Aku suka berlama-lama dibawah pancuran. Air yang membasahi rambutku
seakan bisa masuk menyejukkan isi kepala yang mulai panas dan
membersihkan otakku. Di bawah pancuran ini otakku mengadu bercerita
tentang segala hal yang terjadi yang tak bisa aku ceritakan kepada
tembok kamar sekalipun.
Bagai adonan roti yang lengket,
air pancuran ini menyihirnya hingga menjadi adonan dari lengket dan
menggumpal hingga bisa dibentuk menjadi kue berkarakter. Tak ada solusi yang
aku dapat namun setidaknya aku bisa berbagi dengannya tanpa perlu
hawatir akan berbicara kepada yang lain ataupun menyerang karena seringnya
aku mengadu padanya. Aku hanya butuh di dengar bukan mendapatkan ceramah
panjang lebar ataupun penghakiman, aku bisa menemukan solusiku sendiri
ketika segala unek-unek yang berjejal bisa keluar. Seperti halnya mulut
yang penuh makanan yang terkadang membuatku tersedak, aku tak butuh air
untuk mendorong makanan itu masuk hanya memuntahkan agar semua isinya
keluar dan legalah sudah.
Air pancuran ini pula lah
yang selama ini memberikan pelukan untukku, meskipun dingin tapi hanya
dia yang sudi merengkuhku disaat kubutuh. Aku bisa berlindung, bahkan
tak jarang air dari sudut mata ini pun ikut menyatu bersama tetesan air
yang keluar dari pancuran, semuanya terselubung hinggaku bisa berkilah
ketika sisi lain diriku bertanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar