Setelah kurang lebih 3 jam perjalanan akhirnya sampai juga di desa kelahiran bapak, namun langsung menuju ke pusaran terlebih dahulu karena nanti jika sudah sampe di tempat bu dhe bisa kelupaan saking asiknya ngobrol. Kalau tujuan awal sudah terlaksana tinggal santai ngobrolnya. Dan kali ini satu keberuntungan karena kedua kakak sepupuku pulang dari perantauan, asiiiik ada oleh-oleh. Hmmmm... makin tampan dan tambah putih saja kedua kakak ku ini. Di rumah bu dhe juga sudah ada kedua ponakan kecilku Anggel dan Nail yang tambah lucu dan menggemaskan, tapi masih kurang dua yang ga hadir (Jonas, Noah ante datang).
Setiap ngumpul selalu rame dengan cerita yang seakan tak ada habisnya. Meskipun kami sudah menyebar di berbagai kota yang berbeda dan sibuk dengan urusan masing-masing namun ketika bertemu seperti sekarang semua lenyap yang ada hanya kebersamaan. Ga ada istilah jaim-jaiman, masih ramai seperti dulu, hanya saja sudah tidak seheboh biasanya namun masih saja saling jahil. Kelucuan dari kedua ponakan yang pinter dan ga bisa diam menjadi hiburan tersendiri, sementara yang cowok sibuk dengan urusan batu akik, sedangkan yang cewek memilih bermain dengan ponakan-ponakan yang begitu aktif dan menggemaskan.
Kali ini ada pemandangan lain, di depan rumah aku bisa melihat petani yang lagi sibuk memanen padi. Kebetulan rumah bu dhe seberang jalan raya sudah sawah, bila musim tanam tiba bakal melihat luasnya hamparan permadani hijau yang menyejukkan mata. Sungguh luar biasa meskipun matahari sudah ada di atas ubun-ubun namun mereka masih saja semangat menyelesaikan hasil panennya untuk diangkut ke rumah.
Lumayan juga berada di rumah bu dhe dan saatnya undur diri gantian menuju tempat kelahiran ibu. Sebenarnya masih enggan pisah dengan ponakan juga belum cerita-cerita dengan kakak-kakakku karena sejak datang mereka sudah pada sibuk dengan batu-batu warna arni itu. perjalanan kurang lebih 1½ jam untuk sampai ke desa ibu. Aku sangat menikmati perjalanan karena mata ini dimanjakan dengan pemandangan hamparan sawah, awan di langit biru juga kegiatan masyarakat menjelang ramadan. Di tempat kelahiran ibu masih sangat kental suasana pedesaannya. Aku masih mendengar suara alat-alat tenun, suara sapi di depan rumah juga tanaman yang sering di jumpai yang menjadi pagar, ciri masyarakat pedesaan. Sejuk dan teduh, semilir angin dari dedaunan tertiup angin yang tumbuh di sekitar pekarangan masih sama seperti ketika aku kemari sebelum-sebelumnya.
Entahlah aku sangat menyukai suasana pedesaan bahkan seperti sudah melekat dalam diriku, angin, langit, dan pepohonan itu sudah cukup menyeretku ke masa lalu seperti aku tertarik ke suasana pedesaan yang sangat damai dan tenang. Aku selalu merindukan hal itu.
Selain ke makan leluhur ibu sebenarnya ibu ingin menepati janji beberapa waktu lalu ketika pergi ke desa sendiri bahwa salah seorang sodaranya ingin melihat anak dan suaminya, makanya kali ini mampir ke Jalin juga penjadi tujuan utama, karena mengingat sodaranya ini sudah sakit strok bahkan sudah "ngobrok" (maaf, buang air besar ataupun ngompol di celana) namun masih kuat jalan meskipun dengan bantuan kayu sebagai penyeimbang. Bahkan waktu ke sana beliau di rumah sendirian istrinya sedang ke warung untuk membeli obat. Memang biasanya mereka hanya berdua sementara anak-anaknya sudah berumah tangga dan tinggal di kota lain. Mengunjungi 3 rumah di tempat yang agak berjauhan cukup memakan waktu dan kami pun pulang dengan barang bawaan yang cukup menyita bagasi. Sudah cukup sore kami pulang, perkiraan sampai rumah jam 7 malam, semoga ga ketinggalan untuk nonton motogp.
Udara di luar panas namun hijaunya daun yang bergoyang-goyang sepertinya sedikit mengobati gerah di badan. Ya sepertinya begitu karena aku kan di mobil jadi ga ngerasain langsung, melihat sawah ingin rasanya jalan di pematang dan duduk-duduk di pingirnya (satu hal yang dulu sering aku lakukan dan sampai sekarang itu menjadi hal indah dalam hidupku, sawah). Sesekali kamera hp ku mengabadikan hamparan sawah yang dilewati juga beberapa hal yang menurutku bagus. Kebiasaan yang selalu ada, mungkin terlihat aneh buat sebagian orang apa bagusnya sawah, awan, dan beberapa hal lain ya entahlah aku suka saja. Perjalan pulang sepertinya lebih berat dibanding waktu berangkat karena harus melewati jalan yang macet panjang, bukan padat merayap namun sudah berhenti di tempat. Dan sampai di rumah bukan langsung bersih-bersih badan tapi hal utama yang aku lakukan adalah menyalakan televisi dan nonton motogp. Untung belum selesai ya meskipun sudah kelewat beberapa lap tapi lumayan lah dari pada harus melihat siaran ulangnya di youtube.
Oh ya ada yang sedikit mengganggu pikiranku, ketika melihat foto-foto jepretanku selama seharian ini ada satu foto yang membuatku berpikir bahkan sampai melihatnya berkali-kali, membandingkan sampai memperbesar agar lebih jelas. Di mana dalam foto itu seperti ada 2 titik hitam seperti mata. Awalnya mungkin itu noda di kaca mobil tapi di foto sebelumnya tidak ada noda sama sekali, mungkin daun kering yang lepas dari ranting dan terbawa angin..., bisa saja begitu tapi jika daun akan ada warna atau setidaknya bukan hitam begitu lagian ini dua titik hitam jaraknya berjauhan sedangkan aku ingat betul pohon di tepi jalan berjajar beberapa pohon dan ada jarak baru ada deretan pohon lagi. Jika itu blur dari daun yang terbang kenapa jaraknya begitu jauh dari pohon...?! Setiap melihatnya membuat sedikit gejolak dalam tubuhku yang sepertinya terusik dengan titik hitam itu. (14/06)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar