^-^
Daun yang jatuh tak pernah membenci angin, dia memberikan dirinya jatuh begitu saja. Tak melawan, mengikhlaskan semuanya. Bahwa hidup harus menerima, penerimaan yang indah. Bahwa hidup harus mengerti, pengertian yang benar. Bahwa hidup harus memahami, pemahaman yang tulus. Tak peduli lewat apa penerimaan, pengertian, pemahaman itu datang. Tak masalah meski lewat kejadian yang sedih dan menyakitkan. Biarkan dia jatuh sebagaimana mestinya. Biarkan angin merengkuhnya, membawa pergi entah kemana.
^-^
Orang yang memendam perasaan seringkali terjebak oleh hatinya sendiri. Sibuk merangkai semua kejadian di sekitarnya untuk membenarkan hatinya berharap. Sibuk menghubungkan banyak hal agar hatinya senang menimbun mimpi. Sehingga suatu ketika dia tidak tahu lagi mana simpul yang nyata dan simpul yang dusta.
^-^
Dia bagai malaikat bagi keluarga kami. Merengkuh aku, adikku, dan ibu dari kehidupan jalanan yang miskin dan nestapa. Memberikan makan, tempat berteduh, sekolah, dan janji masa depan yang lebih baik.
Dia sungguh bagaikan malaikat bagi keluarga kami, tak pantas. Memberikan kasih sayang, perhatian, dan teladan tanpa mengharap budi sekali pun. Dan lihatlah, aku membalas itu semua dengan memberikan mekar perasaan ini.
Ibu benar, tak layak aku mencintai malaikat keluarga kami. Tak pantas. Maafkan aku, ibu. Perasaan kagum, terpesona, atau entahlah itu muncul tak tertahankan bahwa sejak rambutku masih dikepang dua.
Sekarang, ketika aku tahu dia boleh jadi tidak pernah menganggapku lebih dari seorang adik yang tidak tahu diri, biarlah... Biarlah aku luruh ke bumi seperti sehelai daun... daun yang tidak pernah membenci angin meski harus terenggutkan dari tangkai pohonnya
"Daun yang jatuh tak pernah membenci angin; Tere Liye
Tidak ada komentar:
Posting Komentar