“Mba sudah di kos apa masih di kantor..” SMS
dari Ana yang dulu juga menjadi penghuni kos bahkan lebih awal Ana ketimbang
aku, namun gara-gara peraturan kos yang tidak memperbolehkan laki-laki masuk
tanpa terkecuali keluarga sendiri inilah yang memutuskannya pindah karena kakak
lelakinya sering ddatang ke Jogja untuk sekedar liburan.
“Di kos An, ada apa… kesini saja….”
“Main yok mba, lagi stress ni”
“Ayo, kemana….” Tanpa menunggu lama karena saat
itu aku juga lagi jenuh di kos dan juga sedikit stress juga sebenarnya.
“Bentar lagi aku ke kos mba, mau mandi dulu”
“Iya…”
Walaupun baru pulang kerja, aku langsung mandi,
terpaksa seh sebenarnya karena biasanya mandi siang jika mau sholat dzuhur. Tak
lama Ana datang, katanya hari ini gak ada kuliah. Waktu aku tanya mau pergi
kemana bilangnya ingin cari nasi liwet, tapi dimana … sama-sama pendatang
enggak tau tempat jual nasi liwet. Kalau di Sanmor (sanday morning, sebuah
pasar yang hanya ada di hari minggu di sekitar daerah UGM) ada tapi mesti
nunggu minggu donk, padahal kepinginnya saat ini lalu aku nyeletuk kalau di
Solo ya banyak, tapi masa iya hanya makan nasi liwet satu piring meski pergi ke
Solo dulu. Aku tawarkan makanan alternatife lain tapi katanya bosan dan
tiba-tiba Ana mengusulkan untuk ke Solo. Aku seh oke-oke saja, setelah deal dan
yakin kita berdua berangkat ke Solo menggunakan motor Ana dan Ana juga yang membawa sedangkan aku hanya nangkring saja di belakang.
Dua orang ke Solo sedangkan enggak tau jalan
ataupun seluk beluk kota Solo. Kota Solo sudah banyak perubahan dari terakhir
kali aku menginjakkan kaki di kota ini. Muter-muter stadion Manahan, lapangan sepak bola kebanggaan masyarakat Solo, stadion yang di kelilingi tanaman dan beberapa sudut ditempatkan bunga maupun pohon untuk mempercantik serta bangku untuk
melepas lelah. Bersantai di bangku-bangku taman.
Bingung mau kemana sedangkan bangku-bangku
taman juga sudah terisi semua, lalu memutuskan untuk berputar atau memutari
stadion dan diantara penjual itu ada yang berjualan nasi liwet. Ketemu…. Kita
pun memarkirkan motor dan sarapan nasi liwet disana. Awalnya aku ingin SMS
beberapa teman yang dari Solo untuk menanyakan dimana penjual nasi liwet yang
enak namun niat itu aku urungkan karena tentunya bukan jawaban singkat yang aku
dapat malah pertanyaan balik ini lah…. Itu…. Sama siapa… naik apa…? Huuuuft,
sudah hafal aku dengan kebiasaan teman-temanku yang suka memberondong
pertanyaan.
Rasanya lumayan namun harganya agak mahal, tapi
untung saja nasi liwetnya masih karena ketika dating disana sudah duduk
lesehan banyak orang sampai-sampai kami mesti nyempil di pinggir ga kebagian
tikar. Kenyang… sarapan nasi liwet di kota asalnya. Dari stadion kita lanjutkan
perjalanan, asal jalan saja mumpung sudah sampai sini. Enggak tau tempat rekreasi
karena juga hanya modal nekat tanpa persiapan, lalu mengarahkan motor ke PGS
(Pasar Grosir Solo) yang ada di sekitar keraton walaupun sempat tanya dan
berganti posisi namun karena aku seolah tak menguasai motor akhirnya kemudi
kembali diambil alih Ana. Karena aku taunya juga hanya PGS, daerah gledeg
disana dulu ketika awal kerja traningku ada disana di gedung BCA dan aku sering
salah sebut bila ditanya kondektur bus dengan menyebutkan Glodok (aku ingatnya
tempat di kota Jakarta) padahal yang benar Gledeg, sampai-sampai aku harus
mengingat dan tak jarang menanyakan kepada teman satu traning yang sebelumnya
juga bekerja di Solo setiap berangkat.
Pasar grosir yang sebagian besar menjual
pakaian dan batik, kalau disini aku sedikit ga asing karena pernah kesini dan
sepertinya tak banyak perubahan. Hanya melihat-lihat deretan penjual pakaian,
mereka tak jauh beda sama pasar Bringharjo yang ada di kota Jogja sebenarnya.
Agak panas dans edikit sumpek karena harus berhimpit-himpitan dengan
orang-orang lain yang lewat ataupun mampir ke kios untuk melihat-lihat
dagangan. Kalau di Solo masyarakatnya lebih suka ke pasar tradisional, hingga
pasar terlihat ga pernah sepi meskipun panas dan berdesak-desakan dibanding ke
mall tak heran jika mall yang berdiri megah terlihat sepi pengunjung. Capek,
istirahat sejenak di bangku yang tersedia, sudah puas berdesak-desakan kitapun
pulang, namun sebelumnya mampir di penjual minuman yang ada di parkiran dulu ya
masih haus meskipun sudah habis sebotol air mineral.
Pulang… Bensin mepet, mampir dulu di pom bensin
sekalian menanyakan arah jalan pulang menuju Jogja, masnya memberi penjelasan
komplit jadi kami hanya perlu mengingat kemana arah beloknya. Perjalanan tak
sepadat ketika berangkat, terlihat awan dengan langit biru cerah dan sepanjang
perjalanan terhampar sawah di kanan kiri jalan yang kita lalui. Sampai di Jogja tidak langsung pulang dan istirahat namun mampir dulu di rujak es krim dekat UGM, alamaaaaak pedes nian rujaknya dan beruntungnya si bapaknya tidak jual minuman cihuiii ga tu. Ya terpaksa pulang sambil megap-megap yang disambut angin yang bertiup berlawanan arah dengan kami. Kembung....kembung deh.
Ana tu penikmat cabe sejati, kalau beli ayam penyet saja coba cabe 10 dan pernah juga coba cabe 15 dan meningkat ke cabe 20, ga kebayang bagaimana pedesnya aku saja cape 4 sudah megap-mengap kaya ikan mas koki kurang air.
Memori 16.05.2012
0 komentar:
Posting Komentar