31/03/14

Senandung Lagu Rindu


Di sini dalam ruangan yang sepi dan sendiri, hanya berteman dengan beberapa monitor dan deretan pesawat telepon. Alunan lagu-lagu lama terdengar dari ruangan sebelah. ...Cinta sejati, hampa, tak pernah padam-sandi sandoro,....
Mendengar tiap bait lirik yang terucap ditambah penjiwaan dari si penyanyi sukses menyayat-nyayat hati ini. Mendengarkan lagu-lagu ini membuat hati ini benar-benar sakit, sangat sakit hingga air mata menetes dengan sendirinya tanpa aku sadari.
.....
Entah dimana dirimu berada
Hampa terasa hidupku tanpa dirimu
Apakah disana selalu rindukan aku
Seperti diriku yang selalu merindukanmu.
......
Mencoba bertahan sekuat hati
layaknya karang yang dihempas sang ombak
Jalani hidup dalam buai belaka
Serahkan cinta tulus di dalam takdir
Tapi sampai kapan ku harus
Menanggungnya kutukan cinta ini
........

Ya Allah, alunan lagu hampa dilanjut dengan manusia bodoh yang diputar berulang-ulang sangat-sangat menyiksaku. Peluk aku Tuhan, tak ingin aku mengulang kejadian yang sama seperti setahun yang lalu, kuatkan aku Tuhan hanya berkahmu yang aku inginkan. Aku rapuh saat ini, tak tau meski berbuat apa semuanya tertinggal bersamanya.

Berusaha tegar dan tak memikirkannya namun hingga saat ini aku belum bisa lakukan. Ya seperti setahun yang lalu, masih banyak air mata yang terbuang untukmu. Manusia bodoh...., sepertinya ditujukan untukku. Manusia yang memiliki akal pikiran namun tak bisa menggunakannya dengan maksimal, rela tersiksa demi sebuah rasa yang belum tentu berpihak padaku.

Bisa gak kita bertukar tempat agar kau juga bisa merasakan apa yang aku rasakan ketika tanpamu. Memang aku tak ada hak apa pun atasmu namun apakah kau sudah mati rasa hingga tak mau tau tentangku lagi....

Tuhan peluk aku saat ini, tolong ijinkan aku untuk bersandar, aku lelah bahkan terlalu lelah hingga untuk melihat ke depanpun aku tak sanggup. Apakah memang seperti ini rasanya cinta, seperti coklat yang selalu membuatku pusing bila memakannya. Namun begitu, kini aku mencoba untuk memakannya walaupun dengan resiko yang sudah aku ketahui tapi ini..., aku tak tau bila ujung-ujungnya seperti ini dan berulang-berulang lagi.

Inilah aku manusia bodoh yang terlalu banyak menggantungkan harapan indah tak pernah sedikitpun berpikir bahwa harapan itu pulalah yang akan menyakitiku pelan-pelan. Terlalu polos dan lugu hingga menjadi bodoh. Manusia yang terbunuh dengan rasa nyaman yang sebenarnya semu.

30/03/14

Kesenjangan Kerja

Dunia kerja itu kejam. Kadang seseorang bisa menghalalkan segala cara untuk mendapatkan kedudukan yang dianggapnya lebih baik, tak jarang banyak rekan kerja yang bermuka dua hanya untuk mendapatkan perhatian dari bos. Realita kehidupan bagai hukum alam. Kesenjangan yang sangat terasa ketika yang lemah hanya menerima dan menjadi pihak yang tak diperhitungkan, tak menerima hak yang sama.

Terkadang kesalahan kecil yang sebenarnya bukan sepenuhnya dia yang lakukan akan menjadi mata tombak yang siap menghujam tubuh ini hingga seseorang itu tak dapat berbuat apa-apa. Membela diri pun sepertinya tak ada guna, hanya bagai angin laut yang berhembus. Hanya bisa pasrah menarik napas panjang dan meratapi nasipnya sendiri.

Tak memiliki hak bicara, hanya bisa menerima apa yang diperintahkan atasan. Tak jarang teman yang dianggapnya baik dan care atau bisa dibilang teman seperjuangan hanya karena keegoisan lebih ingin terlihat menonjol dan terlihat perfect dihadapan bos. Tak ada istilah teman, siapa pun yang menghalangi keinginannya untuk menjadi yang terbaik akan di sikatnya, lebih-lebih tak ingin melihat sahabatnya sendiri mendapat posisi yang lebih baik darinya sehingga ketika temannya ini mendapat masalah dia akan berusaha menutup mata dan telinganya, tak mau tau. Bahkan terkadang tak sedikit yang mengorbankan teman demi ambisinya. Jenjang karir yang menjanjikan agar mendapatkan penghasilan yang lebih dari sebelumnya adalah tujuan dari ini semua. Sekali lagi tuntutan ekonomi demi kemapanan dan gaya hidup.

Walaupun tak semuanya begitu, namun dimanapun tempat yang namanya persaingan, cari muka, JP (maaf sebelumnya Jilat Pantat) teman-temanku biasanya menyebutnya begitu bagi orang-orang yang super over untuk mendapatkan perhatian dari bos itu selalu ada.

Dunia kerja adalah dunia yang sebenarnya, keras, mengandalkan kesabaran, keuletan, dan yang lebih penting "dablek", oh ya tambah satu lagi pinter ngeles, ini juga penting yang biasanya bisa menjadi senjata untuk melindungi diri dari hal-hal yang sifatnya mendesak.

Namun pribadi yang suka cari muka seperti itu lambat laun juga akan menjerumuskan dirinya sendiri jika dilakukan terus menerus. Yang aman dan patut di teladani adalah bekerja dengan jujur, bekerja keras, sepenuh hati ( sebisa mungkin cintai apa yang anda lakukan) jangan jadikan beban dan kerjakan tugas-tugas dengan penuh tanggung jawab. Maka semua akan terasa lebih mudah dengan hasil kerja yang maksimal, jangan mengeluh toh dengan mengeluh pun juga tak membuat kerjaan selesai kan, malah terasa tambah berat dan gak selesai-selesai. Kerjakan apa yang bisa dikerjakan hari ini, jangan menunda-nunda pekerjaan sekecil apa pun bentuknya. 


#Inspirasi coretan dari curhatan teman

September #5

Kebakaran


Sabtu malam minggu yang katanya malam panjang, terang saja malam panjang habisnya bisa tidur sepuasnya ataupun begadang sampai pagi karena besoknya libur. Karena kaki masih bengkak dan memang aku tak suka pergi-pergi kalau tidak ada tujuan ataupun tidak ada janji memilih di rumah membunuh waktu dengan menonton acara televisi yang tidak begitu bagus (menurutku)

Hari mulai beranjak malam, rumah sepi bapak lagi ngerumpi di bawah pohon beringin bersama bapak-bapak tetangga yang lain, adik-adikku sedang asik sendiri dengan dunianya di kamar masing-masing, sedangkan ibu entah apa yang dilakukan waktu itu. Aku hanya sendirian menonton televisi di ruang tamu, namun disela-sela menyaksikan acara televisi terdengar ayam-ayam ibu yang berada di samping kanan rumah pada petok...petok...petok..., gaduh dan ini tidak biasanya ayam-ayam ini ramai ketika malam. Karena merasa terganggu dengan suaranya aku pun keluar, walau hanya di depan pintu sambil sekali-kali mengetuk-ngetuk kayu dengan harapan ayamnya berhenti bersuara. "Huuuuusss...." mencoba membuat suara agar ayamnya diam, namun itu hanya bertahan beberapa detik saja. 

Setelah aku masuk, ayam-ayam itu mulai ribut kembali. Biasanya ayam ribut kaya gini karena melihat orang asing yang datang ke rumah, Apakah ada yang mau maling ayam ? Pikiranku mulai aneh-aneh. Aku lihatin ke luar dari arah kandang ayam aku melihat cahaya berwarna orange "Apa ya itu....?" Penasaran aku pun keluar untuk melihat, namun karena hanya setengah hati makanya hanya melihat dari jendela. Mungkin lampu di kandang ayam dinyalakan ibu, tapi kok tumben-tumbenan cahayanya sampai keluar dan warnanya orange  terang bukan kuning.

Pertanyaan dan pembenaran silih berganti bermunculan di kepalaku. "Biarin saja lah...." berlalu dan kembali di depan layar kaca walaupun sekali-kali masih melihat ke arah cahaya yang berasal dari kandang ayam dan juga ayam-ayam itu masih ribut. Suaranya seperti keributan, pikirku mungkin ada tikus masuk kandang makanya ayam-ayam itu pada takut.

Tak berselang lama, dari arah jalan ada yang teriak "kebakaran... kebakaran.... kebakaraaaaaan....." dan menunjuk-nunjuk ke arah rumahku. Kontan saja aku kaget dan bapak berlari-lari ke dalam rumah dan menyuruh kami keluar semua. Aku panik, bingung tak tau mau ngapain. Mau membuka pintu belakang dan mencoba memadamkan api yang sudah membesar tapi takut, lalu aku urungkan niat. Bapak yang melihatku masih di dalam teriak-teriak untuk segera keluar dan bilang agar barang berhargaku dibawa dan supaya kamar-kamar di kunci.

Di luar sudah banyak orang yang berdatangan untuk membantu memadamkan api. Kakuku yang masih bengkak membuat jalanku pelan dan tertatih-tatih. "Air...air.... cepat..... sepelah sana.... air.....", teriakan-teriakan dari orang-orang yang berada di atas genting silih berganti entah ditujukan kepada siapa yang pasti agar orang yang dekat dengan drum-drum penampungan air yang ada di pojok rumah bisa cepat memberikan air secara estafet. "Barang-barangnya di keluarkan dulu....., barangnya banyak bagaimana ngeluarinnya....., yang bisa dikeluarkan di pindahkan dulu sementara..... Hooooi motornya di keluarin, sekalian burung-burungnya nanti malah stres". Begitu banyak teriakan yang entah siapa dan kepada siapa, televisi, burung, motor di keluarkan semua dan di teruh di mushola ibu dan adik perempuanku disuruh jagain barang-barang itu karena takut ada tangan-tangan jahil yang memanfaatkan situasi yang lagi kacau.

Teriakan minta air masih saja terdengar. Kabel listrik di putus agar api tidak merembet ke rumah tetangga. Minimnya penerangan di atap rumah menjadi sedikit kendala, hingga karena kurang hati-hati ada salah seorang yang ikut membantu kakinya terperosok karena menginjak esbes dan hancur ada juga yang menginjak paku. Untung saja tidak sampai jatuh ke bawah, tapi kalaupun jatuh sepertinya tidak sakit deh, karena tepat di bawahnya ada kasur yang empuk.

Aku hanya diam duduk di pinggir pojokan mushola sambil memegangi buku yang berisi amplop berisi uang yang aku kumpulkan dari uang jajanku. Di depanku berdiri banyak orang, baik itu anak-anak hingga orang tua semuanya berdatangan untuk menyaksikan musibah yang datang dari jalan. "Telepon pemadam kebakaran saja" terdengar obrolan diantara riuhnya orang-orang "Jangan nanti urusannya jadi panjang bisa sampai ke polisi, lagian blangwir sampai sini butuh waktu, iya kalau tau jalannya belum nanti ngisi airnya dulu di sungai. Sini jauh dari sumber air mau diambilkan dari mana...." Berbagai argumen dan ide-ide keluar dari orang-orang itu entah siapa namanya karena aku tidak begitu kenal juga dengan mereka.

Rasa deg-deg-an dan takut menghinggapi hingga hanya duduk di pojok sendirian berdoa dalam hati menyaksikan orang-orang itu yang mencoba menaklukkan api dengan alat seadanya karena susah, medan yang gelap sepertinya sedikit menyulitkan hingga orang-orang yang ada di bawah mencoba mencari akal mencari penerangan untuk yang di atas agar bisa tepat sasaran mematikan api dan tidak terperosok lagi. Ketemulah ide dengan menggunakan lampu motor-motor yang tadi dikeluarkan. Dinyalakan dan lampu diarahkan ke atap, dengan begini ada cukup cahaya untuk orang-orang yang beralulalang dalam berestafet menyalurkan air agar api segera padam.

Setelah berjuang dengan kerja keras dan kerjasama para warga akhirnya bisa dipadamkan juga. Entah berapa orang yang ada di atas yang pasti banyak deh. Untuk memastikan api benar-benar padam beberapa orang mencoba menyisir sumber api, sekalian mencari tau sumber kebakaran. Ternyata sumbernya berasal dari tungku kayu yang biasanya digunakan ibu memasak air untuk minum karena memang di rumah tidak ada yang suka air galon hanya doyan air rebusan. Namun menurut ibu sudah mati hanya tersisa bara karena kayu-kayu yang sisa digunakan untuk masak sudah dipadamkan dan disiram air. Bara yang masih nyala digunakan ibu untuk menanak pakan ayam, mungkin bara yang masih menyala inilah karena terkena tiupan angin menjadi api yang membesar, ya sepertinya begitu. Ini karena tungku ada di luar rumah utama yang tidak ada atapnya, walaupun sudah dikelilingi pagar tembok. Panci yang ada di atas tungku saja bisa sampai bolong karena terlalu lama terpanggang.

Di dalam rumah masih terlihat berantakan dengan air dan kotoran mungkin berasal dari atap-atap yang dijadikan pijakan orang-orang tadi kali ya. Barang-barang pun dikembalikan ke tempat semula, kaki masih bergetar akibat kejadian ini. Tak ada juga yang bisa aku lakukan, memandang rumah yang becek dan kotor karena rembesan dari atap, kaki serasa kram karena bengkaknya lebih besar lagi. Untung saja api segera di ketahui dan beruntung juga banyak warga yang sigap membantu memadamkan sehingga kebakaran tidak meluas dan yang membuat kita bersyukur saat ini angin yang berhembus sangat pelan hingga lebih memudahkan lagi menjinakkan api. Baru kali ini aku tidur dengan atap bolong dan bisa memandang langit yang saat itu hanya sedikit bintang yang terlihat.

Pagi harinya warga bergotong-royong datang kerumah guna membantu memperbaiki dan membersihkan rumah akibat kejadian semalam. Karena banyak genting yang pecah, esbes bolong dan kayu "reng" yang patah akibat terinjak-injak. Sementara beberapa orang ibu-ibu juga membantu memasak untuk makan siang orang-orang yang dengan sukarena membantu memperbaiki rumah. Sempat aku melihat sumber api dan memang disana tergeletak panci hitam yang tengahnya bolong, dinding-dinding yang hitam dan pintu kayu yang di beberapa bagian sudah membentuk cekungan karena terbakar dan menjadi abu. Dari kejadian ini membuat aku sedikit trauma dengan korek api atau pun apa saja yang sifatnya masih ada unsur apinya.

Ketika membersihkan kamar walau dengan kaki terpincang-pincang, ya sebisanya seh sambil meringis-meringis menahan sakit. Dan beruntung juga atap yang bolong karena terinjak itu tetap berada di atas kasurku. Dan ketika melihat dan menata kembali buku yang berisi amplop-amplop yang semalam aku bawa alangkah terkejutnya ternyata yang aku bawa amplop-amplop kosong, sedangkan amplop yang berisi uang jajanku masih tertinggal di meja yang ada di kamar.

Bengkak di kaki dari hari ke hari semakin berangsur membaik, hanya saja luka di jempol kaki seperti di formalin awet mengembung. Hampir 1 bulan merasakan sakit di kaki hingga untuk melangkahpun seakan butuh tenaga ekstra untuk menahan sakitnya. Sampai saat awal kuliah yang diawali dengan OSPEK yang berlangsung selama 3 hari yang dilakukan di kelas ketika itu aku mendapat kelas di lantai 5, di aula lantai 9 dan parkiran motor di lantai 1 aku ikuti dengan jempol bengkak dan kaki juga belum sepenuhnya sembuh total. Bayangkan saja untuk mencapai lantai 5 dan 9 harus melalui tangga, tidak boleh menggunakan lift dan lift juga ada yang jaga pula. Sementara itu kaki masih sakit karena jempol kakinya bengkak namun masih harus menggunakan sepatu kets yang terasa sesak dan menghimpit punggung kakiku yang belum sepenuhnya sembuh 100%.

Hanya bisa menahan rasa sakitnya karena kalau mengeluh pada senior atau panitia bisa-bisa bukan mendapat rasa iba namun bisa jadi hukuman yang aku terima. Untung saja ospek-nya tidak begitu berat, mungkin karena pesertanya yang banyak banget dari 3 fakultas berbeda dengan berbagai macam jurusan dijadikan satu. Sejak dimulainya ospek itulah awal dari kisah baru dalam lingkungan baru "mahasiswa" yang untuk sebagian orang jaman dulu masih terlihat "perlente" dan "sangar" salah satu bentuk perwujudan kebanggaan keluarga yang orang tuanya bisa menyekolahkan anaknya hingga perguruan tinggi.


BERSAMBUNG....


29/03/14

September #4

Bagai Kaki Gajah


Sampai di rumah hari sudah beranjak siang, mendengar suara motorku ibu  keluar dan berdiri di depan pintu.
"Dari mana saja sampai jam segini baru pulang ?!" Tanya ibu. Baru saja datang sudah di berondong pertanyaan.
"Aduh ibu kaki ku sakit....." Melewati ibu yang masih ada di depan pintu agar bisa segera menyelonjorkan kaki yang rasanya cenat cenut.
"Lha kena apa ?! Pamitnya beli majalah sampai jam segini baru pulang. Memangnya belinya di Amerika ya lama banget."
"Aku habis jatuh, ditabrak motor"
"Jatuh dimana, makanya tidak usah macam-macam cuma kaya gitu sampai di bela-belain. Kalau sudah begini gimana...." Nah kaya gini nih ibu kalau ngomel tidak kenal situasi dan kondisi, sudah tau anaknya kesakitan masih saja diceramahin.
"Suka kok...." Masih ngeyel tidak mau kalah, sambil ngelus-elus kaki yang masih terasa sakit.
"Ibu sakiiiiiiiit....." Manjanya keluar deh kalau gini.
"Memangnya jatuh dimana" Ibu hanya melihat kakiku yang aku elus-elus

Dengan antusias aku menceritakan kejadian yang baru aku alami semuanya tanpa dikurangi dan di lebih-lebihkan, aku kan jujur gak bisa boonk (Kecuali kepepet), Ibu mendengarkan ceritaku sambil sesekali melihat ke arah kakiku yang masih aku elus-elus.
"Makanya kalau naik motor itu pelan-pelan gak usah ngebut, pelan juga nanti nyampai"
"Ini juga pelan ibuuuuu..., mana bisa ngebut kalau jalannya saja jelek berlubang-lubang gitu" Ibu masih berdiri dan memperhatikanku dengan seksama yang peringis-peringis menahan sakit. Mungkin ada rasa iba juga kali ya melihatku.
"Lha bisa jemput adik ga, sudah jam pulang nanti telat simpangan lagi malah kena omel bapakmu lagi."
"Iya."
"Sana berangkat, naik motornya pelan-pelan saja gak usah ngebut-ngebut"

Sambil ogah-ogahan aku pun beranjak dan berlalu dari hadapan ibu meninggalkannya yang masih berdiri di tempat semula. Walau malas untuk keluar karena cuaca terik, namun demi tuntutan kewajiban yang mendapat amanat dari bapak. Sudah tau panas tapi masih saja mengenakan celana pendek (pendeknya selutut ya, catat itu) dan jaket pun tak ketinggalan serta sendal jepit kebanggaan meluncur menuju sekolah yang dulu juga menjadi sekolahku SMPN 39. Gedungnya semakin tertata rapi dan terlihat megah. Guru-gurunya ada sebagian yang baru dan sebagian juga masih aku kenal. Sudah tak ada tempat teduh yang tersisa, semua sudah di tempati oleh para penjual jajan yang mangkal di luar pagar sekolah dan berbagi dengan penjemput-penjemput yang datang lebih awal. Riuh dan membingungkan itu lah yang selalu sama dari jamanku hingga sekarang. Terkadang sampai bingung yang jemput itu ada di sebelah mana, sudah datang atau memang enggak di jemput saking banyaknya murid dan penjemput yang berjubel. Memory putih piru

Sudah tak ada tempat teduh yang tersisa, semua sudah terisi dengan pedagang  dan barisan motor maupun mobil yang sudah standby di luar pagar sekolah. Biarlah agak panas sedikit yang penting terlihat. Tak berapa lama menunggu orangnya datang juga dan tanpa banyak cing cong langsung aku melaju kembali ke rumah. Namun di sepanjang perjalanan kaki kananku terasa perih karena sendal jepit yang aku pakai. Beberapa kali hanya aku lihatin saja, namun sepertinya perihnya sudah kagak nahan, motor aku pinggirkan dan aku copot sendal yang sebelah kanan dan aku suruh adiku bawa. Kakinya mulai bengkak, terasa perih dan sakit. Selama perjalanan menuju ke rumah aku hanya mengenakan 1 sendal yang sebelah kiri, bodo amat orang mau liatin perihnya kagak nahan. Badan juga sudah mulai terasa pegal-pegalnya, aduuuuh ngalamat ini. Menahan sakit itu sesuatu banget ya..... Sepanjang jalan ketika ada adegan ngerem selalu kata "aduuuh" terucap walau tak terdengar, berjalan pelan dan berjaga-jaga menggunakan rem depan sedangkan rem belakang hanya sebagai penyeimbang sambil berharap kagak nyungsep karena keseringan pake rem depan.

Sesampainya di rumah terlihat ibu masih duduk-duduk sambil melihat televisi. Sendal yang tadi di bawa adiku langsung saja dilempar begitu saja, dasar tidak sopan.
"Sendal siapa di lempar-lempar gitu...?!" tanya ibu sambil melihat ke arah kami.
"Tu sendal mbak li, tadi di tengah jalan suruh bawain" jawab adiku yang tanpa ekspresi sambil ngeloyor pergi.
"Kenapa pakai sendal cuma satu yang satu di copot." tanya ibu kepadaku
"Kakiku sakit." sambil jalan terpincang-pincang
"Ni lihat kakiku mulai bengkak kan, warnanya sudah mulai membiru semua." Jelasku.

Ibu dan adik yang sudah berganti pakaian melihat ke arah kakiku yang memang mulai bengkak dengan warna yang agak kehitaman. Namun yang paling nyebelin jempol kakiku bengkak gede banget. Disela-selanya jempol kaki terasa perih (titik tengah jika memakai sendal jepit), disana juga warnanya hitam bahkan sepertinya menjadi pusatnya deh.

