Bila mau tidur jangan lupa berdoa. Sebuah himbauan yang tentunya sejak kita masih kecil sudah diajarkan oleh orang tua dengan tujuan agar ketika tidur tidak bermimpi yang aneh-aneh.
Sepertinya aku tadi enggak berdoa sebelum tidur lagi setelah sholat subuh. Aku mimpi sedang pergi bareng-barang dengan teman kantor ga tau tujuan ke mana namun waktu itu aku satu mobil dengan Prima, Esti, bu Rena dan satu orang pria yang berperan sebagai sopir. Naik mobil bagus warna hitam dan di tengah perjalanan mobil kita berhenti, naluri sebagai seorang cewek yang suka selfi kami pun turun dan dan berfoto-foto hingga mobil yang kita tumpangi meninggalkan tanpa menunggu kami berlari mengejar namun yang mampu kembali ke mobil hanya bu Rena sedangkan yang lain kempis-kempis kecapek-an hingga akhirnya menyerah, menunggu mobil rombongan yang lain lewat tapi ga sabar nunggu hingga kita memutuskan untuk naik becak. Tidak ada kehawatiran malah kami menikmati perjalanan diatas becak yang kita naiki bertiga.
Melewati jalan perkampungan yang sempit kami masih sempat berfoto-foto. Prima yang ingin berfoto bersama namun ga mau mengambil hp nya sepertinya memang ga ingin menggunakan hpnya dan memintaku untuk meminjamkan hpku padahal hp kita sama namun tetap saja dia ga mau menggunakan hpnya, begitu juga aku yang ga ingin hpku digunakan orang lain hingga memberi usul untuk menggunakan hpnya Esti. Tapi tetap saja berujung hp ku yang aku kasih ke Prima dan mulai berfoto bersama. Baru satu jepretan mata kita sudah di suguhkan oleh pemandangan di samping kanan dimana anak-anak lagi bermain. Begitu bahagia, lalu aku ingin mengambil foto anak-anak yang lagi bermain di jalan dan beberap anak yang ada di teras rumah. Namun hp ku kan di bawa Prima sedangkan di minta tidak boleh dia yang akan mengambil gambar anak-anak itu namun rasa tidak puas dengan hasil fotonya selam ini lah yang akhirnya dengan tanpa ijin mengambil hp prima yang ada di tas ransel. Ga sulit nyarinya karena tas itu tepat berada disampingku aku mengambil hp namun ketika tangan baru masuk ke tas tiba-tiba kantong luar pembungkus tas robek berantakan sepertinya sudah lama banget hingga jika tersenggol sedikit akan hancur. Mungkin ini alasan ga mau menggunakan hpnya, takut plastik luarnya hancur.
Hp pink. Sedikit heran juga antara ingin mengembalikan tapi ingin memotret momen indah yang jarang di jumpai. Tanpa sepengetahuan Prima aku mengambil foto pemandangan di sekitar beserta tingkah polah anak-anak kecil yang menggemaskan. Prima masih asik mengambil gambar dengan arahan Esti. Aku hanya mengambil beberapa gambar lalu menaruh hp pink itu kembali ke tas.
Esti : "Anak-anaknya ngegemesin"
Prima : "Iya lucu-lucu"
Esti : "Itu yang sebelah sana cepet foto in, aku suka dengan anak kecil"
.........
Pembicaraan mereka seperti dialog yang tak bisa berhenti sambil sibuk foto sana sini. Setelah mengambil beberap foto aku pun menaruh kembali hp pink itu ke tas tapi melihat plastik pembungkus yang sudah lapuk kini berantakan hingga isi di dalamnya terlihat semua aku pun menegur dan memberitahu ke pemilik tas namun bukan terkejut atau mengumpulkan isinya malah cuek saja membiarkan semuanya berantakan. Esti yang melihat pun ikut berkomentar sambil memunguti melihat temannya itu disanalah jiwa Prima tergerak dan ikut mengambil barang-barang yang berantakan di luar untuk di pindahkan ke saku yang lain.
Pak berhenti tiba-tiba menyuruh tukang becaknya berhenti dan kami bertiga turun dan melanjutkan perjalanan dengan menggunakan angkot. Di angkot aku duduk tepat di depan pintu menyuruh pria yang tadinya di depan pintu untuk masuk. Bergelantungan seperti seperti kernet angkutan umum. Kadang berdiri berpegang pinggiran atap bagian dalam angkot lalu duduk di bawah, disana aku merasa senang. Sementara yang lain ada di dalam masih bisa bercanda dan melanjutkaa salfi dan aku sudah ga peduli dengan yang mereka lakukan. Hingga di tengah perjalanan aku melihat tepian pantai, dari kejauhan melihat birunya air laut dengan karang terjal juga suara ombak yang menjanjikan kedamaian.
Akhirnya kami ketemu dengan mobil rombongan yang kami tumpangi lagi berhenti untuk menunggu rombongan yang lain. Kami pun kembali ikut mobil rombongan karena sedikit seram juga melihat jalan yang harus di lewati. Seperti di puncak rolkoster dimana turunan curam sudah menanti di depan mata, iya kalau rem angkot bagus kalau remnya blong usai cerita. Pantai bukan tujuan perjalanan hanya kebetulan lewat. Mobil kembali melayu di jalan turunan yang sangat curam, kita menanti di pinggir pantai. Dan ketika sudah sampai di pantai si sopir turun menuju warung yang ada di pinggir pantai untuk mencari kopi sementara yang lain masih tetap di mobil sambil makan perbekalan yang dibawa.
Tiba-tiba aku membuka pintu dan meeghambur ke luar, menuju tepian pantai di sela-sela lapak para pedagang. Mencari-cari sesuatu hingga mata terpana dengan birunya air laut dan lamunan pun pudar dengan sapaan penjual yang menawarkan dagangannya "cari apa mbak..." melihat sekeliling lapak penjual namun ga ketemu yang aku cari "enggak bu, ini mau buang sampat. Tempat sampahnya dimana ya?!." jawabku menanggapi tawaran dari si ibu penjual. "Itu disebelah sana" jawab si ibu penjual sambil menunjuk ke arah pinggir tanah lapang. Melihat yang di maksud si ibu aku pun berlari untuk membuaag sampah yang dari tadi aku pegang. Dari sana aku melihat tempat sampah di dekat mobil kami yang kami tumpangi. Gila disana yang lebih dekat ada kenapa ga melihat rutukku kepada diri sendiri.
Aku melihat teman-teman yang lain pada turun dari mobil berjalan menuju ke warung. Memandangi kemana mereka pergi yang arahnya ke warung-warung sekitar sana, aku tak mengikuti mereka dan tiba-tiba tersadar jika tadi aku turun dari mobil dengan telanjang kaki tidak memakai alas kaki. Entah dari awal aku ga mengenakan alas kaki atau memang tertinggal ketika turun dari mobil untuk buang sampah. Banyak juga penjual sofenir dan langkahku menuju ke salah satu toko penjual asesoris.
"Mba sendal ada ga" tanyaku kepada penjual yang ada di depanku.
"Sebelah sana silahkan pilih, murah saja. Banyak model yang bisa dipilih silahkan mba yang mana..." kata penjual
Aku melihat beberapa cewek yang sedang memilih-milih barang, "model seperti apa yang dicarinya dari tadi milih ga selesai-selesai" rutukku dalam hati melihat tingkah cewek yang ada di depanku. Melihat mereka sedang memilih sendal membuatku pusing.
Mataku tertuju pada sandal warna abu-abu yang agak mengkilat dengan hak yang lumayan tinggi. Aku ga suka modelnya tapi aku ingin beli yang ini.
"Mba yang ini berapa" tanyaku
"Dua puluh lima mba" jawab penjualnya
"Mahal bener. Ini awet ga..."
