Tadi pagi ketika ingin membuka jendela kamar aku melihat sosoknya lagi asik bermain tali. Lama aku memandanginya sambil dalam hati dilingkupi rasa kangen, sudah lama aku ingin memeluknya, sekedar menghilangkan rasa kangen yang menyelimutiku setiap kali melihat sosok mungilnya.
Putra sekarang sudah besar, dan bertambah kurus. Mungkin inilah yang membuatku miris, melihat dia kurus. Ya memang tak baik juga bila memiliki badan gemuk tapi coba bayangkan dari bayi sampai usianya menginjak 8 tahun tak pernah sekalipun melihat dia kurus seperti sekarang, bahkan baju yang dia pakai kadang saingan dengan ukuranku, jadi mudah saja jika membelikan baju. Tinggal pilih ukuran orang dewasa dipastikan ga bakal kebesaran ataupun kekecilan. Tapi sekarang putra bertambah kurus. Rasanya ingin berlari padanya dan memeluknya tapi bila itu aku lakukan pastinya akan membuatnya takut padaku.
Sejak putra masuk kelas tiga ia sudah tak pernah lagi main kerumah. Dan tadi pagi disela memandanginya dari balik jendela aku teringat pembicaraanku dengan bapak semalam dimana bapak melihat Putra yang sekarang kurus juga merasa kasihan. Apalagi bapak teramat sayang padanya, selalu teringat dengan bocah kecil yang kini sudah mulai tumbuh dewasa ini.
"Kalau lihat Putra kasihan, sekarang tambah kurus"
"Sekarang tidak mau disuruh kesini kok"
"Tidak boleh sama ibunya. Kalau main kesini dimarah-marahi bahkan di pukul"
"Di ajak ibu main kesini ga mau, bahkan ibunya juga menyuruhnya main kesini tapi Putranya yanga ga mau"
"Kalau main kesini dimarahi sama ibunya jelas saja anaknya takut"
"Tapi, kalau ketemu sekarang juga diam saja, bahkan jika mau lewat gitu tau malah milih menghindar pura-pura belok lah, nunggu sambil jalan pelan-pelan lah, bahkan kadang malah ngumpet"
"Makanya itu Putra itu tidak boleh main kesini sama ibunya, dikirain kalau kesini minta ini itu, padahal sini yang ingin membelikan bukan karena Putra yang minta"
Sejak Putra tidak pernah lagi main kesini tubuhnya semakin kurus. Kalau disini dia tak pernah berhenti ngemil, bayangkan kalau tidak ada jajan di bela-belain pergi membelikannya sekantung plastik jajan kesukaannya, kadang juga menyuruhnya beli jaajan sendiri di warung itu juga masih susu sehari 3 kali dan dibuat agak kental. Putra disini sudah seperti anak kesayangan bahkan perlakuan orang tuaku malah melebihi kepada anak-anaknya sendiri kalau sama putra.
Semalam bapak juga mengatakan bila sekarang keluarganya sedang berada dalam masalah keuangan, ibunya tidak memegang uang karena uang pensiun yang seharusnya di terima beberapa kali tidak keluar dan sekarang ini baru di urus
"Enggak keluar bagaimana..." Dengan sedikit ga mengerti ya sebenarnya takut ada kesalah pahaman dengan penalaranku terhadap kata-kata bapak.
"Ya enggak keluar, jadi dari pengurusnya memang tidak dikeluarkan. Mungkin tidak ada ini (sambil membuat tanda dengan ibu jari dengan jari telunjuk yang artinya 'uang') tapi ini masih di urus kesana"
"Lho bukannya yang mengurus itu adiknya Pak Daman yang guru"
"Bukan, yang ngurusi teman-teman kerja suaminya. Adiknya pak Daman malah ga ngerti apa-apa". Aku hanya bisa terdiam mendengar penjelasan bapak.
"Sekarang ibunya Putra kalau beli beras cuma ½ kilo, bapak pernah liat bu Daman pagi-pagi bawa sekantung plastik kecil dari warung ternyata beli beras. Bayangkan beli beras saja sampai ngecer, malah kadang Putra yang di suruh beli. Kalau membayangkan ngeri"
"Lha sudah gitu juga tidak mau usaha, kan bisa jual pop es, atau kalau ga buat roti trus di titip-titipkan buat nambah-nambah".
"Makanya itu. Tapi juga ga nyalahin juga, hidup kaya gitu tekanan lho, jangankan buat beli yang lain buat makan besok saja masih mikir. Kamu belum pernah ngerasain tidak punya uang masih harus bayar ini, bayar itu, belum mikir makan juga. Bapak kan juga gitu kerja dapat uang untuk bayar ini, bayar itu, buat makan kadang ga dapat uang tapi masih harus mikir bayar macam-macam. Kalau di pikir bikin pecah kepala"
"Kamu belum pernah ngerasain ga punya uang tapi juga harus mengeluarkan buat memenuhi kebutuhan jadi ga bisa membayangkan. Bapak saja kalau ngerasain tidak punya uang kepala rasanya mau pecah, budrek"
"Kalau cuma ga punya uang sudah pernah. Lagi ga punya uang sedangkan saat itu lagi pengen beli sesuatu banget pernah kok. Bahkan tidak punya uang, tabungan juga ga ada isinya juga pernah. Ya memang pusing seh"
Mungkin pikir bapak aku masih tinggal ikut orang tua sehingga hasil kerjaku semua aku nikmati sendiri, ya pemikiran bapak tak jauh beda dengan pemikiran teman-teman yang lain dan aku juga yakin semua orang juga akan berpikiran sama seperti itu bila melihatku namun ingat kah tentang 'wang sinawang' pepatah Jawa yang artinya mungkin kita melihat hidup orang lain lebih enak dibandingkan kita begitu juga sebaliknya, dan itulah yang aku pikirkan pada saat itu. Saat itu aku ingin bercerita sesuatu kepada bapak, lebih tepatnya mebuat alibi bahwa aku pernah berada di posisi seperti itu tapi aku urungkan, aku ga mau membuat bapak sedih dan aku juga ga mau dikasihani, bisa-bisa malah bapak menjadi kepikiran bahkan menjadi beban bapak biarkan di mata bapak aku menjadi putri yang baik dan tak pernah kekurangan dalam hal apa pun. Cukup buatku sudah menjadi kelebihan dari yang seharusnya.
Mungkin yang membedakan disini bapak yang penghasilan setiap harinya tak menentu pastinya jauh lebih pusing mencukupi kebutuhan yang seabrek dibanding aku yang gajinya sudah pasti tiap bulannya jadi mau ngapa-ngapain ya mentok segitu kagak bisa di otak-atik sehingga harus benar-benar pintar mengelola dengan membuat pos-pos pengeluaran biar mudah perhitungannya. Sedangkan bapak harus giat bekerja agar dapur bisa ngepul dan bisa memenuhi kebutuhan hidup keluarga. (07/12)
Ayahku hebat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar