Memiliki partner kerja yang bisa saling pengertian itu menyenangkan, namun beda cerita jika partner kerjanya tidak bisa saling ngerti hingga tidak bisa diajak gantian yang ada hanya mementingkan dirinya sendiri, jika itu terjadi bakal kacau.
Seperti cerita yang dua hari ini aku dengar ketika ada teman yang ingin tukar jam sebut saja namanya (A) biar ga ada yang tersinggung, (A) ingin tukar jam karena ada acara di rumahnya. Sebenarnya (A) sudah tau jika temannya ini ga akan mau, eeh bukan ga mau tapi mencari alasan menolak, karena ketika (A) bilang ingin tukar jam si teman ini sudah meng 'IYA-kan' namun malam atau hari berikutnya si teman ini akan bilang ga bisa. Selalu begitu jika dimintai tolong untuk tukar shift, namun yang mengherankan alasan selalu sama.
***
Lain cerita dengan cerita yang satu ini dimana dalam suatu bagian yang terdiri dari 3 orang dengan jam kerja yang di buat berbeda untuk menghindari kekosongan. Karena sekarang sudah mendekati perayaan natal sehingga untuk yang beragama nasrani bakal sibuk merayakan bersama keluarga dan orang-orang terdekat juga pastinya akan banyak kegiatan baik di gereja maupun di rumah yang akan di ikutinya, untuk itu mereka akan mengajukan cuti jauh-jauh hari agar liburan mereka tidak terganggu dengan berbagai macam urusan kantor. Sejenak melepas pengat dengan rutinitas yang selama ini banyak menyita waktu.
Bila dari 3 orang dua orang diantaranya menganut keyakinan yang sama lalu apa jadinya....? Tentunya mereka akan mencoba mengajukan cuti bersama, lalu siapa yang menggantikan jam kosongnya, tidak mungkin juga 1 orang akan kerja over time. Ya bisa seh kalau over timenya hanya 1-2 jam tapi jika sampai 8 jam apa iya mau, kalau aku ogah lah..., sedangkan selain kerja juga punya tanggungan lain yaitu keluarga yang harus di urus, terutama anak yang masih kecil.
Jadi bagaimana jika sudah begini...?! Apalagi keduanya tidak ada yang mau mengalah, karena mereka ingin pulang ke kampung halaman sudah seperti bang Toyip aja ya. Si (B) sebut saja begitu dan si (N) saling berebut minta cuti natal, ini sudah perjanjian kerja dari awal jika di bagian ini tidak mengenal libur nasional yang ada mengikuti kalender pasar dunia yang tak pernah off. Oke, keduanya mengajukan cuti bersama ke boss namun si (B) ngotot ingin cuti dengan alasan sudah beli tiket jauh-jauh hari, hingga sangat berat hati (N) mengalah meskipun dengan berjuta rasa gondok yang ga berkesudahan.
Berada di tengah-tengah situasi seperti ini sangat ga mengenakkan. Tidak tau harus bagaimana bersikap kepada keduanya takut dianggap memihak dan bisa-bisa malah mereka salah sangka, sedangkan mana enak seh kerja dengan suasana hening (seperti upacara bendera sesi mengheningkan cipta) dengan muka di tekuk semendung-mendungnya melebihi suasana di pagi ini. Apa jangan-jangan awan hitam di pagi ini imbas dari pertengkaran mereka ya, oooh no lalu bagaimana nasip cucianku dirumah..., cucian kemaren belum kering ditambah sekarang mentaripun enggan datang semakin menumpuk jemuran dirumah. Masa iya seh cucianku harus di panggang biar cepat kering, cucianku jadi ikan asap donk. Kalau begini aku ikut menggalau karena kalian aaah CLBK dah, Cucian Lama Belum Kering.
Sebenarnya sudah ada perjanjian dari awal bila libur natal itu gantian namun entah mengapa kali ini bisa jadi runyam begini, kalau perhitunganku tidak meleset tahun ini giliran (N) untuk cuti namun (B) memiliki trik jitu dengan membeli tiket pesawat jauh-jauh hari selain mencari murah juga. Sudah 7 kali berturut-turut (B) tiap natal mengajukan cuti dan sekarang pun juga sama tanpa menanyakan bahkan meminta persetujuan yang lain ikut-ikutan mengajukan cuti, beli tiket secara diam-diam. Karena rasa kasihan yang terdesak inilah mungkin yang akhirnya membuat (N) mengalah.
Hmmmm..., sebenarnya bisa saja di bagi rata. Begini natal tanggal 25 setahuku kegiatan natal itu ada sebelum hari H dan sesudahnya jadi mengapa ga ambil cuti tanggal 23-24 dan 25-26 nah kalau begini adil kan semua bisa mengikuti acara gereja, biar deh aku mengalah mengikuti jadwal kalian mau masuk apa pun jadi anggap memberi kesempatan teman untuk merayakan hari besarnya.
Tapi sepertinya mereka sudah di butakan ego, menganggap cuti adalah hak yang bisa diambil kapan saja. Iya benar cuti adalah hak karyawan namun bukannya kita ini satu team yang ga bisa jalan sendiri-sendiri. Dan parahnya (B) ambil cuti natal sampai tahun baru tiba, 6 hari kerja bayangkan. Aku ga masalah namun suasanya sekarang tidak kondusif, aku tidak suka dengan keadaan seperti ini di satu ruangan yang hanya diam-diam an. Ditambah muka yang dilipat-lipat seperti cucianku yang belum sempat di setrika. Tidak hanya itu sempat-sempatnya lho (B) koar-koar tidak hanya pakai pengeras suara di masjid tapi di sosmed dengan memasang status tentang kekesalannya, kalau sudah begini tidak hanya satu kampung yang tau bahkan seluruh pelosok negeri ini pun tau, dan orang-orang itu pastinya akan melihat sekilas tanpa tau permasalahan yang sebenarnya dan mereka membela teman yang di kenalnya sedangkan si obyek tentu saja merasa berada di pihak yang benar, lalu.... komentar-komentar yang berdatangan bisa saja bagai bara yang terkena angin, kemarahan tidak mereda malah semakin berkobar.
Mudah-mudahan saja ini hanya berlangsung beberapa hari, karena takutnya mereka akan saling diam dalam waktu yang lama malah bisa saja terjadi saling dendam, trus apa jadinya diriku nanti bekerja dengan orang-orang yang tak sepaham dan memiliki ego diatas kepentingan bersama bisa-bisa aku lagi yang jadi tumbal dari kediaman mereka.
Apa yang harus aku lakukan untuk mencairkan suasana, dari tadi ingin ngajak ngobrol tapi liat mukanya jadi keder sendiri ga enak di lihat. Aaah hanya bisa berharap dengan doa semoga ketegangan antara kedua belah kubu yang berseteru dalam memperjuangkan hak bisa cepat mencair. Aamiin...
siang menunggu alarm dari jam yang mati
Tidak ada komentar:
Posting Komentar