Sekarang aku hanya bisa melihatnya dari kejauhan, aku mendekatpun dia malah beranjak pergi ataupun sembunyi bahkan terkadang lebih memilih untuk pura-pura tak melihat meskipun kita sudah bertatapan meskipun kucoba yang lebih dulu mengawali menyapa dan senyum kepadanya namun dia memilih untuk diam dan mengalihkan pandangannya.
Dia sudah besar sekarang, sudah bisa menentukan sikap maunya apa dan bagaimana. Ya dia sudah pergi dan sepertinya tak mau lagi mengenal kami di sini, dan kami menghargai keputusannya karena meskipun di paksa dia tak akan mau kemari lagi. Sejak puasa kemaren Putra sudah tak mau lagi main ke rumah bahkan selalu menjauh dan mengelak untuk tidak berpapasan dengan kami. Entah ada apa gerangan yang membuatnya berubah begitu dengan cepat, mungkin ada kata-kata diantara kami yang menyinggung perasaannya yang sensitif. Dia memang masih kecil namun pemikirannya jauh lebih dewasa dari umurnya.
Keluargaku mengenalnya ketika dia masih bayi, waktu itu keluarganya yang menjadi tetangga baru yang kebetulan tinggal di depan rumahku, kesibukan ibunya yang mesti mengurusi tukang-tukang yang mengerjakan rumahnya inilah yang sering membuat ibu membawanya ke rumah, kebetulan juga setelah Dila yang juga masih anak tetangga sudah besar dan orang tuanya pindah tidak ada lagi anak kecil yang menyita perhatian dan bisa dipinjam untuk diajak main ke rumah.
Sejak kecil Putra sudah terbiasa di rumah bahkan tak jarang ia tak mau pulang, memilih untuk tidur di rumahku bahkan untuk bisa tidur disini ia sering beralasan menunggu Ayahnya pulang jualan (ayahnya kalau pagi jadi dosen sedangkan sore memantau anak buahnya yang berjualan sepatu) itu juga kalau sudah tidur dan di bopong pulang selalu pakai acara nangis. Kami mengasihinya seperti keluarga sendiri, pakaian, susu, jajan bahkan hingga mainan banyak di rumah. Sampai-sampai sering ada tamu yang salah sangka jika dia cucu di rumah ini. Kalau weekend selalu diajak jalan-jalan meskipun hanya ke toko buku, putar-putar kota ataupun hanya membeli cemilan bahkan belanja bulanan ia sudah menyukainya bahkan menikmatinya dan dia tidak pernah rewel minta ini itu.
Aku ingat jika dia sudah di janjiin untuk pergi pas harinya tiba bakalan di tagih dan tak menerima alasan apapun, aku sering berdalih belum bayaran dan seperti orang dewasa Putra akan bilang "nanti Putra beli pake uang Putra yang diberi pak dhe, uangku kan banyak nanti tak belike jajan wes" hahahahaha.... menggemaskan. Kalau enggak dia akan bilang "hutang Li bayarnya nanti kalau Ti sudah gajian". banyak celotehnya yang tak disangka-sangka, bahkan jika diantara kami ada yang sakit Putra begitu perhatian bertanya ini itu sampai tau lho kebiasaan dan kesukaan kita semua.
Yang aku ingat ketika sudah bergulat dengannya dia tak pernah aku perlakukan seperti anak kecil, gak mau mengalah dan menjatuhkannya ataupun saling tindih adalah hal biasa, sering jika sore tiba berburu sanres bareng aku menggunakan kamera poket dia menggunakan kamera hp dan lup untuk memperjelas (ini dia belajar dariku setelah melihat hasilnya) selalu menyukai acara misteri, antusias bercerita yang dia dengar ataupun dia alami, bertanya hal yang dia lihat adalah sudah menjadi kebiasaan hingga mendapatkan jawaban yang diterima nalar dan ngeyelnya itu lho (bukan aku yang nularin ya) selalu ada saja jawaban untuk ngeless. Kadang bikin jengkel tapi seringnya bikin kangen. Kini hanya tinggal kenangan-kenangan yang bisa aku ingat lewat barang-barangnya yang masih ada disini, foto maupun video tentang keceriaannya yang menghidupkan rumah ini. Miss you mas pupu, Jadilah anak yang pandai, melindungi ibu dan kakak perempuanmu dan sekolah hingga tinggi biar kaya ayah ya hingga S3 jadi kebanggaan keluarga. Kami menyayangimu dari jauh.
Artikel yang lain:
0 komentar:
Posting Komentar