Tadi siang rencana awal ingin beli perdana internet yang habis sejak hari sabtu malam. Pagi menjelang siang, berangkatlah ke kios langganan mencari perdana internet. Ga makan waktu lama tinggal tunjuk dan angkut, karena kartu sudah di daftarin pihak kiosnya. Waktu mau pulang tiba-tiba saja keingat mau beli gunting gelombang, yah mumpung keluar sekalian saja biar sewaktu-waktu mau pake tidak bingung dan repot lagi mencari, sebelum hilang ide makanya bisa langsung eksekusi kerajinan tangannya saat ide bermunculan.
Toko perlengkapan jahit tidak terlalu jauh, ga nyampe 10 menit juga sudah sampe dan kebetulan toko tidak ramai pembeli, mungkin karena masih pagi kali ya makanya ga berjubal kaya biasanya. Ternyata harganya lumayan mahal, beberapa kali tanya waktu ke toko selalu saja kosong untuk yang ukuran kecil adanya gunting gelombang kain yang gede, tapi akhirnya aku beli juga mengingat butuh dan beberapa kali cari di tempat perlengkapan jahit lain juga kosong (waktu main ke toko perlengkapan jahit). Sekalian mau beli flanel tapi bingung mau beli warna apa, lagian flanel aneka warna yang di rumah juga masih tertata rapi di rak. Ginting sudah didapat, sudah di coba juga, saking gedenya jadi bingung sendiri nanti pakainya gimana yang kebayang malah gunting pangkas tanaman. Mungkin terbiasa gunain gunting imut liat gunting super jumbo makanya bingung sendiri. hehehehe....
Di parkiran ada adegan drama, si mas yang jaga parkir dikasih bungkusan makan siang sama perempuan (sepertinya penjual di sekitar sana juga), waktu ditanya harganya bilangnya ga usah alis gratis. Dan si masnya sukses dah jadi bulan-bulanan ledekan teman-temannya. Motorku juga ga segera di keluarin, si masnya mah gitu....
Yang sudah dibeli sudah didapat. Pulang...... Oh tidak, ada pikiran untuk mencari toko perlengkapan dan mainan bayi yang ada di cabang lain yang lebih lengkap untuk lihat-lihat siapa tau ada yang bisa dibawa. Tapi ga bawa aerphone trus bagaimana bisa menemukan lokasi ?! Karena selama ini aku mencari tempat atau toko menggunakan google map, ya maklum saja meskipun di kampung sendiri tapi sama sekali ga kenal nama jalan, pernah waktu itu cari toko kain malah muter-muter melewati jalan pemuda sampai 4 kali, aku tau tempatnya tapi berhubung sekarang jalan banyak yang di buat searah makanya tidak bisa lagi lewat jalan yang biasa aku lalui makanya malah muter-muter ditempat yang sama.
Pikiran yang labil, awalnya mau cari toko perlengkapan bayi eh malah di tengah jalan pengen cari kura-kura. Dulu pernah liat orang jual kura-kura di pasar johat tapi sebelum pasarnya kebakaran kalau sekarang ya ga tau masih ada disana atau sudah pindah. Melewati daerah Johar, tengak-tengok siapa tau ketemu toko mainan atau penjual kura-kura tapi malah tergoda sama sawo. Iya sawo yang menggunung di 'tampah' penjual buah. Sementara abaikan sawo....
Hmmmm..., Sepertinya toko perlengkapan bayi ada disekitar pasar tapi disebelah mana...?! "Kebingungan yang tidak berdasar, disana banyak orang tinggal tanya beres kan..."
Mau nanya tapi sedikit keder, akhirnya balik arah dan berhenti di penjual sawo yang tadi aku lihat.
"Pados nopo mba..., karpet, salak nopo sawo...?! Kata ibu muda yang ada di lapak sebelah.
"Niki...." kataku sambil mematikan mesin kotor dan membuka sleyer yang menutup sebagian muka.
"Salak..." Kata ibu tadi memperjelas
"Mboten, niku..." kataku sambil menunjuk sawo.
Di sampingku ada ibu-ibu yang membeli sawo juga. Di lapak itu ada 2 penjual, satu mengkadap ke arahku yang satunya menghadap ke arah samping menjaga timbangan. Aku bertanya harga sawo yang dihargai 20 ribu per kilonya. Aku ga bisa menawar tapi, aku tanya harga pasnya lah. Si penjual yang ada di depanku itu berkata 17ribu sama kaya ibunya (pembeli yang ada di sampingku). Okelah aku beli sekilo, ga pake nawar selain ga bisa nawar kasihan juga kalau ditawar-tawar. Kita beli di supermarket yang lebih mahal saja tidak pakai nawar padahal udah jelas yang punya orang berduit lha ini di pasar masa ya ditawar sampai dower padahal untung pedagang juga ga begitu besar.
