08/11/19

Api yang mulai padam

Lara yang mengendap di sanubari akankah hilang tanpa bekas....???! Tak ada yang tau itu. 
Keadaan yang membuatnya seperti ini. Tidak untuk mendapatkan apa yang di inginkan melainkan perlahan mematikan semangat yang dimiliki hingga nyaris membuatnya berada di situasi yang tanpa bisa memilih ataupun berpendapat seperti yang seharusnya.

Kehidupan tidaklah rumit hanya saja liku jalan yang tak jarang membuatnya tersesat, namun setidaknya setiap langkah memberikan pilihan, walaupun itu terkadang seperti fatamurgana. Rialita yang ada tak pernah bisa menentukan arah walaupun di awal sudah memberikan perencanaan yang sangatlah rapi itu semua tidak banyak membantu karena selalu ada celah untuk bisa membantah dan menerobos memberikan racun dirongga kehidupan yang tak bertuan.

Seperti berpijak di kayu rapuh yang hanya bisa mengandalkan peruntungan yang hadir saat itu, sehingga segala sesuatunya didapat dengan manis baik itu sepanjang perjalanan ataupun di setiap pemberhentian. Terlihat indah di dengar. Namun, apa yang disadari dari kegaduhan ketika yang diperjuangkan hanya menghasilkan luka dan duka. Melihat untuk bisa merengkuh bayang sepi meskipun tak terjamah.

Siapa sebenarnya luka dari setiap kata yang hilang...??! Tanyakan saja pada gelapnya malam yang tak pernah mengenal kompromi oleh siapapun. Jangan biarkan diri asing dengan tubuh ini, sangat tidak mengenakkan dan itulah yang disebut matirasa.

Aku yang tak pernah puas dengan kehidupan. Namun masih saja berharap dengan orang lain dan terus saja mencari nyaman untuk tempat bergantung (itu bodoh), berkali-kali memberikan tamparan pada diri sendiri tetap saja tak menyadarkan, malah lebih menenggelamkan dan menambah luka disekujur tubuh.

Ayo mencoba menghitung tentang menerima dan memberi..., yakin tak ada perbandingan yang pas untuk mengukurnya karena hingga sekarang pun tak benar-benar paham arti kata 'cukup' yang semestinya ada. Cobalah menepi sejenak dan buatlah perapian untuk menghangatkan tubuh yang mulai beku oleh topeng kehidupan. Keputusan menyerah ataupun menerjang sepertinya tak banyak membalik kata, malah tak jarang semakin memperkeruh apa yang coba dilindungi.

Mempertahankan barisan aksara, lalu memberikan arti dan menanggalkan untuk bisa dinikmati walaupun hanya segelintir saja yang memahaminya. Dan apakah ini saat yang tepat untuk mematikan lentera untuk setiap langkah yang belum terayun...???! Mati saja kau dalam lembah tak berpenghuni. Laramu tidaklah ada, itu hanyalah permainan dari otak yang mulai lelah dan tak bisa lagi berkompromi dengan waktu. Lalu apa lagi yang perlu di perjelas, terlebih di terangkan bila jiwa tak lagi ada pemiliknya (sesaat).

Terangkan pada dunia dan mengemislah pada alam agar bisa merengkuhmu dan menghangatkan dari getirnya cerita yang telah tersusun sendiri. Aku bukanlah dewa, bukan juga manusia sempurna. Aku hanyalah pengembara yang mencoba untuk tetap bisa melihat dunia (imajinasi)ku sendiri.
Teruntuk hati yang luka, yang tak merasa salah namun mudah patah. Jangan libatkan indramu dalam perdebatan yang sekarang. (07/11/19)

0 komentar:

Posting Komentar