Katena sakitnya luar biasa dan aku tak bisa menahan sakit karena memang gak kuat sakit, lalu aku pergi ke kamar dan merebahkan diri disana, berharap dengan berbaring bisa menghilangkan sedikit rasa sakit yang saat ini semakin menjadi-jadi. Rasanya seperti kena pukul martil antara perih, sakit dan nyut-nyutan.
"Ibuuuuuu, kakiku sakit. Hikh.... hikh... hikh...." Melihat ke arah ibu yang berdiri di depan pintu dan melihat ke arahku.
"Terus ibu mesti gimana, di panggilin tukang urut ya....?!"
"Sakit gak....." tanyaku
"Ya sakit dikit, paling yang di pijit yang lain bukan yang pas bengkaknya."
Berpikir sejenak untuk menimbang-nimbang seberapa sakitnya bila dipijit.
"Gak mau ah, sakit"
"Enggak. Enggak sakit, nanti bilang sama tukang pijitnya supaya pelan-pelan, daripada dakit terus gitu"
"Gak mau, sakit"
"Enggak, daripada kesakitan gitu. Nanti kalau sudah lama malah susah, lebih sakit lagi bila dipijit." Ibu mencoba meyakinkan mungkin tidak tega melihatku yang dari tadi merintih kesakitan.
"Iya deh, tapi bener gak sakit kan" Masih belum yakin
"Iya enggak..., enggak. Biar cepat sembuh" Ibu pun berlalu pergi ke rumah tetangga yang kebetulan ada yang bisa mijit.

Sore tukang pijitnya baru bisa datang, dasarnya tidak pernah pijit baru di pegang dikit sudah kesakitan. Benar saja mijitnya pelan-pelan dan tidak sakit, yang di pijit juga hanya tubuh bukan kaki yang bengkak. katanya biar urat-uratnya tidak kaku, biar ototnya mapan. Yang bagian sakit nanti jika bengkaknya sudah hilang. Kalau bengkak di pijit bisa-bisa teriak-teriak nanti karena sakit selain itu juga nyari uratnya agak susah, nanti bukannya tambah baik malah bisa tambah bengkak. Apalagi posisi jatuhku terdudu yang ternyata rawan. Itu penjelasan dari tukang pijit yang bernama mbah sih, orangnya belum terlalu tua kerjaan kesehariannya saat pagi berjualan bubur dan sayur di depan rumahnya.

Mbah Sih juga berpesan, lain kali kalau menemui orang yang jatuh dengan posisi terduduk menyarankan untuk tidak menolongnya berdiri, biarkan si korban berdiri semdiri, karena jika dibantu bisa-bisa malah kejadian salah urat yang bisa mengganggu kesetabilan tulang belakang yang berakibat fatal. Karena posisi jatuh terduduk yang kena benturan sebenarnya tulang belakang dan tulang ekor. Enggak begitu ngerti juga, yang nyantol di otak dari penjelasan mbak Sih cuma satu "bila ada yang jatuh dengan posisi terduduk, janga di tolong biarkan korbannya bangun sendiri" selebihnya hanya menyangkut dikit-dikit. Lama juga mbah Sih memijit, katanya beberapa hari lagi bakal datang lagi untuk memastika urat-uratnya sudah kembali ke posisi semula. Tak apa mbah, mau datang tiap hari juga gak apa-apa, habisnya mijitnya enak tidak sakit.

Waktu masih pijat ternyata bapak sudah datang dan selepas mbah Sih pulang mulai deh sesi tanya jawab dimulai. Bapak tanya terus, bagai seorang terdakwa eeh memang terdakwa dengan kejahatan tidak berhati-hati hingga menjatuhkan motor dan bikin lecet beberapa bagian body motor yang tiap hari selalu di poles dan di lap oleh bapak hingga mengkilap kata orang sampai lalat nempel saja bisa kepeleset. Sebel juga lama-lama di berondong pertanyaan yang ujung-ujungnya malah menyalahkan aku yang katanya naik motor ngebut. Kejam, gak tau apa anaknya kesakitan malah dimarahi. Bapak sama ibu kompakan kali ya mojokin aku dengan kalimat yang sama "naik motor ngebut" , padahal kan enggak dan bila ngomong sama bapak tidak pernah bisa menang, ini yang bikin sebel bagaimanapun pembelaanku selalu saja dibantai habis dengan pertanyaan yang lain dan kalau bapak sudah mengeluarkan kalimat saktinya "TITIK" berakhirlah semua. Tak ada lagi pembelaan yang di dengar, hanya bagai angin yang berhembus dan numpang lewat.

***

Satu minggu berikutnya mbah Sih tukang pijit yang seminggu lalu mijitin aku kini datang lagi untuk mengulang pemijatan akibat terjatuh tempo hari. Namun kaki yang masih bengkak sehingga pemijatan hanya dilakukan di area badan saja seperti seminggu yang lalu sedangkan kaki kanan yang masih bengkak belum tersentuh juga. Benar-benar perih dan bila melihatnya bikin ngilu karena ukurannya yang besar seperti kaki gajah dengan jempol yang bulat tanpa bisa digerakkan apalagi di tekuk rasanya seperti orang geringgingan. Pemijatan untuk melemaskan otot-otot yang kaku yang menggumpal akibat terjatuh dan capek-capek. Kali ini pemijatan tidak begitu lama dan dilakukan siang setelah mbah Sih selesai jualan dan berbelanja membeli bahan-bahan dagangan buat jualan besok.

Lumayan badan sudah enakan dan otot-otot juga sepertinya sudah benar pada tempatnya. Kaki juga sudah lumayan enak walaupun masih bengkak namun sudah bisa buat jalan meskipun masih tertatih-tatih sudah tidak seperti di awal-awal jatuh sebelum dipijat. Mudah-mudahan dalam beberapa hari kedepan bengkaknya sudah hilang dan bisa sembuh seperti sedia kala.

BERSAMBUNG....


September #3

Mencari Bengkel


Walaupun jarak bengkel tidak begitu jauh namun dalam kondisi kayak gini seperti menempuh jarak ribuan mill jauhnya. Sesekali melihat ke arah bawah untuk mengepaskan antara kaki dengan pijakan. Lama-lama kaki sakit juga mengendarai motor dengan telapak kaki agak serong keluar. Sampai di pertigaan lampu merah aku melihat ke arah kanan, di seberang jalan memang terlihat beberapa orang yang lagi memperbaiki mobil "mungkin itu bengkel yang dimaksud". Namun karena aku berada terlalu pinggir dan saat itu lalu lintas lumayan ramai di tambah lagi dekat dengan tikungan dan lampu merah jadi agak susah buatku untuk langsung menerobos. Ngeper juga mau langsung belok dengan keadaan yang seperti ini. Lalu aku putuskan untuk berputar arah agak kedepan mencari celah ketika kendaraan agak sepi. Nah...nah...nah.... Motor di pacu dengan kecepatan lambat tapi masih tidak menemukan celah untuk berputar hingga sampai di jalan yang agak menanjak "putar sebelah sana saja" pikirku, melihat lurus kedepan sambil sesekali melihat kanan-kiri, berderet aneka ruko yang menyediakan jasa dari makanan, bahan bangunan, hingga peralatan rumah tangga juga ada. Ketika lalu lintas agak sepi tanpa pikir panjang lagi aku putar haluan sebelum terlalu jauh dari bengkel yang aku tuju.

Sesampainya di bengkel yang ada di tepi jalan terlihat para pegawainya sedang pada sibuk dengan pekerjaannya masing-masing, walaupun ada yang melihat ke arahku namun tak mendatangi ataupun menanyakan perihal kedatanganku dia kembali lagi meneruskan pekerjaannya. "Hmmmm....., sepertinya aku salah bengkel deh" ini bengkel mobil bukan bengkel motor, jelas-jelas di papan tertulis begitu. Tapi dengan modal nekat dan muka tembok, aku beranikan bertanya yang penting motorku bisa baik lagi.

"Permisi mas....."
"Ada apa mbak" Huuuft akhirnya ada juga yang jawab.
Terlihat seorang pemuda menghampiriku dengan baju dan tangan belepotan entah oli atau gemuk mungkin juga keduanya dan masih membawa kunci di tangan yang dia gunakan untuk mengencangkan skrup bagian bawah mobil
"Ini mas rem motorku bengkok, bisa minta tolong benerin ga ya ".

Laki-laki itu memeriksa keadaan rem motor yang masih terlihat aneh, lalu pergi tanpa sepatah kata pun. Bingung namun hanya bisa melihat kemana dia pergi. Ternyata dia mengambil palu yang terbuat dari kayu lalu memukul-mukul tuas rem motorku, namun sepertinya tidak ada hasil. Terlihat temannya datang menghampiri dan melihat kearahnya.

"Pake balok besi biar lebih mudah" Laki-laki itu pergi mengambil besi balok dan memasukkan rem itu ke dalam besi yang berlubang kemudian memukul-mukul pake palu (kali ini palu besi bukan palu kayu lagi). Yang satu memegangi motor yang satunya memukul-mukul.
"Susah mbak..."
"Trus bagaimana donk mas"
"Besinya keras, coba bawa ke tukang las, nanti biar dipanasi. Biasanya kalau panas besi lebih mudah dibentuk." Sambil menerangkan dengan peraga tuas rem yang masih sama keadaannya seperti semula.
"Ini mbak dekat tanjakan sebelah kiri disitu ada  tukang las. Masalahnya aku coba pukul-pukul juga enggak bisa balik" Sepertinya masnya tau isi hatiku yang memang lagi blank dan tak tau mesti berbuat apa.

Menyimak sambil mengingat-ingat letak tukang las yang dimaksud ketika tadi celingak-celinguk mencari bengkel dan mencari arah untuk berputar arah.
"Iya, iya tau...., berapa mas....?" 
"Enggak usah mbak, gak ngapa-ngapain kok."
"Makasih mas, mari...."
"Iya mbak, tempatnya di tanjakan sebelah kiri tidak usah menyebrang lagi, dekat kok dari sini. " Masnya berdiri dan masih dengan sabar menjelaskan. Mungkin waktu itu mukaku terlihat culun dan polos kali ya sehingga masnya enggak yakin aku bisa mencari tempat bengkel las yang dimaksud.
"Iya, makasih mas....., mari"
"Iya mbak"

Berputar haluan dan menuju ke tempat tukang las yang di maksud. Padahal tadi sudah dilewati dan waktu lewat juga ada pikiran tentang tukang las namun karena tujuannya bengkel jadinya ya mengabaikan bisikan hati tentang tukang las. Untung bapaknya tidak ada pasien cuma lagi ngelas-ngelas batang besi entah mau dibuat apa.
"Permisi pak, bisa benerin ini gak ya?!" Setelah menstandarkan motor mendekati bapak-bapak tukang las yang bekerja sendirian di bengkel yang enggak begitu besar dengan besi-besi yang berserakan dimana-mana sampai tak ada tempat yang longgar, terlihat juga bangku panjang dari kayu sebagai tempat yang bersih.
"Apa mbak ?" Bapaknya langsung berdiri membuntutiku menuju ke arah motor yang aku barkir.
"Ini pak, tuas remnya agak bengkok bisa benerin gak ya"
"Ini kenapa mbak sampai bisa begini" Sambil mengamati tuas rem yang aku maksud.
"Jatuh ketabrak motor pak, tadi sudah ke bengkel sana tapi katanya suruh ke tukang las, masnya tidak bisa benerin dikasih tau suruh kesini" sambil menunjuk ke arah bengkel.
"Kalau bengkel susah mbak ini besinya keras, ini mesti dipanasi mbak kalau hanya di pukul pake palu ya susah." Sepertinya si bapak mengerti apa yang mas bengkel tadi lakukan.

Tanpa menunggu lama si bapak berdiri dan mengambil alat las dan palu.
"Duduk dulu mbak." Melihat ke arah bangku panjang yang aku lihat tadi dan menyuruhku untuk menunggu disana.
"Iya pak" Aku masih tetap berdiri di pinggir motor. Ingin melihat proses perbaikan, ada rasa penasaran juga bagaimana bapak ini ngelas.

Dengan memanasi tuas rem dengan alat las lalu memukul-mukulnya sedikit demi sedikit akhirnya rem bisa kembali ke tempat semula, walaupun bentuknya tidak semulus semula namun tak masalah asalkan sudah bisa berfungsi dengan benar. Sesekali aku merasakan perih di punggung kakiku, namun tak aku hiraukan. Tuasnya jadi gosong terkena panggangan api dari alat las.
"Sudah mbak, tapi ya tidak bisa lurus seperti semula " Bapak itu berdiri dan mengembalikan alat-alat yang barusan ia gunakan untuk memperbaiki tuas rem.
"Enggak apa-apa pak yang penting tidak ngunci kayak tadi."
"Berapa pak......?"
"......(menyebut sejumlah angka yang mesti aku bayar) saja." Aku lupa berapa nominal yang disebutkan si bapak habisnya sudah lama sekali.

Setelah membayar dan berterima kasih aku pun berlalu. Rem motor kembali berfungsi seperti semula, ini semua berkat jasa bapak tukang las. 

BERSAMBUNG....


September #2

Perjalanan


Dari pada lebil lama mendengar ceramah dari ibu, segera saja motor melaju menuju ke kios majalah yang sudah menjadi langganan. Lumayan jauh juga seh sebenarnya jaraknya dari rumah panas pula tapi demi artis idola tak apalah. Apalagi episode bulan ini ada bonus poster gede dan note book makanya mesti buru-buru dapat daripada malah kehabisan. Padahal mendapat bonus poster gede juga enggak pernah di pajang atau di tempel di tempok karena memang sebenarnya tidak suka dengan hal-hal macam itu setelah dulu pernah dinding kamar tertempel poster gede penyanyi idola namun karena kamar mau di cat ulang dan poster-poster itu mesti di copot agar dindingnya nantinya tidak belang namun karena sudah tertempel erat poster itu pun sobek walaupun bukanya sudah pelan dan superhati-hati, rasanya ingin nangis juga seh pas tau tapi enggak sampai tumpah tu tetesan embun di siang bolong dan sejak saat itu tak pernah lagi nempel-nempel poster idola di dinding.

majalah yang biassa aku beli ini tak semua kios menjualnya, hanya kios besar yang menjual banyak majalah dan koran saja yang jual mungkin karena harganya agak sedikit mahal (kurang lebih dua kali harga majalah remaja yang lagi tran saat itu) bila dibanding majalah-majalah remaja kali ya takut kalau tidak laku.
"Ibuuuu majalahnya sudah datang ?!" Suaraku mulai menggema setibanya di kios majalah yang sudah menjadi langgganan.
"Belum, dari agennya juga masih kosong" Jawab ibu penjual yang hingga saat ini belum aku ketahui namanya yang sudah hapal dengan majalah yang aku maksud.
"Kan biasanya tanggal 8an datangnya ".
"Iya, biasanya gitu tapi tadi pagi bapak (suaminya yang kadang ikut bantu jaga kios) tanya ke agen katanya massih kosong. Mugkin dari pabrik pemasarannya juga terlambat makanya sampai sekarang belum ada."
"Walaaaah...." Dengan rasa sedikit kecewa mendengar jawaban si ibu penjual.
Sudah bela-belain kesini malah kagak ada. Sambil melihat-lihat tabloid, majalah, koran yang terpampang di kios siapa tau ada yang menarik. Namun sepertinya tidak ada yang menarik dan beberapa diantaranya majalah lama yang sudah aku miliki..
"Itu sebelah sana majalah baru"
"Yang mana bu, ini ya..." Sambil menunjuk ke majalah yang sepertinya dimaksudnya.
"Iya yang itu, ada bonus stiker di dalamnya."
"Sudah punya"

Waktu masih sekolah kalau beli majalah kadang gila-gilaan bisa sekali beli sampai 3 majalah hingga uang jajan 1 minggu bisa habis, terkadang sampai bobol celengan sapi hanya untuk membeli majalah yang ada liputan tentang penyanyi idola yang saat itu mengidolakan boy band westlife.
"Ya udah bu nanti saja kalau majalahnya sudah datang kesini lagi. Kira-kira datangnya kapan ya ?" Tanyaku yang masih penasaran dengan majalah yang ingin aku beli.
"Wah gak bisa mastiin kapan datangnya karena dari agennya juga belum ada berita."
"Mari bu..." Dengan sedikit rasa kecepa aku pun beranjak pergi meninggalkan kios
"Iya mari mbak" jawab ibu itu yang aku dengar hampir bebarengan dengan suara motor yang aku starter.

Saat perjalanan pulang di tengah perjalanan yang jalannya agak sempit tapi masih muat jika digunakan untuk berpapasan dengan mobil, jalan raya yang tidak begitu ramai. Di depanku ada sebuah mobil yang jalannya pelan, aduh gak sabar pengen nyalip tapi agak ragu mengingat di depan ada lubang yang lumayan besar dan juga ada kendaraan dari arah berlawanan lagi banyak, mungkin lampu merah di perempatan yang ada di depan sana lagi hijau. Setelah agak sepi niat untuk menyalip sekali lagi terlintas, sambil mencari waktu yang pas. Aku sudah membunyikan klakson dan tak lupa menyalakan reting agar mobil di depan memberi sedikit jalan ah sepertinya pas mengingat dari arah berlawanan ada juga mobil yang di belakangnya juga ada sebuah motor yang jalannya agak ke kanan sepertinya juga ingin menyalip mobil yang ada di depannya. Namun pada saat mau nyalip mobil yang ada di depanku tiba-tiba dari arah berlawanan motor yang tadi ada di belakang mobil juga ikutan menyalip dan breeeeeees.....

Entah bagaimana kejadiannya, tiba-tiba saja motorku sudah tersungkur dan aku pun juga ikut-ikutan jatuh dengan posisi terduduk dengan kaki kiri sedikit tertimpa body motor dan telapak kaki kanan sepertinya tersangkut pijakan motor. Rasa terkejut hanya bisa membuatku terdiam, tengak tengok tidak ada mobil atau pun motor yang melintas hanya melihat seorang bapak-bapak setengah baya menggunakan kaos putih polos tipis dengan cepala pendek sedang mengambil sandal dan spion sebelah kanan yang patah sepertinya sendalnya juga putus. Sedikit buru-buru segera saja mencoba memberdirikan motornya yang terguling sambil memegangi spion dan sendal jepit yang sudah putus mencoba menstarter motornya. Motor merah yang sepertinya keluaran lama tahun 80an generasi sesudah BMW (Bebek Merah Warnanya).

Dengan sangat tergesa-gesa dia segera menstarter motornya walau agak susah sepertinya, tanpa menengok ke arahku sama sekali. Mungkin takut dimintain ganti rugi dan pertanggung jawaban kali ya. Anehnya lagi aku tak segera berdiri masih dengan posisi terduduk melihat bapak itu pergi, tapi sempat menggerakkan kaki kananku yang terjepit pedal rem belakang. Aku mulai mencoba untuk berdiri, mencoba menggeser kaki yang kiri yang agak tertimpa stang motor dan meluruskan kaki kanan yang tersangkut. Tanpa aku sadari ada seorang laki-laki muda yang menghampiriku entah dia dari arah mana datangnya.
"Mbak gak kenapa-kenapa.....?"
"Bisa jatuh begini bagaimana ceritanya....." Tanya pria itu sambil mencoba mengangkat motorku yang masih terjatuh.
"Tadi di tabrak bapaknya itu." Sambil melihat ke arah belakangku yang tidak ada ada motor lewat, bapak yang tadi pun sudah tidak terlihat.

Di depan motorku aku melihat sebuah motor yang terparkir mungkin ini motor tu cowok. Pria itu mencoba menuntun motorku ke pinggir agar tidak mengganggu pengendara yang lain tapi susah, motor tidak bisa digerakkan. Pria itu mencoba mencari-cari apa gerangan penyebab motor tidak mau bergerak dari tempatnya jatuh, sedikit berjongkok mengamati bagian bawak  motor dengan tangan masih memegangi stang dan pegangan belakang agar tidak terjatuh. Aku hanya berdiri di sisi sebaliknya dan melihat dengan seksama apa yang dilakukan pria itu, sambil emmegangi motor juga. Beberapa motor dan mobil lewat dan melihat ke arah kami, mungkin karena takkut nabrak karena kami masih berada di tengah jalan ada beberapa pengendara yang lewat membunyikan klakson tanda agar kami menyingkir.

Dengan mengerahkan kekuatan penuh pria itu mengotak atik rem agar tidak mepet dengan ring ban sehingga bisa jalan dan berhasil  motorpun bisa dibawa ke pinggir.
"Ini rem belakangnya 'gepok',  mbak " masih sambil mencoba meluruskan pedal rem yang lurus sejajar pijakan.
Akibat dari tabrakan tadi, mungkin karena terlalu kencang benturannya sehingga tuas rem belakang yang seharusnya agak melengkung ke atas berbaris rapi di depan pijakan ini malah lurus sejajar dengan pijakan.
"Mbak dari mana mau kemana.....?"
"Dari sana mau pulang " Sambil menunjuk arah yang sudah aku lewati.
"Sampai kayak gini, mbaknya enggak apa-apa...?!" Sambil melihat lekat-lekat ke arahku
"Enggak."
"Sampai kaya gini " komentar pria itu ketika masih mencoba merenggangkan rem agar bisa berjalan.
"Trus bagaimana mas " Tanyaku kepada pria itu karena aku juga tidak tau harus berbuat apa
"Bawa ke bengkel saja mbak, biar di benerin " Sepertinya pria itu mulai menyerah. berdiri dan melihat ke arahku.
"Sini bengkel terdekat mana " Dengan wajah entah polos atau linglung yang tidak bisa hafal jalan dan jarang memperhatikan keadaan sekeliling.
"Depan sana ada, mbaknya lurus nanti ada pertigaan lampu merah mbaknya belok kiri langsung berbalik arah saja. Dekat asrama depan sana." Pria itu menjelaskan sambil menggerakkan tangan sesuai keterangan yangh diberikannya.
"Tapi motornya bagaimana..."
"Ini sudah bisa jalan tapi pelan-pelan saja masalahnya remnya masih 'gepok', buat jalan sudah bisa kalau cuma sampai bengkel depan."
"Makasih mas sudah di bantu, mari mas " Sambil menstarter motor.
"Iya mbak, pelan-pelan saja jalannya."
"Iya mas, makasih. Mari mas " Sambil mengangguk lalu berlalu meninggalkan pria itu.

Motor jalannya berasa aneh, sudah di gas tapi jalannya masih pelan dan karena pedal remnya masih menyamping sejajar pijakan maka kakiku juga agak menyamping mengikuti arah tuas rem itu berada. Berjalan mengandalkan rem depan kalau begini ceritanya.

BERSAMBUNG...

25/03/14

Sendiri

Hati yang terasa begitu perih entah apa yang menyebabkan hingga begini
Mata mulai nanar dan rasa panas mulai menghinggapi kelopak mata
Sekuat tenaga bertahan menahan titik-titik kristal yang tak kuat nenopang pilu
Di sudut, tertelungkup coba bersandar dalam lengan yang lemah ini

Mata memandang dalam satu pikiran hampa
Terjelembab kedalam putaran waktu yang mematikan tanya
Sirna, semua menghilang tak berbekas
Menyisakan tanya yang tak kunjung ada jawabnya

Diam Itu Lebih Baik

Kadang-kadang kita hanya perlu DIAM dalam memberi komentar..
Kadang-kadang kita hanya perlu DIAM dalam menegur..
Kadang-kadang kita hanya perlu DIAM dalam memberi nasihat..
Kadang-kadang kita hanya perlu DIAM dalam memprotes..
Kadang-kadang kita hanya perlu DIAM dalam persetujuan..

tapi..

Biarlah DIAM kita mereka faham artinya..
Biarlah DIAM kita mereka terkesan maknanya..
Biarlah DIAM kita mereka maklum maksudnya..
Biarlah DIAM kita mereka terima tujuannya..

karena..

DIAM kita mungkin disalah artikan..
DIAM kita mungkin mengundang prasangkaan..
DIAM kita mungkin tidak membawa maksud apa2..
DIAM kita mungkin tak berarti..

maka..

jika kita merasakan DIAM itu terbaik..
seharusnya kita DIAM..

namun seandainya DIAM kita bukanlah sesuatu yang bijak..
berkatalah sehingga mereka DIAM..


Kutipan diambil dari sini

24/03/14

Rumah Boneka Buatan Putra


Pulang kerja Putra sudah ada di rumah, dipanggil-panggil gak nyahut eeeh ternyata lagi asik motong-motong kertas. Memotong dan menempel untuk jadilah rumah-rumahan boneka ala pupu. Kalau di lihat memang bentuknya aneh, namun ketika melihat celotehnya saat memainkan gambar-gambar itu sedikit banyak bisa menghibur setelah capek bekerja. Imajinasi yang tinggi, membuat, memainkan dan membuat cerita sendiri jarang-jarang kan melihat anak yang kreatif kaya gini. Putra memang istimewa dan anak kecil inilah yang bisa membuat rumah menjadi rame kembali dengan ulah dan kepolosannya.

Berbekal gunting Putra mulai memotong-motong kertas lipat yang biasanya dia gunakan untuk belajar origami dan majalah bobo yang beberapa minggu kemaren dibeli ketika berburu buku dan komik bekas pun tak luput jadi sasaran. Guntingan yang tak beraturan gak jadi masalah buatnya dan hasil guntingan ditempel-tempel menggunakan lem. Sedangkan gambar orang-orangan yang ada di majalah di guntingnya juga dan dijadikan objek dari penghuni rumah.

Kalau dulu aku main bongkar pasang yang tinggal memotong-motong menurut pola yang sudah dibuat dari pabrik tapi putra membuatnya sendiri dengan kreasi dari hayalannya. Anak yang gemesin tak terasa sekarang sudah gede padahal sepertinya baru kemaren melihatnya belajar jalan. Suka merengek minta dibonceng berputar-putar tak peduli matahari ada di atas kepala ketika sudah mengantuk.


Cermin

Aku ingin melukis malam
Namun malam sepertinya menolak untukku lukis
Baiklah..., aku akan mencari cermin
Mengawasi dan mencari sosok yang ada disana

Aku mengenalnya namun tak memahaminya
Aku mengerti apa yang dia mau
Namun aku tak paham dengan yang dia lakukan

Kosong...
Harapan yang hanya menguap begitu saja
Raut wajah yang sendu dan senyumnya tarasa pilu
Sosok wanita rapuh dan menyendiri

Ku coba menyentuh sosok di depanku
Tak ada penolakan, namun juga tak ada persetujuan
Dia ingin tetap disana
Terperangkap dalam kesunyian dan kesendirian

Kucoba tanyakan 'apa yang bisa aku lakukan untukmu?'
Dia hanya tersenyum, menatap dengan lekat
Tak ada, aku hanya ingin kau tersenyum untukku


Terjaga Menyongsong Pagi

Terbangun bukan karena ingat ada acara motoGP di tv namun karena dengan tiba-tiba banyak hal-hal yang berseliweran dalam pikiran. Sempat berpikir apakah arah tidur juga mempengaruhi ataukah ini semua karena terlalu banyak kehawatiran dan permasalahan yang berkecamuk membentuk benang kusut dalam otak atau terbangun karena memang badan bellum fit 100%  atau karena kamu....??? Entah masuk kategori yang mana terjagaku di malam ini, bisa jadi penyebabnya dalah satu diantara itu semua atau bisa juga karena beberapa dari itu semua yang pasti hari ini sekali lagi aku terbangun lebih awal dari yang seharusnya. Aku tidak ingat apakah tadi ketika mata terpejam bisa dibilang tidur atau sekedar mengistirahatkan mata aku juga bingung.

Terjaga dalam tidur, sendirian menatap langit-langit dan dinding kamar yang sunyi dan sepi, lampu temaram yang berwarna orange menjadi satu-satunya cahaya yang aku temukan di kamar. Biasanya ketika terbangun jam berapa pun hal pertama yang aku lakukan adalah meraih hp namun akhir-akhir ini hp jarang tersentuh bahkan beberapa sapaan dari teman juga terkadang tak aku tanggapi sepenuh hati.

Kenapa juga akhir-akhir ini aku dibayang-bayangi rasa takut ? Nyali ciut dan detak jantung yang cepat, ada yang tak beres, ya sepertinya begitu tapi salahnya dimana..... ini yang perlu penelusuran. Gak boleh... Gak boleh.... Gak boleh... Ini semua hanya permainan otak, hanya perasaanku saja tak ada yang aneh-aneh dan ini cuma faktor lelah saja. Mungkin hanya butuh sedikit refresing, bisa jadi begitu.

Sekarang hanya perlu membuat tubuh dan pikiran rilek, tak boleh berpikir macam-macam dan biarkan semua berjalan menurut skenario yang Tuhan buat. Semua bisa aku lalui, karena aku kuat dan aku tak serapuh yang aku bayangkan sebelumnya aku tak mau dikasihani untuk itu aku mesti berusaha. Aku percaya di ujung rencana-Nya pasti ada keindahan, tak ada yang abadi karena semua hal ada waktunya hanya perlu menikmati prosesnya agar terbentuk metamorfosis secara sempurna sehingga akan melahirkan jiwa yang lebih indah dari yang sebelumnya. Kembali mencipta dan berkarya ya, sepertinya ini yang aku lupakan. Tapi bagaimana dengan masalah hati, masalah rasa yang selama ini mendominasi..... Entahlah

23/03/14

Where Are You

Haiii...., apa kabar yang ada di seberang sana
Harus tetap sehat ya, ingat kesehatan yang utama
Udah lama gak ngobrol-ngobrol dan gak ada kabar juga :(
Apakah masih belum menemukan cara untruk sekedar berbincang-bincang
Atau apakah kesibukan memang sangat menyita seluruh waktu hingga tak kepikiran untuk sekedar say hello

Where are you ?
Apakah kau masih mengingatku, atau kah malah sebaliknya...
Harapanku jatuh pada pilihan pertama ya :)

Disini ingin ku sampaikan lima huruf padamu
Tapi masihkah boleh..., anggap aja begitu ;)
Apa pun yang kau pikirkan sekarang
Jaga diri baik-baik, ingat makan dan sholat jangan ketinggalan


September

Poster Idola

Masa-masa tenang, sekolah sudah tinggal kenangan. Hanya menunggu ijasah dan surat kelulusan keluar maka selesai sudah menjadi pelajar. Selama menunggu surat-surat kelulusan keluar banyak waktu aku habiskan dirumah. Tak ada kegiatan berarti hanya tiap siang menjemput adik sekolah. Antara senang dan bosan, senang karena sudah tidak ada tuntutan bangun pagi, belajar, mengerjakan PR (Pekerjaan Rumah) maupun tugas yang bejibun yang kadang hingga bikin kepala cenat-cenut dan juga bimbel yang sering bikin malas, namun disisi lain sedih juga mesti berpisah dengan teman-teman dan guru yang pastinya sudah banyak kenangan yang tertoreh. Bosan dirumah tidak ada kegiatan, hanya nonton televisi dan bermalas-malasan. Kangen juga dengan suasana sekolah bila kaya gini, namun ketika sekolah apalagi pas musimnya ulangan hingga tidak ada hari tanpa ulangan dan tugas berharap libur segera tiba agar bisa bermalas-malasan dirumah. Membingungkan juga ya.

Hari sudah beranjak siang di awal-awal bulan september niat banget keluar rumah hanya untuk membeli majalah langganan yang beredar tiap bulan. Seperti sudah menjadi kebiasaan dan candu tak pernah satu episode pun terlewatkan. Walaupun sudah dilarang ibu karena membeli barang yang dianggap tak ada manfaatnya untuk urusan sekolah namun emang dasar "dablek" sudah sering kena marah namun masih juga tetap membeli, sampai ibu bosan sendiri. Padahal bila sudah dibaca majalah itu akan berujung di tumpukan bersama koran-koran bekas yang nantinya di jual ke pedagang loakan ataupun di tukar dengan sebungkus cabe. Hal macam ini yang tak disukai ibu, membeli barang yang tak ada manfaatnya.

Majalah yang hanya berisi tentang liputan artis idola, segala macam yang ingin diketahui seorang penggemar dari artis idolanya yang saat itu sedang naik daun. Untuk menarik pembaca tak jarang akan diberikan bonus berupa kalender, poster gede, pin, dan benda-benda lain yang membuat lebih dekat dengan sang idola walaupun sebenarnnya ini menjadi strategi penerbit untuk mendongkrak penjualan. Meskipun harganya agak sedikit mahal bila dilihat dari kantong anak sekolah yang mendapat uang saku tak banyak, namun begiku tak menyurutkan keinginan untuk mendapatkan berita ter update dari sang idola.

Waktu itu jaman-jamannya boy band yang lagi digandrungi anak muda dan lagi naik daun. Namanya juga masa puber, yang lagi senang-senangnya membanding-bandingkan lawan jenis dan seperti fase dimana membentuk sebuah karakter yang pantas untuk dijadikan teman dekat alias pacar. Aku awalnya tak begitu tertarik dengan hal-hal semacam ini, namun karena pergaulan yang hampir sebagian besar cewek mengidolakan artis-artis yang dianggapnya tampan dan menarik, inilah yang membuat aku ikut-ikutan mereka. Sebenarnya ini aku lakukan agar ketika berkumpul dan membicarakan tentang acara televisi atau pun yang biasa dibilang bergosip tentang idola masing-masing bisa ikutan nimbrung, bisa berargumen bahwa idolanyalah yang terbaik dan paling tampan.

Hari sudah beranjak siang, segera saja bersiap-siap untuk memburu majalah di kios langganan karena aku tak mau kehabisan dan ingin menjadi yang pertama memiliki majalah tersebut.

"Ibu, pergi dulu ya mau turun ". Ini karena rumahku ada di daerah atas dan kios majalah ada di daerah bawah.
"Mau kemana....." Tanya ibu yang masih sibuk meracik bumbu masakan.
"Mau pergi sebentar, beli majalah"
Kaya gitu di utamakan, mending buat beli roti yang jelas rasanya ibu juga bisa ikutan makan. Kalau enggak uangnya mending di tabung. Kaya gitu dibeli enggak bikin kenyang........." Nah kan ibu mulai lagi
"Biarin aah...., daripada uangnya aku beli-in yang enggak jelas mending ini " Mencoba membela diri
"Ya mendingan di tabung"
"Gak mau, besok saja nabungnya kalau dapat uang jajan lagi dari bapak".
"Berangkat dulu bu, Assalamuallaikum..." sambil berlalu meninggalkan ibu agar ibu tidak berlama-lama ceramahnya.