"Barang disini kualitas bagus, saya jamin"
"Lima belas saja ya"
"Wah belum dapet mba"
"Pasnya berapa..." tanyaku sambil meneliti sendal yang aku incar itu
"Dua puluh. Itu juga sudah murah mba"
Belum juga membayar aku melihat ada garis di sendal sebelah kiri di bagian kiri pas di sambungan talinya.
"Ada yang lain ga, ini sudah seperti ini. Tar kalau putus gimana"
"Dijamin, nanti kalau putus saya ganti" penjual itu meyakinkanku
Dan aku pun membayar dan memakainya. Baru juga telapak kaki, masuk tali sudah putus. Sesuai perjanjian aku minta di ganti tapi sudah ga ada stok yang aku suka. Lalu si embak penjual itu menawarkaa sendal tali-tali tanpa hak dan lebih ringan tapi bagus.
Aku pun mengikutinya mengaabil sandal yang di maksud. Bagus dengan tali serempang, ringan tapi ada yang ga aku suka yaitu warnanya pink. Namun berhubung tidak ada lagi sendal yang aku suka maka terpaksa menerima. Tapi ada satu masalah lagi aku ga bisa cara memakainya.
"Mbak ini cara pakainya gimana....???"
Si mbaknya mengajari terlebih dulu menjembreng sendal yang talinya elastis dan memasukkan kakiku dan mengaitkkan tali yang terjuntai di belakang ke arah depan hingga membentuk selempang.
"Cara mengaitkanny gimana mba?" Tanyaku lagi
"Tinggal dimasukkan saja mba"
"Kaya gini"
"Begitu boleh kaya gini juga bisa. Ya suka-suka saja mba yang buat nyaman gimana". Mba nya menjelaskan panjang lebar sambil mengajari cara mengaitkan.
Melihat teman-teman yang menuju ke satu warung yang cukup besar dan ada yang berteriak jika disuruh kumpul aku pun pergi dengan tergesa-gesa sambil membawa sendal yang kaitannya terlepas hingga menuju kesana dengan telanjang kaki dan sendal aku tenteng di tangan kiri. Di bangku bawah pohon depan warung aku mencoba memakai sendal yang belum berhasil cara mengaitkannya tapi kali ini aku berhasil mendapatkan cara agar kaitannya tidak mudah terlepas lagi. Lalu aku pun berjalan menuju rombongan yang lain tapi baru dua langkah kaki ku terhenti ketika melihat seseorang yang sudah lama tak berjumpa. Melihatku ia berjalan mendekat ke arahku sementara aku hanya terdiam terpaku. "Benarkah yang aku lihat" masih ga percaya dengan yang aku lihat.
"Ada apa kamu berdiri disitu..." seseorang pria dengan wajah ceria penuh semangat, tubuh tegap potongan rambut cepak namun sekarang agak putihan dan sedikit gendut.
Dan seketika itu tangisku pun pecah, aku merindukanya, aku pun berlari menghambur untuk memeluknya. Tangisku semakin kencang sudah tak peduli dengan orang-orang di sekitar sana. Pria itu memelukku sambil tertawa kecil. Dalam dekapan hangat beliau menenangkanku dalam tangis. Aku pun terbangun dengan tangis dan air mata membasahi pipiku. Masih terisak melihat kamar sudah terang dengan matahari yang masuk menerobos kaca jendela.
Seketika kenangan lama memenuhi pikiranku. Bagaimana begitu perhatiannya beliau kepadaku, yang selalu memperhatikanku, mendukung keputusanku dan juga mengajarkanku untuk berani. Masih ingat bagaimana kami berdua menelusuri ruangan gelap dan menerka-nerka setiap ruangan yang belum sepenuhnya jadi. Almarhum pak Nardi, semoga senyumnya sebagai tanda bahwa beliau sudah tenang dan bahagia disisiNya. Ketika mengurai mimpi ini pun air mata masih berjatuhan. Bapak ku yang baik tenanglah di surga aku percaya engkau selalu menjaga dan melindungi anakmu yang nakal namun yang sangat kau sayang ini. Terima kasih karena engkau bukan hanya rekan kerja namun juga orang tuaku. (30/06)
Coretan yang lalu