Si ibunya main masuk-masukin sawonya saja, padahal kan aku mau milih sendiri. Ya sudah pasrah 'pongkoan' sama penjualnya, hanya bilang untuk memilihkan yang masak siap makan jangan yanh hijau. Ibu yang tadi awal menawariku ikutan nimbrung dan mengambilkan sawo yang ada di kardur, pikirku itu stok yang belum dikeluarkan dan memasukannya ke plastik. Setelah dirasa cukup si ibu yang ada di depanku memberikan plastik berisi sawo kepada ibu yang disampingnya (yang menghadap kesamping) untuk di timbang.
Selain sawo aku juga membeli salak untuk bapak per kilo dihargai 10 ribu, lebih mahal dari tukang buah yang biasa lewat depan rumah. Aku ngikut saja, ga pakai nawar (antara ga tega, ga bisa nawar dan takut di omeli emak-emak pedagang yang pedes kalau ngomong *pedesnya melebihi sendal jepit). Menunggu ditimbang aku lihat buah-buah yang dijualnya, disana ada salak, buah naga, mangga, jambu biji dan entah apa lagi ga sempat memperhatikan seluruhnya karena diajak ngobrol sama yang nimbang katanya sekilo lebih dua sawo yang kelebihannya itu diambil dan diperlihatkan padaku, mau digenepi menjadi 20 ribu untuk dua sawo yang diambilnya tapi aku tolak, kelebihannya dikasih salak saja. Salak ditimbang sekilo baru ditambahin untuk menggenapi pembelian menjadi 30 ribu. Mau beli buah naga buat ibuk ga jadi, lain kali saja belusukan pasar lagi. Sudah ada dua buah, kebanyakan buah malah bingung makannya.
Aku llihat sekitar pasar tidak ada yang jual kura-kura, sampai aku nemerobos pasar juga ga ada kura-kura. Akhirnya pulang. Sampai rumah pamer ibuk. Tapi, waktu di buka alangkah terkejutnya melihat nasip sawo yang aku beli. Sedikit, padahal tadi si ibu yang jual banyak banget masukin sawonya tapi kenapa jadi dikit gini, ada sawo yang udah potongan, mungkin sawo ga layak jual bagian yang busuk sudah dibuang menurutku itu ulah ibu-ibu yang mengambil sawo di kardus yang aku kira stok baru.
Berkali-kali aku bilang sama ibuk tepatnya ngeyel kalau lihat si penjualnya masukin sawonya banyak, ya pas ditimbag di ambil 2 yang dibilang lebih dari sekilo. Ibu menyarankan untuk ditimbang ulang, kebetulan dirumah ada timbangan juga. Aku masih keheranan dan mulai sedikit emosi dengan barang yang aku beli, lalu ibuk mengambil sawonya dan membawanya kebelakang untuk ditimbang. Ternyata timbangannya tidak tepat sekilo, masih kurang 1 ons ya kira-kira 2 sawo lah.
Bagaimana ini...., begitu curangnya si pedagang. Mengganti barang yang aku beli saat ditimbang tanpa aku sadari, karena timbangannya tertutup oleh badan penjual yang menghadap ke samping, dan buahnya juga amburadul penyok, busuk dan yaaaah begitulah. Aku ingat lagi kejadian dipasar tadi, ingatanku masih oke ibu penjual memasukkan sawo begitu banyak, dan ada beberapa yang berwarna agak hijau tapi ketika dilihat ulang ga ada tu yang warna hijau malah yang ada buah rusak. Memang ga semua pedagang seperti itu tapi.... ya sudahlah, mudah-mudahan berkah saja barang yang mereka jual. Buat pelajaran agar lain kali lebih hati-hati dan benar-benar memilih sendiri barang yang dibeli tidak usah mengandalkan penjualnya untuk memilih karena terkadang penjual malah memilihkan yang sedikit penyok bahkan busuk. Kalau kaya gini bikin kapok saja belanja di padar. Mungkin didasarkan pengalaman dari penjual bisa membedagan pembeli berpengalaman dipasar sama yang enggak makanya kena kibul.
Oh ya hati-hati juga bila membeli buah yang sudah dibungkus, terkadang buahnya sudah dicampur sengan stok lama yang tidak laku untuk mengurangi kerugian. (20/03/2017)
0 komentar:
Posting Komentar