Tepat seminggu yang lalu sekitar jam 14.00 baru nyampe kantor aku mendapat kabar dari ade kalau ayah putra meninggal. Padahal waktu siap-siap berangkat kerja seorang tetangga datang kerumah dan bilang sama ibu kalau ayah Putra keadaannya sudah parah dan pas ibu menengok dan memegang tangan dan kaki sudah dingin cuma badan masih agak hangat, oleh beberapa tetangga laki-laki langsung dibawa kerumah sakit agar mendapat penanganan yang lebih dari dokter, namun setelah sampai di rumah sakit dokter bilang bahwa ayah Putra sudah meninggal sejak berada di rumah. Memang ayah Putra sakit sudah lumayan lama namun yang kita tau beliau sakit bronkitis namun sebelum lebaran tiba katanya sudah sembuh, namun masih obat jalan dan setiap hari banyak obat yang dikonsumsi, lebaran kemaren orangtua Putra juga silaturahmi kerumahku dan memang keadaannya masih lemah waktu salaman juga tangannya masih dingin. Keluarga aku sama keluarga Putra memang sudah dekat karena Putra juga sejak kecil suka main bahkan tidur dirumah sudah dianggap seperti anak sendiri, kebetulan juga rumahnyan hanya berada di depan rumah.
Selama berobat jalan banyak obat yang dikonsumsi dan kata istrinya kalau konsumsi obat badannya jadi bengkak namun jika tidak diminum akan sesak napas. Oleh ibu adeku disuruh melihat obat apa saja yang diberikan dokter takunya salah obat atau tidak cocok obatnya sehingga membuat badannya bengkak, adeku terkejut karena obat yang selama ini dikonsumsi merupakan obat yang digunakan untuk penderita penyakit jantung. Terang saja pada kaget karena almarhum orangnya sangat tenang, saat kecelakaan mobilnya menabrak motor saja ditanya bapak enggak ada rasa deg degan atau pun gemetar maupun panik seperti kebanyakan orang setelah mengalami kecelakaan masak iya punya penyakit jantung. Jika penyakit jantung otomatis makanan yang dikonsumsi harus lebih berhati-hati lagi gak boleh sembarangan apalagi makan asal-asalan di pinggir jalan. Kata bapak memang awalnya almarhum sakit jantung dan paru-paru namun paru-parunya sudah sembuh tinggal penyakit jantung saja.
Saat mendengar berita duka itu yang ada di dalam otakku langsung terpikir Putra... Putra... dan Putra....., entah bagaimana keadaannya, membayangkan semua yang terjadi membuat air mata ini tak dapat dibendung apalagi saat sms sama adeku untuk mengetahui keadaan dirumah duka benar-benar tak dapat kibayangkan. Putra hanya diam membisu dan melihat terpaku melihat kakak, ibu dan sodara-sodaranya yang menangis karena sedih ditinggalkan ayahnya. Entah anak itu mengerti apa enggak kalau dia sudah tidak punya ayah lagi.
Saat pulang kerja jam 22.30an depan rumah sudah ada karangan bunga dan masih dipadati banyak teman-teman almarhum yang kemungkinan dari dosen dan mahasiswa dimana ayah Putra mengajar. Aku melihat Putra yang saat itu tidur di rumah dengan wajah sayu penuh kesedihan disana. Walau masih usia 6 tahun namun Putra sepertinya sudah tau tentang apa yang terjadi, aku akui dia anak yang tegar tak ada air mata hanya memendam kesedihannya dalam hati. Malam itu Putra tidur tidak tenang, sering kaget dan bangun-bangun langsung duduk melihat sekeliling seperti orang bingung lalu kembali tidur lagi. Biar tidak merasa sendiri Putra tidur diapit oleh ibu dan adeku, ini agar dia merasa tenang tidak sepi dan tidak merasa sendirian.
Pagi-pagi bangun tidur pun Putra masih bisa cerita keadaan ayahnya sebelum meninggal, " ayah waktu belum meninggal tubuhnya berubah-berubah tadinya kuning jadi biru lalu sebelum meninggal seperti orang cegukan". Mungkin itu saat dimana rohnya keluar dari raga. Bahkan putra sempat bertanya padaku :
Putra : " Li kamu nanti dak ikut, ayah mau dimakamin di desa rumah nenek" dengan wajah lelah sambil melihat film kartun di televisi.
Aku : "ya ikut lah....."
Putra : " tapi rumahnya jauh buanget lurus... terus... teru... belok kanan teruuuuuuuus.... jauh buanget. Jalannya jelek jembatannya belum jadi"
Aku : "ya gapapa, aku pengen liat rumah mbah putra...."
Putra : " nanti capek lho Li....."
Aku : "kalau capek nanti malam pijitin ya, nanti gantian putra aku pijitin. Kesananya kan bareng-bareng pake mobil pak dhe (ayah aku)"
Putra : " Li pulang ya...." setelah melihat beberapa karangan bunga yang ada di depan rumahnya
Adeku : " kok pulang ayo mandi dulu...., pulang nanti kesini lagi ya mandi "
Benar saja karena penasaran dengan rangkaian karangan bunga yang ada di depan rumah, Putra pun mendekati dan membaca tulisan yang ada di sana.
Dari sejak ayahnya meninggal Putra sebentar-sebentar menengok jenasah bahkan saat jenazah diberangkatkan ke desa Putra tidak mau ikut di mobil keluarga aku malah memilih ikut ambulan jenazah yang tentunya tidak nyaman dan desak-desakan. Berjalanan yang butuh perjuangan karena desanya memang jauh dan jalannya juga masih tanah bebatuan yang gersang walau banyak tanaman jati di kanan namun masih tetap panas, aspal yang hanya ada beberapa meter itu juga sudah rusak. Wah seperti petualangan, jalan yang naik turun bahkan karena jembatan masih diperbaiki sehingga harus berjalan memutar melewati jembatan kecil dan menyeberang sungai yang saat itu sedang kering, sampai-sampai bus yang ikut rombongan harus menurunkan penumpangnya terlebih dahulu karena tidak dapat berbelok akibat jalan sempit yang di kanan kirinya ada pohon jari dan pohon kelapa.
Selama prosesi Putra selalu ada di dekat jenazah bahkan saat jenasah di semayamkan di peraduan terakhir pun putra penasaran dan melongo-longok apa saja yang dilakukan di dalamnya. Banyak pelayat yang tanya padaku apakah Putra mengerti jika ayahnya sudah meninggal (aku yang saat itu menjaga putra), dengan bangga aku jawab iya dia tau, "apakah dia menangis....???" tidak, hanya memendam kesedihan untuk dirinya saja.
Selamat jalan Bapak Dr. Daman M S.Pd, tenanglah disana dan semoga amal dan kebaikanmu menjadi jembatan menuju surgaNYA. Keharuman namamu untuk memajukan kampung ini menjadi bukti bahwa beliau adalah seorang yang istimewa. Titel S3 yang beliau sandang tak membuat beliau tinggi hati dan sok berkuasa, seorang yang sederhana dan baik hati. Selamat jalan doa kami disini menyertaimu. Aamiin ya Robbal Allamin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar