Mimpiku
Sambil menyelesaikan tugas yang diberikan bapak,
pikiranku kembali ke beberapa bulan yang lalu, waktu itu aku bermimpi ada yang
meninggal aku dan keluargaku ikut rombongan naik bus namun di tengah perjalanan
ada yang kebelet pipis tapi ada yang bilang kalau sudah dekat nanti pipis
di sana saja. Akhirnya supir bus pun menghentikan laju kendaraan merapat ke
sebuah rumah yang juga berjualan. Orang-orang pada berebut turun ke bus
berhubung aku enggak kebelet pipis makanya aku hanya menunggu di pelataran dekat
bus. Lama menunggu namun tak ada satupun yang muncul, karena bosan akhirnya aku
jalan-jalan di sekeliling temapat itu. Menyusuri jalan semakin melangkah
pemandangannya seperti di pedesaan dengan jalan yang masih tanah dengan banyak
bebatuan, sepi tak ada satu orangpun yang melintas kanan kiri jalan hanya
pepohonan yang membuat jalan yang aku lalui sangat teduh dengan angin yang
semilir. Aku berhenti mencari orang-orang yang satu bus denganku namun tak ada
satu pun yang aku lihat, aku lanjutkan langkahku entah sampai mana aku juga
enggak tau namun tiba-tiba aku dihadapkan dengan persimpangan jalan.
Bingung memilih yang mana, namun aku amat-amati
jalan yang sebelah kiri sepertinya agak menakutkan dan gelap sedangkan jalan
yang sebelah kanan masih tetap asri dan terang. Ku putusan memilih jalan yang
sebelah kanan, terus saja melangkah sendiri. Pepohonan yang beradu karena
tertiup angin menimbulkan bunyi khas, seperti alam pedesaan. Tiba-tiba di
depanku terdapat jalan buntu, seperti jurang yang landai dan tak dalam hanya
tanah yang bertrap dan agak miring kembali lagi kebingungan karena tak ada
jalan lain yang aku lihat lalu aku menengok ke bawah dan tiba-tiba tubuhku
terguling ke bawah dan terhenti di sebuah tenda biru yang kecil dan berbentuk
segitiga dengan tinggi yang tidak tertutup (silahkan bayangkan sendiri seperti
apa bentuknya). Disana sudah ada 2 orang perempuan setengah baya yang salah
satunya aku kenal bernama Dhe Yem.
"Lho Dhe kok disini"
"Iya nduk..." *nduk adalah sebutan untuk
anak perempuan di jawa.
"Dhe nguburnya dimana to" Aku melihat
sekelilingnya itu makam, lalu perempuan satunya pun minta ijin katanya mau
kesana entah kemana. Rasanya merinding berada di sekitar makam.
"Sepertinya enggak disini, disini tidak ada
apa-apa mungkin disana" sambil tangannya menunjuk ke arah yang ada di
belakangku.
Aku baru menyadari jika di belakangku ada jalan.
"Dhe Yem disini ngapain" Aku melihat Dhe
Yem duduk seperti orang jualan cabe dengan kedua kaki di tekuk ke ke samping,
sangat santai kelihatannya duduknya.
Sebelum pertanyaanku terjawab tiba-tiba bapak datang
dan ngasih tau jika tempatnya tidak di sini. Bapak menyuruhku membawa piring
yang berisi aneka jenis barang seperti kain, rokok, bunga mawar, bunga kantil,
parfum dengan botol kecil dan apa lagi ya aku lupa barangnya oh ya ada kemenyan
juga.
"Benk tempatnya disana bukan disini, ayo
kesana" ajak bapak yang beranjak dari tempat Bu Dhe Yem duduk dan aku pun
pamitan lalu berjalan di belakang bapak. Sebelum jalan bapak melihat ke arah
barang yang aku bawa ketika melihat minyak wangi dalam botol kecil (seperti
minyak tesrer yang di jual-jual).
"Minyak wanginya buat apa itu...." tanya
bapak ketika melihat barang-barang yang ada di piring yang aku bawa
"Enggak tau, sudah ada disini" jawabku
yang memang tidak mengerti buat apa barang-barang itu
"Minyak wanginya tidak kepakai, ditinggal saja
wes"
"Haaa, masak di buang" dengan kebingungan
aku menyahut
"Buat apa. Tidak ada guna"
Lalu
aku ambil minyak tadi dan aku kantongi di saku celana jeans belakang sebelah
kanan. Dan aku pun berjalan di belakang bapak.
Sampai di sebuah tempat seperti tanah lapang yang
berpagar disana aku melihat banyak orang yang sedang makan. Semuanya membawa
piring dan makan dengan lahapnya, namun yang aku lihat sebagian besar adalah
laki-laki eh lebih tepatnya bapak-bapak. Bingung
ini sebenarnya acara apa seh bertanya
dalam hati. Aku dan bapak hanya berdiri di tepi jalan sambil melihat ke arah mereka yang lagi asik makan sampai-sampai tak menghiraukan keberadaan kami.
Dan aku pun terjaga dari mimpi namun mimpi itu pun selalu aku ingat dan seakan terngiang-ngiang selalu dalam otakku. Beberapa hari berikutnya aku menceritakan mimpiku pada ibu, tidak ada tanggapa
"Sana jenguk Dhe...." komentar ibu setelah mendengar cerita dari mimpiku.
"Dhe siapa...." tanyaku balik
"Ya Dhe Di to"
"Memangnya Dhe Di sakit"
"Iya kapan hari suruhan Slamet (anak bungsunya) kesini minta uang bapakmu untuk berobat"
"Haaaa...., berobat minta uang bapak. Memangnya anak-anaknya pada kemana" tanyaku heran
"Halah, anak-anaknya mana ada yang peduli semuanya takut sama Dhe Yem. Tidak ada yang berani berkutik."
Dan perbincanganpun tak diperpanjang, aku memilih untuk menyingkir dan pergi ke kamar.
BERSAMBUNG
0 komentar:
Posting Komentar