejarah candi Dieng sampai saat ini memang tidak begitu jelas, karena tidak ada satupun ditemukan bukti tertulis yang menyebutkan mengenai kapan tepatnya candi Dieng ini dibangun. 

Berdasarkan catatan sejarah, Dieng diyakini sebagai awal peradapan Hindu di pulau Jawa yang berkembang pada masa kejayaan dinasti Sanjaya pada abad ke-8 ditandai dengan berdirinya Dieng ini. Candi-candi yang dahulu di bangun sebagai pemuliaan dewa Syiwa ini kemudian oleh masyarakat setempat diberi nama tokoh-tokoh dalam kisah Mahabarata, seperti Candi Arjuna, Candi Srikandi, Candi Puntadewa, Candi Sembadra, Candi Bima, Candi Gatut kaca. Bangunan candi-candi Dieng disusun dari batu-batu junis andesit, batu-batu ini berasal dari gunung Pakuwaja yang berada di sebelah selatan komplek candi Dieng. Inilah batuan khas pegunungan Dieng batuan gunung asli jenis andesit.

Bila melihat ke sebelah kanan tepatnya pas di tikungan  ada bangunan yang kita jumpai pertama kali adalah rekontruksi Dharmasala yaitu tempat peristirahatan para peziarah ketika ada perayaan keagamaan Hindu. Diduga candi yang berada di kawasan Dieng ini menjadi candi tertua di pulau Jawa. Tidak seperti kebanyakan candi yang ada di Jawa Tengah lainnya, kawasan candi Arjuna ini tergolong candi kecil. Selain candi Arjuna ada empat candi lain yang masih dalam satu lingkup yaitu candi Semar, candi Srikandi, candi Puntadewa, dan candi Sembadra. 

  • Candi Arjuna
Candi Arjuna merupakan candi utama dalam kompleks candi Dieng ini. Candi Arjuna berbentuk persegi, berada di ujung paling selatan dan menghadap ke arah barat yang ditandai dengan adanya tangga pada sisi barat candi.

  • Candi Semar
Letak candi  ini berada di depan candi Arjuna dan posisinya saling berhadapan. Candi Semar berbentuk persegi panjang dan mempunyai ukuran yang lebih kecil dari candi Arjuna. Di dalam candi Semar terdapat dolmen yang digunakan untuk tempat sesaji (kalau enggak salah ya habisnya mas Obet bilangnya gitu)
  • Candi Srikandi
Candi Srikandi terletak persis di sebelah utara candi Arjuna. Candi Srikandi berbentuk kubus dengan dinding luar dihiasi relief Dewa Wisnu di bagian utara, Dewa Brahma di dinding selatan dan Dewa Syiwa di dinding timur.
  • Candi Sembadra
Candi Sembadra berada di sebelah utara candi Srikandi, atau letaknya paling ujung. Bentuknya seperti kubus di bagian atap dan seperti poligon di bagian tubuhnya.
  • Candi Puntadewa 
Candi Puntadewa letaknya berada di ujung paling utara dari candi. Candi Puntadewa memiliki sebuah ruangan kosong yang sempit di dalamnya. 
Karena asiknya foto-foto dan mengagumi pemandangan beserta awan sehingga jadi lupa untuk mengabadikan tiap candi yang ada di kompleks ini, lagian waktunya juga sebentar kira-kira hanya 1.5 jam doank. Tempat yang tertata rapi dan bersih dengan pemandangan berupa bukit-bikit hijau yang bersembunyi diantara awan putih dengan udara yang sejuk menjadikan betah untuk berlama-lama di tempat ini. 

Bila di Prambanan ada sendratari Ramayana, di Dieng ada atraksi serupa yang dinamakan Tarian Rampak Yarso Pringgodani. Yaitu sebuah tarian yang mengisahkan seorang satria pringgodani menumpas kejahatan yang disimbuilkan sebagai raksasa atau buto. Tarian ini memiliki makna khusus bagi masyarakat Dieng, sebagai perlambang rasa kebersamaan, kesetiakawanan yang didasari rasa peduli, saling tolong menolong demi terciptanya kehidupan yang damai, selamat dan penuh berkah.

Di kompleks ini juga ada segerombolan seniman yang mendandani dirinya seperti raksasa dan hanoman. Pengunjung bisa foto-foto dengan para penari namun dengan menggunakan kamera sendiri, jangan lupa bayar lho ya.

Tinki Winky, Dipsi, Laa laa dan Po. Masihkan Anda mengenal dengan tokoh-tokoh boneka film anak yang tayang di TV di tahun 2000an, masih ingat donk dengan boneka gempal menggemaskan yang suka mengatakan "berpelukan....". Mereka sekarang pindah tayang di komplek Candi Dieng, enggak percaya.... Silahkan main ke kompleks candi Dieng dan buktikan, Empat bersodara ini akan menghibur hingga Anda rela menghabiskan waktu berlama-lama berada di tempat ini.
Narsis dulu ya mumpung suasana mendukung, langit cerah pemandangan seger dan yang terpenting ada yang dengan suka rela menjadi fotografer dadakan. Ingat ya ini sudah perjanjian waktu berada di Telaga Warna jadi tidak ada unsur pemaksaan (lirik mas Mumo). Tapi gara-gara narsis tidak sempat berkeliling candi yang lain dan membuat dokumentasi satu-satu dari candi yang ada di candi Dieng ini. Kalau kalian penasaran silahkan tanya eyang Google saja ya untuk sementara waktu, habisnya waktunya juga cuma sebentar jadi harap maklum.

Waktu kunjungan selesai, melihat Pak Deni lagi gabung dengan pengamen yang saat itu menyanyikan lagunya Slank yang judulnya kamu harus pulang (tuh kan sudah di usir) asik juga suaranya, mendengarkan dan mulai deh beraksi ikut-ikutan mintain sumbangan sama yang lewat yah mumpung EO-nya pada sibuk ngumpulin peserta yang tercecer, tapi pada pelit kagak ada yang ngasih. Tapi nooo musuh bebuyutan ngasih walau dengan embel-embel numpang narsis juga, hahahahha.....

Mas Mogel dan Mas Mumo masih ngitungin yang belum balik, dua orang ini kompak bener yah satu jaga di depan satu di belakang biar kagak ada yang kececer. Yang di belakang masih banyak, mengingat udara sudah mulai panas dan sedikit gerah di sepanjang jalan sedikit bereksperimen berpose semanis mungkin. Apa seh enggak nyambung ya, ya intinya begitu lah foto dengan gaya aneh-aneh tadinya Otong yang memfoto tapi Mas Mumo ikut-ikutan mendukung dengan sekali lagi menjadi pembidik walaupun tanpa henti mentertawai kekonyolanku.

Nah kalau yang satu ini lagi nego sama Pak Budi biar mendapat perpanjangan liburan walaupun sudah tau jawabannya kagak dikasih tapi usaha boleh donk. Boro-boro, bilang senin diliburin saja Pak Budi pura-pura gak bisa mikir alasan otaknya lagi beku (nego pas sarapan tadi). Oh ya ini juga dalam rangka mengadu, gara-gara sepanjang jalan tadi di dongengi sama Mas Mumo tentang beberapa petualangannya juga tentang keindahan gunung Prau udah gitu di pameri foto-fotonya pula. Hikh hikh hikh...., kejam sungguh kejam awas aja kalau sampai membuatku kepikiran dan itu tidak sampai disini masih ada sesi pamer selanjutnya, huuuuuh.... Tahan dulu ya sekarang lanjut ke obyek wisata Kawah sikidang ya. Ayo ikuti...