BERSAMBUNG....

Aku ingin Pelukan

Harusnya tak boleh seperti ini, kejadian yang sepertinya berulang, antara hati, pikiran dan raga semuanya sakit. Kejadian-kejadian yang telah aku alami seakan membuat tempat dalam diriku saat ini menguasaiku dan muncul yang seakan menteror pikiranku. Aku perlu pijakan yang kuat, aku perlu penopang yang kokoh namun sekelilingku hanya ada kegelapan yang seakan-akan secara perlahan mulai mendekat untuk menelanku. Aku tau Tuhan selalu ada untukku dan tek pernah bosan mendengar cerita-ceritaku namun bisakah aku bersandar untuk saat ini pada seseorang....?! Aku sungguh lelah, lelah dengan bayang-bayang masa lalu yang akhir-akhir ini menggelayut manis di pikiranku. Rasa trauma dengan cerita masa lalu yang tak mengenakkan datang lagi, aku takut... benar-benar takut Tuhan berikan aku sebuah pelukan hangat agarku terbuai hingga lupa dengan kejadian pahit itu. Aku tak mau mengingatnya dan aku juga tak mau sakit seperti dulu, sudah beberapa hari badan ini drop yang tak kunjung sembuh. Aku ingin sehat dan aku tak mau lagi mendapat resep dari dokter untuk berkonsultasi dengan psikolog aku juga tak ingin pikiran ini menggerogoti berat badanku.

Apa yang bisa aku lakukan....?!! Untuk bercerita kepada orang lain sepertinya aku tak bisa, cerita dengan orang tuaku aku lebih tak bisa aku tak ingin membuat mereka hawatir, mereka sudah sangat banyak menanggung persoalan-persoalan yang tak semuanya aku ketahui.

Hari ini akan aku mulai menulis tentang sebuah kisah yang berasal dari sudut pandangku dan yang aku rasakan semoga saja bisa menghilangkan segala cerita masa lalu yang terkadang masih mengganggu pikiranku agar ada ketenangan sehingga segala kisah hanya sepenggal rentetan peristiwa yang pernah aku alami. Mungkin dari coretan-coretan di sini  akan terlihat betapa lemahnya aku namun memang inilah aku wanita yang menggunakan rasa daripada logika.

Semoga semuanya menjadi normal dan rentetan cerita yang bermain di pikiranku seperti semalam hingga membuatku terjaga sampai pagi menjelang tak akan terulang. Cerita yang tak beraturan yang berjejal di otak memang seharusnya di urutkan agar tertata rapi dan bisa disimpan di kotak hiitam yang bersegel sehingga hanya menjadi cerita biasa satu bentuk proses pendewasaan.


22/03/14

Anak yang Kritis

Menemani Putra bermain sambil nonton televisi, setelah tayangan kartun selesai mulailah acara ibu-ibu apa lagi kalau bukan gosip. Kali ini gosip menayangkan tentang gugat cerai istri ginanjar 4 sekawan. Ketika mendengar beritanya sambil bermain sesekali melihat kearah televisi, aku kira tidak peduli dengan acaranya namun ternyata anggapanku salah.

"Heh aneh ya masa suami istri tinggalnya berpisah" beginilah Putra walaupun masih kecil namun pikirannya sudah seperti orang dewasa.
"Harusnya suami istri tinggal bersama to ya"
"Suaminya kan kerja jauh" jawabku menanggapi omongan Putra
" Kan bisa ikut....?"
"Suaminya kerjanya muter-muter"
"Ya gapapa to, ikut muter-muter. Malah enak jalan-jalan terus"
"Suaminya kerja jauh disana tidak punya rumah"
"Ya tetep ikut, kan punya rumah"
"Rumahnya disini kalau disana tidak punya rumah"
"Kan bisa bareng"
"Kerjanya jauh di luar kota nanti kalau istrinya capek gimana"
"Kan bisa dipijiti"

Langsung aku ganti channel televisi dan mencair acara televisi yang menayangkan film kartun atau acara yang cocok untuk anak seusianya walaupun sekarang sangat minim acara untuk anak-anak, sungguh miris. Lama-lama untuk anak-anak juga harus mengadopsi acara TV berlangganan kali ya. 

Kaget juga mendengar hanya melihat dan mendengarkan bisa menganalisa dan memberikan pertanyaan maupun komentar yang sering keluar secara spontan dari anak kecil satu ini. Anak kecil yang kritis dan haus dengan penjelasan-penjelasan yang menurutnya bisa masuk akal dan harus mendapat penjelasan kalau enggak bisa ditanya terus-terusan sampai mendapat satu penjelasan, namun terkadang juga kita tak memberikan penjelasan yang sebenarnya ketika yang ditanyakan belum sesuai untuk seumurannya. Terkadang kata-kata spontannya juga sebenarnya enggak pantas di ucapkan (agak kasar) entah mendengarnya dari mana dan kalau sudah seperti itu sepantasnya untuk menegur dan memberi penjelasan bila kata-kata itu tidak baik "saru" dan tidak boleh di ucapkan lagi.

Jadi intinya mesti hati-hati dalam berucap dan bertingkah laku bila ada anak kecil dalam hidup kita karena sifat anak kecil adalah meniru dalam hal apa pun itu. Sebaiknya mengarahkan yang baik, bila ada pertanyaan jelaskan dengan kata-kata yang mudah di pahami agar tidak menimbulkan pertanyaan-pertanyaan baru, karna dengan penjelasan-penjelasan itu pula bisa mengajarkan dan membantu mengasah otak anak untuk tetap aktif dan kritis.

Gara-gara cari remote enggak ketemu-ketemu malah menimbulkan pertanyaan. 

19/03/14

Tumbang

Sepertinya saat ini puncak dari sakit yang sudah hampir dua mingguan lebih yang tak dirasa. Badan berasa capek ditambah pikiran yang kagak bisa diem serta tidur yang bagai gak merasakan tidur meskipun bisa tidur lebih cepat dari biasanya. Bisa dibilang sudah lupa bagaimana rasanya tidur berkualitas dan bagai sudah berhari-hari tak tidur sangat ngantuk dan lelah. Kemaren berangkat kerja kagak pake jaket sehingga pulangnya kena angin malam selain itu juga gak memakai masker hingga di tengah perjalanan sempat berpicara dalam hati "wah ngalamat kena radang ni..." seiring dengan terciumnya bau-bau asap kendaraan yang saat itu jalanan ramai walau gak macet karena bertepatan dengan orang-orang yang pulang kerja. Walaupun pulangnya masih di bilang pergantian malam namun tetap saja sudah masuk jam malam, lagian saat ini juga masuk musim pancaroba atau musim peralihan yang biasanya banyak virus yang meraja lela mencari mangsa orang-orang yang sistem imunnya lemah sehingga mudah terserang flu, batuk dan demam oh ya radang juga. Minggu ini juga terpaksa mandi malam (baca: jam 7 malam) padahal jam segitu kan masa-masa transisi suhu air yang sebenarnya tidak baik untuk mandi, komplit sudah untuk membuat hidung meler tanpa henti.

Di kantor awalnya cuma agak pusing, lalu tanpa bisa di hindari menghirup asap rokok yang memang saat jam bubaran kantor ada beberapa marketing bersama BM yang pesta rokok di ruangan tanpa menutup pintu, jadilah terkena imbas asapnya padahal kan aku enggak minta bagian yaa :( 
Meskipun sudah berusaha menutup hidung rapat-rapat dan memakai masker namun baunya masih bisa menerobis masuk hingga menggelitik hidung yang sensi dengan bau rokok sampai menyemprotkan pengharum ruangan banyak-banyak di sekelilingku agar bau rokoknya kalah, namun perkiraanku salah asap rokok terlalu kuat untuk di taklukkan. Huuuuft..... pasrah

Sebelum jaga sendirian menyempatkan diri untuk membeli makan, karena bila minta tolong OB bisa sampai jam 8 malam baru makan keburu cacing-cacingku demo malah repot. Sasaran beli fried chicken saja yang dekat (mencari praktis dan cepat). Namun setelah makan malah tenggorokan berasa enggak enak, mencoba menetralisir dengan minum yang banyak tetap saja terasa aneh, entah dari dampak makan ayam goreng atau menghirup asap rokok, kagak tau dah. Semakin lama dirasa malah badan berasa panas dingin, pusing dan tenggorokan berasa sedikit perih dan pangkal hidung agak sedikit sakit. Perkiraanku terkena radang dan amandel kambuh, hikh hikh hikh.... sakiiiiiiit banget, tenggorokan dehidrasi tingkat tinggi.

Wah ini mesti minum obat kalau enggak besok bisa benar-benar tepar padahal masih masuk 2 hari lagi sebelum weekend tiba dan sepertinya harus masuk malam tukeran sama mbak tami yang minggu ini dapat giliran jaga hingga malam, ini karena rumahnya jauh dan kasihan juga bila pulang malam tidak ada yang jemput lagian tidak bisa naik motor. Nanya mbak aris ternyata tidak bawa obat demikian juga dengan pak Kawit untung saja mbak aris baik hati berkenan membelikan obat ke supermarket yang ada di samping kantor (walaupun sebenarnya dia memang mau kesana untuk membeli susu buat anaknya) tapi kan jarang ada orang yang mengajukan diri untuk direpoti.

Walau obat yang aku minta tidak ada namun tak apalah yang penting ada paracetamol-nya. Berhubung aku gak bisa minum obat makanya perlu bantuan sendok untuk merendamnya agar obatnya hancur jadi mudah meminumnya, seperti anak kecil ya. Hehehehe....
Harap di maklumi karena sudah belajar minum obat dengan bantuan apa saja tetap gagal obat selalu terlinggal sedangkan media pendukung masuk dengan sukses ke perut. Waktu itu pernah minum obat dulc*l*x yang obatnya kecil agak sedikit bulat dan keras (bila tidak percaya boleh buktikan seberapa kecilnya), ketika itu menggunakan bantuan pisang untuk meminumnya walau gagal berkali-kali namun dengan metode analisa menggunakan pisang yang dikunyah kasar akhirnya tertelan juga hanya saja obatnya masuk sampe kerongkongan atau dengan kata lain kesangkut di tenggorokan hingga bila leher di raba terasa ada yang mengganjal. Sudah minum air banyak-banyak dan makan jajan namun tetap saja obatnya tidak mau bergerak hingga aku coba turunin pelan-pelan pake tangan dan sedikit-sedikit minum dengan harapan agar ikut hanyut bersama air. Untung saja bisa kalau enggak bisa nunggu sampai hancur di tenggorokan dan gak bisa bayangkan pahitnya seperti apa.

Saat melihat obat yang hancur di sendok pikiran teringat dengan almarkum pak Nardi yang dulu juga bekerja di sini sebagai scurity, beliau pula yang sering mengingatkan untuk minum obat ketika aku sakit namun tetap bekerja bahkan beliau pula yang dengan suka rela membantuku menghancurkan obat dari dokter yang aku bawa, seringnya maksa agar obatnya di minum padahal obatnya cuma aku bawa saja biar tidak kena marah bapak eeh malah di kantor juga tetap ada yang ngawasi. Banyak kenangan sama beliau suatu saat nanti akan aku ceritakan disini. Kangen sama almarhum, semoga beliau damai dan mendapat tempat yang indah disisi-Nya, aamiin.

Dari aku bilang kalau agak demam pak Kawit berkali-kali nengok ke tempatku dan sempat juga menawi untuk mengeroki namun aku menilaknya. Katanya mukaku kelihatan merah "mangar-mangar" istilah untuk terlalu panas. Sudah mendengar berulang-ulang yang menyuruhku nanti sampai rumah suruh di kerok biar sembuh. Tapi kok sampai di rumah badan semakin dingin ya, sepertinya aku benar-benar demam. Udahan dulu ya coretannnya dilanjut besok saja dan semoga enggak hilang apa yang ingin aku ceritain sekarang. Rehat dulu ya, biar besok bangun badan enakan tidak jadi sakit. tha thaaa....



18/03/14

Ucapkan Sumpah Profesi

Akhirnya tamat juga pendidikanmu adeku.
Hari ini (18/03/2014) menjadi hari bersejarah bagimu setelah satu setengah tahun waktu yang kau gunakan untuk menuntaskan pendidikan profesimu. Walaupun waktunya lebih dari yang seharusnya (1 tahun) namun tak mengapa karena mengulang 1 mata pelajara yang materi bahan prakteknya susah di cari menjadikanmu tak bis amengikuti wisuda angkatanmu namun mesti ikut wisuda yang selanjutnya bersama dengan teman-teman angkatan dibawahmu. Sebenarnya ini bukan wisuda, karena wisuda sudah dilakukan september tahun kemaren. Ini hanya wisuda pengambilan sumpah profesi mungkin kedepannya nantinya bila sudah bekerja di bidang yang sesuai dengan jurusannya agar tidak seenaknya sendiri karena profesinya menyangkut nyawa orang lain juga.

Dalam balutan baju batik dengan dasi ditambah dengan jas warna putih dan celana putih kau terlihat lebih gagah (baru sadar mungkin ini yang membuat cewek-cewek dari jaman sekolah dulu ngebet ngajak jadian). Bertempat di hotel berbintang acara berlangsung dengan konsep yang matang sepertinya, terlihat wajah-wajah keceriaan terpancar dari keluarga dan peserta. Tak banyak peserta wisuda tak lebih dari 50 orang, karena pendidikan yang kau ambil bukanlah pendidikan umum yang kebanyakan orang minati dan juga kampus juga tak banyak menerima murid tiap tahun ajaran baru. Baik yang cewek maupun cowok menggunakan seragam yang sama bahkan yang menggunakan jilbab juga dikompakkan kerudungnya, sehingga dari riasan rambut, baju hingga jas semuanya disamakan. Mereka semua terlihat anggun dan gagah walaupun aku melihat ada beberapa cewek yang riasannya berlebihan hingga mengaburkan kecantikan alaminya.

Sekolah Menengah Kejuruan farmasi dan kuliah juga di yayasan yang sama dengan waktu yang lebih dari pada sekolah pada umumnya. Tak banyak orang yang melirik di sekolah ini karena memang biaya yang di keluarkan tak sedikit tiap semesternya belum lagi dengan praktik-praktik yang bahan-bahannya juga terkadang susah  dicari. Melihat kamus obat-obatan yang tebal dan tulisannya bikin mata berputar-putar karena banyak kata yang tidak aku pahami.

Jadilah kebanggaan orang tua, hari ini awal dari perjuangan hidup yang sesungghnya. Saatnya kau membangun, berkembang dan berkarya. Dan akhirnya bapak juga bisa sedikit bernapas lega karena 1 beban kini telah berkurang dan kewajiban untuk membekali anak-anaknya pun sudah dilaksanakan dengan baik, tinggal menunggu adeku bontot yang sekarang juga masih mengenyam pendidikan di bangku kuliah, namun untuk yang bontot sepertinya bapak patut berbangga karena dia memilih untuk bekerja terlebih dahulu untuk mengumpulkan uang untuk kuliah (patut di acungi jempol dan perlu di tiru) dan saat ini si bontot kuliah dengan biaya sendiri walaupun kadang juga masih minta namun tak 100% hanya ketika benar-benar kepepet dan sangat mendesak. 



NB: coba siapa diantara kalian yang tau adeku yang mana...., kata kuncinya dia cowok, tinggi, badannya agak besar, potongan rambut cepak semaunya sendiri. yang bisa nebak dapat hadiah ;)


17/03/14

Peluk Aku Saat Ini

Sekarang boleh ngeluh ga....?! Aku capek. Bisakah peluk aku Tuhan, saat ini aku tak mau hanya sebuah genggaman kuat tangan itu, aku tak mau remasan di pundak, ataupun usapan di kepala aku tak mau itu, aku hanya ingin sebuah pelukan. Ya pelukan, sepertinya hanya itu yang bisa memberikan keteduhan hatiku, menentramkan jiwaku dan menghilangkan segala amarah dalam diri ini.

Aku tau boleh menuntut karena aku tak punya hak, aku tak boleh protes karena itu bukan wewenangku, aku tau boleh berkeluh kesah karena aku tak menjalankan kewajibanku dengan baik tapi bisakah untuk saat ini berikan satu pengecualian untukku. Peluklah aku, jangan biarkan air mata ini jatuh tiada arti.

Aku kesal, aku marah dan aku takut pada diriku sendiri seakan jiwa ini bukan pemilik raga yang sebenarnya. Terlihat bayangan yang mengikuti sang pemilik sangatlah rapuh bahkan untuk melangkahpun tak berdaya bagai tak ada tenaga. "Bisakah Aku mendapat pelukan saat iini....??!" Suara cibiran tak kasat mata terdengar sayup-sayup, kebisuan menyeruak diantara riuhnya orang-orang beralulalang. 

Aku percaya diujung rencanaMu pasti ada keindahan, namun untuk mencapai ujung aku harus melewati ribuan anak tangga dan aku merasakan lelah, bisakah aku mendapatkan satu pelukan....?! Aku ingin terus maju dan pelukan itu sangatlah penting dan berartinya untukku karena disanalah letak cadangan energi yang aku butuhkan untuk menyusuri anak tangga yang berjajar dan sudah menungguku.

Dalam riuh tak ada yang mengenalku, tak ada yang menemukanku dan tak ada yang tersenyum untukku. Aku coba melihat ke samping tak jua aku temukan sosok yang dulu berjanji tak meninggalkanku tak melepaskan genggaman itu hingga ada penggantinya, namun kini hanya kehampaan yang ada. Tuhan peluk aku saat ini.


12/03/14

Kisah Dua Buah Pot

Ada dua pot tanaman yang sama-sama mengusahakan menjadi tempat bertumbuhnya tanaman. Pot pertama, dibeli dari sebuah toko alat rumah tangga ternama yang terbuat dari plastik dengan cetakan mulus keluaran pabrik. Tak perlu kau risau bagaimana lubang airnya karena pabrik telah menyediakan lubang yang ditempatkan secara presisi hasil olah kerja mesin. Karena kau mengusahakan yang terbaik, maka kau menaruhnya di ruangan khusus yang terlindungi dari terik matahari langsung dan cucuran hujan deras yang sewaktu-waktu bisa merusak pertumbuhan daun. Penyiraman pun dilakukan dengan alat khusus yang mampu menyiram otomatis, jadi tak perlu repot-repot mengangkut ember hanya untuk menyiramnya di tiap pagi dan sore. Ah kalau cuaca sedang memburuk, alat pengatur suhu ruangan dapat diandalkan. Cukup atur settingannya lalu biarkan sang mesin yang mengurus kapan temperatur ruangan melembab. Hidup terasa mudah, semua serba otomatis. Hey ini 2014, untuk apa susah-susah??


Pot kedua terbuat dari kaleng biskuit bekas. Duh repotnya, kau harus melubangi satu-persatu dengan paku yang diketuk palu agar tercipta lubang. Atau kalau Hari Raya belum datang dan yang ada di rumah hanyalah toples plastik tak terpakai, maka kau harus repot-repot melindungi jari dengan segumpalan kain agar terlindungi saat melubangi toples dengan paku yang dipanaskan. Kau juga harus repot-repot menggotong ember dari kamar mandi karena satu-satunya mesin yang bisa diandalkan hanyalah tangan dan ingatan sigapmu kapan harus menyiram tanaman. Kalau hari sedang penghujan maka bersiaplah untuk menggeser posisi pot agar pas segaris dengan lokasi di mana air hujan tercurah lalu jatuh. Hingga akhirnya terjadi semacam ritme biologis-jadwal yang tersusun dengan sendirinya. Saat tengah asyiknya menonton kartun sore kau harus meninggalkan kursi nyamanmu lalu menyiram. Atau saat sedang seru menginap di rumah nenek, kau perlu merepotkan orang rumah hanya untuk sekadar titip siram.


Dan tentang pot pertama, saking asyiknya mengandalkan kecanggihan teknologi kau sampai lupa bahwa beberapa kabel mulai usang, beberapa timer mulai aus dimakan waktu. Kau terlupa, hingga tanaman yang kau harap-harap tumbuh mati begitu saja tanpa sempat kautengok saban pagi dan sore.

Ada banyak variasi seni dalam berjuang. Kamu memilih pot yang mana?

Burung Kertas dan Bintangmu




Ini dia origami buatanku.
Ketika ngantuk melanda sedangkan untuk browsing juga sudah bosan tidak tau lagi mau googling apa banyak sudah artikel yang terbaca dan parahnya tidak tau  meski ngapain lagi untuk mengusir ngantuk, walaupun pengennya seh tidur tapi masa iya masih tugas tidur tar dikirannya tidak tanggung jawab kagak etis donk ya sedangkan untuk melototi monitor mata juga sudah mulai pegal, nah dari pada bengong sambil terkantuk-kantuk teringat burung kertas, mulailah iseng melipat-lipat kertas. Walaupun sempat gagal, salah lipat namun akhirnya jadi juga sebuah burung kertas dengan sempurna. Tak hanya buat 1 namun mencoba membuat dari kertas yang besar hingga mencoba melipat kertas dengan ukuran kecil sukses semuanya. 

Tidak sampai di sini setelah sukses membuat burung kertas dengan dua varian kini mulai melipat-lipat kertas untuk membuat bintang dan sukses dengan sempurna, jadilah 4 bintang meramaikan meja kerjaku. Ide mulai muncul, di atas  bintang-bintang itu aku ukir beberapa huruf sebagai tanda permintaan maafku karena hari minggu yang lalu sudah meninggalkannya bengong sendirian.

Dan di lain hari aku membuat banyak bintang di dalam sebuah hati. Keren kan, berharap bisa lihat bintang berkerlipan di malam hari, apa lagi jika pas mati lampu pasti lebih keren lagi. Belum pernah kan, lihat bintang bareng yoook, tapi jangan lupa bawa obat nyamuk dan cemilan ya apalagi kalau ada segelas teh hangat tentunya lebih ok.

Burung kertas dan bintang-bintang sudah berjajar rapi, buka you tube aah mencari variasi origami yang lain. Sebenarnya ingin buat kotak hati tapi lupa langkah-langkahnya makanya minya bantuan om yo (baca:you tube) langkah sudah diikuti dan gagal...., tidak jadi kotak hati malah jadinya kotak nasi, hehehehehe...., tak menyerah beberapa kali mencoba berhasil seh tapi kotaknya penyok-penyok kagak enak di lihat lah. Melirik di meja sudah terkumpul remasan kertas dari kreasi yang kagak jadi, dari pada pusing dan jengkel sendiri mending cukup sampai di sini, sempet cengar-cengir sendiri ketika melihat hasil yang tak sempurna, bentuknya aneh dan akhirnya kertas-kertas itu di tanganku menjadi kreasi bola besar yang terlempar ke tempat sampah.

Ya inilah hasil kreasiku, special untuk pemilik hati :)


11/03/14

Coklat itu Pahit

Ngantuk....Ngantuk dan Ngantuuuk...., ini yang aku rasakan setiap jaga malam sendirian. Bayangin saja jika dalam ruangan hanya di temani 4 monitor dan beberapa telepon ditambah lagi sayup-sayup terdengar suara televisi yang menayangkan program acara yang kagak menarik tambah doble kan. Serasa bagai mendengarkan nenek cerita kancil nyolong komputer

Tadi jam 5an sebelum partner kerjaku pulang menyempatkan diri berbelanja waver dan milo sachet, sebuah poin plus dan bisa dikatakan memecahkan rekorku sendiri. Aku yang dari kecil tidak suka coklat bahkan tidak pernah mau untuk mencicipi walau secuil pun makanan rasa coklat, eeh sekarang malah beli jajan dan minuman yang memiliki citarasa coklat.

Menurutku coklat itu pahit, baik itu coklat yang harganya murah sampai coklat yang berasal dari luar negeri semuanya pahit termasuk segala makanan yang memiliki rasa coklat jangan berharap untuk aku sentuh, meliriknya saja sudah ogah apalagi memakannya. Ini bukan trauma ya, dulu waktu kecil kepengen juga lihat teman yang makan coklat kelihatan enak dan sangat menikmati namun ketika aku beli dan makan sendiri yang terasa hanya pahit  dan kepala jadi pusing. Padahal kata orang-orang coklat itu manis tapi manisnya disebelah mana belum ketemu, kalau setauku yang manis itu permen atau gula kalau coklat itu pahit. Kirain pas badan lagi ga enak saja, namun beberapa kali mencoba tetap saja sama merasakan pusing bahkan bila dipaksakan malah bikin perut mual.

Sejak tau jika makan coklat pusing dan berasa ingin muntah aku kagak pernah lagi bersinggungan dengan makanan yang berbau coklat seenak apa pun tak akan tergoda. Namun hari ini aku membeli cemilan rasa coklat dan membuat minuman juga rasa coklat niatnya seh mau gantiin kopi biar ga kecanduan, tapi minuman belum habis kepala sudah pusing terasa berat banget, kliyengan. Wafer-nya tidak begitu terasa coklatnya dan sepertinya coklatnya hanya coklat-coklatan (baca: coklat yang sedikit terasa coklatnya) masih tersamar dengan rasa pisangnya. Kapok, memang enggak bakat buat minum coklat.

Sampai sekarang penilaianku tentang coklat itu pahit masih sama dan enggak lagi-lagi coba aah. Pusingnya kagak nguatin kliyengan seperti habis kejedot tembok. puyeeeeeeeeeeng......

05/03/14

Jangan Anggap Enteng Profesi Ibu Rumah Tangga

Bila perempuan jaman sekarang di tanya ingin jadi ibu rumah tangga apa wanita karir mungkin sebagian akan memilih menjadi wanita karir dengan alasan "buat apa sekolah tinggi-tinggi bila hanya ingin menjadi ibu rumah tangga, kagak sekolah saja bisa" dan ada juga yang beralasan "untuk membantu suami memenuhi kebutuhan hidup yang semakin hari semakin mahal". Semuanya benar dan sah-sah saja apa pun pilihannya. Ibuku juga berpesan "nanti kalau kamu sudah berumah tangga sebisa mungkin kamu tetap kerja, jangan hanya di rumah biar kamu tidak di anggap remeh sama suami, setidaknya kamu punya pegangan uang bisa juga untuk tabungan hari tua, iya kalau anak dan menantu kamu pintar sama kamu kalau enggak gimana yang di minta seh yang baik-baik, biar tidak merepotkan anak. Kalau suamimu nanti pensiunan enak, jika tidak bagaimana.....". Terdiam dan berpikir, alasan yang aneh tapi masuk akal, bisa di maklumi karena terkadang seorang istri yang di tuntut untuk bisa memilah-milah uang untuk membeli segala kebutuhan maupun iuran-iuran bulanan di buat pusing tujuh keliling dengan meroketnya harga kebutuhan sehari-hari, sedangkan uang yang di dapat dari suami segitu-segitu saja tanpa ada kenaikan yang berarti.

Memang benar menjadi seorang ibu hanya seperti naluri, dan aku yakin setiap wanita pasti bisa karena memang sudah kotratnya seperti itu demikian halnya sebagai seorang suami. Namun untuk menjadi orang tua yang baik itu susah, sekolah tinggi juga belum menjamin bisa menghasilkan anak-anak yang baik dan berbudi pekerti luhur.

Namun bukan itu pembahasan aku kali ini namun apakah kalian pernah mengerti kemuliaan tugas seorang ibu...???

Aku weekend kemaren dari pagi hingga sore bersih-bersih rumah dari angkat-angkat barang, mindah dan nguras aquarium, nyapu, ngepel dan itu juga berlanjut hingga hari selasa selepas pulang kerja hanya bersih-bersih rumah yang kebetulan memang debunya mungkin jika digunakan untuk menanam jangung langsung berbuah kali ya saking banyaknya. Maklum saja rumah dalam masa perbaikan yang hingga kini belum selesai, dan hanya bertugas bersih-bersih saja sudah sukses buat beberapa bagian di tubuhku berwarna entah itu kebiru-biruan atau berwarna agak hitam yang menandakan bahwa badan minta di manjakan (baca: pijit). Itu hanya bersih-bersih yang rumahnya juga kagak besar, lalu bagaimana dengan peran ibu....

Sebelum ayam berkokok sudah bangun sibuk di dapur sehingga kita baik ayah, anak dan anggota keluarga yang lain yang tinggal di rumah sudah tau beres dengan tersedianya sarapan di meja makan plus minuman hangat setiap paginya. Ketika sang suami dan si anak sudah berangkat ibu mulai dengan aksinya bersih-bersih rumah, mencuci, setrika, memasak dan kegiatan lainnya untuk membuat rumah menjadi bersih, rapi, dan wangi. Ketika anak sudah pulang sekolah mesti menyiapkan makan, mengajarinya belajar, menemaninya bermain. Dan ketika anggota keluarga sudah bersantai dan beberapa yang lain sudah tertidur sang ibu kadang masih harus beres-beres meja makan sisa makan malam, terkadang masih di mintai tolong suami untuk memijit badan yang pegal-pegal. Apa lagi jika memiliki seorang anak bayi pastinya lebih sibuk lagi dan belum tentu malam bisa tidur nyenyak karena harus menyusui dan mengganti popok.
Ini beda cerita jika masih ada ikut campur seorang ibu (orang tua ibu atau pun mertua) dan pembantu ya jelas tidak serumit itu seenggaknya ada yang sedikit membantu pekerjaan beres-beres rumah.

Ibu pernah bicara "selagi kamu belum punya anak lebih baik puas-puasin untuk memanjakan diri apa yang kamu mau beli beli kalau punya uang, mau main tinggal pergi, karena ketika kamu sudah punya anak ibaratnya mau ke kamar mandi saja susah"  kalau yang ini aku percaya 100% karena bila sudah punya anak, apa pun yang menjadi prioritas utama ya si anak (kayak sudah ngerasain punya anak saja). Eeeet jangan salah walaupun aku belum menikah tapi masalah pengeluaran untuk anak kecil sudah pernah aku alami, walaupun tak seberapa seh ya sekedar beli susu dan jajan (dampak kedekatan dengan putra), pernah juga merasakan susahnya menyuruh anak tidur, hingga menyuruh anak untuk diam juga pernah aku rasakan stresnya.

Memang jika sudah berumah tangga apa pun masalahnya sebisa mungkin di pecahkan berdua, dan alangkah lebih baik jika tinggal jauh dari orang tua dan sodara, biar tidak ada ketimpangan. Namun memang seharusnya seorang istri dituntut untuk tetap aktif, jangan hanya mengurusi rumah saja, karena menurut analisaku seorang istri yang bekerja dan hanya menjadi ibu rumah tangga itu memiliki pola pikir yang berbeda, dan tingkat kecemburuan seorang ibu rumah tangga akan lebih besar ketimbang seorang wanita karir. Namun terkadang seorang wanita yang sudah berumah tangga dan memutuskan untuk bekerja terkadang salah kaprah untuk menyikapi perannya. Jangan jadikan pekerjaan sebagai alasan untuk membebankan pekerjaan rumah sepenuhnya kepada pembantu ataupun untuk berkeluh kesah ketika mengerjakan pekerjaan rumah. Ketika berada di luar rumah kamu adalah wanita karier namun saat kembali ke rumah tetap saja kembali ke kedudukan semula, menjadi ibu rumah tangga dan tugas utamanya adalah membuat rumah nyaman. Jadi alangkah baiknya bila selain pintar mencari uang juga pintar mengurus rumah.

Tapi bagaimana dengan anak, nah ini yang terkadang seorang wanita karier tidak menyadari bahwasanya kesibukan di luar rumah telah melewatkan banyak momen indah tentang tumbuh kembang buah hatinya. Tak jarang hanya mendengar cerita tentang kepintaran ataupun kenakalan si anak lewat orang lain, dan yang paling meyedihkan lagi bila si anak lebih dekat dengan orang lain ketimbang ibu kandungnya sendiri. Ini masih untung, terkadang ada anak yang takut di dekati oleh ibunya sendiri, miris ya. Ibu yang melahirkan yang katanya punya pertalian yang sangat erat malah tak di kenal sama anak sendiri. Suatu ketika kakak sepupuku juga bilang jika anaknya yang baru 3 bulan sudah mulai belajar ngomong namun kata yang di ucapkan pertama kali bukan mama melainkan eyang, ya itulah anak mama sekarang berubah menjadi anak eyang. Seorang anak juga punya naluri dan kepekaan tersendiri jadi dia bisa menilai mana orang yang sayang, sekedar sayang atau pura-pura sanag. Sebagai wanita harus tau kodrat utamanya dan yang lain itu anggap seperti selingan.

Aku entar juga enggak mau aah hanya mentok jadi ibu RT (rumah tangga) aja, pengen kerja juga tapi bukan kerja di luar rumah namun bekerja dari rumah biar dapat penghasilan namun juga rumah dan keluarga tidak terabaikan. Kan banyak tu usaha-usaha yang dijalanin dari rumah usaha apa lah yang menghasilkan, untuk bantu-bantu suami juga untuk bayar asuransi yang belum lunas, anggap saja menabung buat masa depan anak atau bekal hari tua biar bisa ongkang-ongkang kaki dirumah. hehehehehe.... Lagian biar ada variasinya gitu dan otak bisa tetap berkembang. Bisa ga yaaa...?! Lalu mau usaha apa donk, sedangkan sampai sekarang saja belum ketemu mau usaha apa modal juga belum ada. Gimana modal bisa ngumpul kalau celengan sapi saja kakinya bolong satu

NB: Inspirasi dengan melihat dan mendengarkan dari jarak jauh serta menganalisa dari lingkungan ketika emak-emak lagi pada ngerumpi dan juga dari teman-teman yang sudah pada nikah.

Jangan anggap enteng pekerjaan seorang ibu, 
Hanya ibu yang baik lah yang bisa menghasilkan anak-anak yang berkualitas unggul