17/11/12

Tradisi Malam 1 Suro

Datangnya tahun baru Hijriyah atau dalam kalender Jawa disebut dengan malam satu Suro, di beberapa daerah memiliki tradisi yang berbeda yang sudah dilakukan sejak jaman dahulu. Jamasan merupakan tradisi yang dilakukan oleh orang jawa, yaitu merupakan pencucian pusaka yang dianggap keramat dan memiliki kekuatan gaib, yang akan mendatangkan berkah jika dirawat dengan khusuk. Lepas dari kepercayaan ini benda pusaka perlu perawatan lebih, dengan cara dibersihkan agar tidak lekas lapuk dimakan usia. Namun ada juga yang percaya akan daya mistis, karena mereka percaya bahwa benda-benda dari masa lampau memiliki energi, seperti gelang yang dipercaya untuk kesehatan yang bisa mempengaruhi frekuensi-frekuensi getaran di dalam tubuh kita energi yang terkandung di dalamnya.

Perayaan 1 Suro memang syarat dengan gelaran ritual. Tak hanya jamasan, beberapa masyarakat juga merayakan dengan tradisi melekan atau begadang sehari semalam. Melekan menjadi sarana untuk koreksi diri serta perjalanan yang telah ditempuh selama setahun. Melekan juga menjadi ajang untuk menyampaikan harapan ditahun yang baru kepada Tuhan. Menurut orang-orang tua saat malam 1 Suro jangan tidur terlalu sore, karena akan ada malaikat-malaikat bergentayangan membawa bokor (mangkok) emas isinya adalah pengabulan bagi doa-doa untuk meminta tolak bala dan  kemurahan rejeki.

Sebuah ritual menyambut malam 1 Suro yang tak pernah ditinggalkan masyarakat Surakarta adalah tradisi kirap kebo bule. Kebo Bule (kerbau yang berwarna putih) Kyai Slamet yang dianggap keramat ini merupakan hewan peliharaan Paku Buwono II, kirab ini biasanya akan dimulai pertengahan malam atau atau tergantung si kebo kapan mau berjalan menuju alun-alun untuk ikut kkirab. Saat kirab kirab, kebo bule sebagai cucuking lampah di ikuti kerabat keraton yang membawa pusaka, kemudian diikuti masyarakat Solo dan sekitarnya yang mengikuti atau sekedar melihat ritual kirab. Keunikan dalam ritual ini adalah kepercayaan warga yang meyakini jika membawa kotoran atau air seni dari kebo bule maka bisa  membawa berkah atau keselamatan.
Tak hanya di Surakarta, di keraton Yogyakarta setiap tahun juga mengadakan tradisi malam satu Suro dengan cara mengarak benda pusaka dan gunungan hasil bumi mengelilingi benteng keraton yang diikuti oleh ribuan warga Yogyakarta dan sekitarnya. Selama melakukan ritual mubeng benteng tidak boleh berbicara, innilah yang dikenal dengan istilah tapa mbisu mubeng benteng. Gunungan setelah diarak akan diperebutkan masyarakat yang dipercaya bila mendapatkan akan diberikan kesehatan dan kemudahan rejeki.
Sementara itu di pelabuhan Gilimanuk-Bali terdapat tradiri melarung kepala kerbau yang bertujuan agar kapal yang menyeberangi lautan diberi keselamatan dan hasil ikan yang melimpah.

Percaya atau tidak hingga kini memang masih banyak masyarakat yang menjalani ritual turun temurun ini. Selama ritual tidak menyimpang dari ajaran agama sebenarnya sah-sah saja, namun jika ritual yang dilakukan dengan niatan menyembah hal lain selain Tuhan tentu seyogyanya segera ditinggalkan.
Terlepas dari mitos yang beredar dalam masyarakat Jawa berkaitan dengan bulan Suro, namun harus diakui bersama bahwa instruspeksi menjelang pergantian tahun memang diperlukan agar lebih mawas diri.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar