23/08/13

Belajar dari Si kecil

Sejak ayahnya meninggal Putra tidak mau makan, dipaksa seperti apa pun selalu saja bilang nanti dan enggak mau. Memang Putra masih kecil (6 tahun) namun pemikirannya sudah melebihi usianya sendiri, dia tidak menangis hanya saja memendam segalanya dalam hati. Dia tau  jika ayahnya sudah meninggal namun yang ada dalam pikirannya sebuah ketakutan, nanti mau bagaimana..., aku gimana...., blablabla.... walau tak sepenuhnya paham namun aku mengerti kehawatirannya. Dia seorang anak yang pintar berpikirnya bukan untuk hari ini saja namun juga hari esok dan semuanya akan dia pikirkan hingga hal tersulit dan belum tentu terjadi sekalipun namun dia juga punya rasa trauma dan rasa takut yang tinggi. Dengan kejadian ini seakan ada perang batin yang bergejolak dalam dirinya, dia takut kedepannya bagaimana namun dia juga harus menjalani lalu bagaimana...., inilah yang membuat putra enggan makan karena segala masalah yang ada membuatnya kenyang.

Tumben-tumbenan hingga siang putra belum mandi padahal hari-hari biasanya dia paling rajin mandi kadang belum waktunya mandi saja sudah ribut ingin mandi, ternyata memang putra tidak mau dimandikan ibu ataupun neneknya yang sampai saat ini masih menemani ibunya hingga 40 hari nanti. Saat ditanya kenapa belum mandi dengan polosnya putra menjawab " gak mau, di kamar mandi ada bapak...." yaaah perlu di maklumi karena putra memang belum akil balik kemungkinan masih bisa melihat sosok ayahnya disana. Bahkan putra sendiri juga bilang kalau sering melihat ayahnya di rumah sedang duduk ataupun seliweran. Menurut orang Jawa seseorang yang meninggal selama 7 hari arwahnya masih berada di rumah, 40 hari berada di teras dan baru 100 hari bersiap-siap menuju ke langit namun masih sering mendatangi rumahnya. Dan anehnya pemikiran jiga arwah ayahnya masih di rumah pun putra juga tau karena sudah kasih tau neneknya.

Putra  : "li tadi pas di kamar aku merasakan sepertinya ada bayangan yang mirip ayah mondar mandir, trus pas buka lemari es aku juga lihat ayah sedang duduk di kursi..."
Aku   : "iya bapak masih di rumah sampai 7 hari nanti kalau sudah 40 hari bapak ada di luar rumah baru nanti ayah pergi ke langit..."
Putra  : "sudah tau...,   nanti sebelum ke langit ayah di depan pintu dulu".
Aku   : "iya di depan pintu buat pamitan. makanya Putra sering-sering doa in ayah ya biar ayah senang di surga"

Satu hari setelah ayahnya Putra di kebumikan tepatnya (16/08/2013) kira-kira jam 13.00 bapak tiba-tiba pulang dan belum lepas jaket sudah menanyakan Putra
Bapak  : "Putra mana benk "
Aku      : "di rumahnya, dari tadi pagi belum kesini lagi".
Bapak   : "panggil suruh kesini, sana panggil sama ibu"
Aku      : " lha ada apa to...."
Bapak  : "ya pengen lihat putra saja. biarin saja ada mobil datang perasaanku enggak tenang pengen pulang, enggak bisa ditunda harus segera pulang"
Lalu bergegas aku bilang sama ibu agar dipanggilkan putra. Aku gak ikut sambil menyaksikan siaran televisi, melihat bapak ke kamar yang gelap karena lampu tidak dinyalakan dan duduk di pinggir kasur. Samar-samar aku mendengar seperti isakan tangis, tapi entah benar atau cuma pendengaranku saja yang salah, karena penasaran aku kecilkan volume televisi dan benar aku seperti mendengar ada isakan tangis. Apakah bapak menangis.....??!! aku tidak yakin tapi juga tidak berani mendekat dan melihatpun sepertinya tidak mungkin karena gelap.
Ibu yang memanggil putra juga lama banget ya, lalu aku menyusul ibu dan ternyata ibu enggak langsung membawa putra malah berbincang-bincang sama ibunya dulu, huuuuft maklumlah ibu-ibu.
Aku :" Ta dicari pak dhe (ayahku) tu..."
Putra :"dicari kenapa.....?!"
Ibu    :"gak tau mau diajak pergi kemana..."
Sambil membawa putra ke rumah dan baru masuk rumah bapak keluar dari kamar sambil matanya basah oleh air mata yang langsung mendekap Putra dan menciuminya. Mungkin Putra juga bingung tapi ibu bilang "enggak apa-apa pak dhe cuma kangen sama putra, enggak apa-apa...." masih sambil terisak-isak bapak membawa putra ke kamar entah bapak ngomong apa sama Putra karena dari luar terdengar tidak begitu jelas apalagi beradu dengan isakan tangis. Tak lama mereka berdua keluar dan bapak memberikan mainan yang beliau beli pulang kerja tadi. Sungguh mengharukan sampai-sampai ikut terharu melihat kejadian ini dan air matakupun mengalir tanpa dikomando.

Bapak membelikan mainan hewan-hewan, buku 1 pax, dan juga pensil lucu.entah mengapa aku melihatnya Putra tidak begitu antusias seperti sebelum-sebelumnya bila dibelikan sesuatu, ini hanya membuka dan menata binatang-binatang itu lalu tak lama ayak pergi mau servis motor. Putra hari itu sungguh susah bicara hanya diam walau ibu dan aku sudah mengajaknya ngobrol-ngobrol. Bahkan saat aku ajak ngantar motor lain yang mau di servis bapak di jalan sengaja aku ajak ngobrol juga nihil hanya diam tanpa sahutan sedikitpun. Sore hari selepas mandi Putra baru mau maem walau cuma mie cup, untuk sementara boleh lah makan mie cup nanti kalau sudah agak tenangan baru pola makan diatur lagi. Lumayanlah walau cuma mie cup ada yang masuk karena susu juga ogah-ogahan, untuk menghibur aku ajak main binatang-binatang yang baru dibelikan bapak aku ngoceh cerita walau alakadarnya lumayanlah putra betah mainan dan lama-lama kepancing juga dan mau ikutan nimbrung ceritaku. Ternyata ceritaku masih manjur juga ya, tidak sia-sia aku sering dongengin putra saat malam menjelang tidur putra pun suka dengan ceritaku.

Hari itu bertepatan dengan malam 17 agustus sebuah tradisi di kampung-kampung mengadakan tirakatan. jam 9 malam putra sudah tidur karena tidak tidur siang, aku tiduran di sampingnya sambil nonton televisi namun aku melihat putra masih sering kaget-kaget, sedih lihatnya. Aku cerita sama adeku yang cewek tentang kejadian hari ini karena memang aku seharian di rumah lagi cuti kerja, adeku bilang ya kalau bapak nanya masalah putra bilang saja yang bagus-bagus biar bapak tidak banyak pikiran, boleh cerita tapi dipilah-pilah jangan semuanya di ceritakan ke bapak. Dan masalah putra sebisa mungkin di hibur memberikan waktu lebih lama buat dia, mungkin itu hal yang tepat dan telah kita semua sepakati.

Ketika bapak pulang putra dan adeku sudah pada tidur. Bapak bertanya apa putra sudah maem belum, karena dari pagi dia tidak mau maem. Inilah yang ternyata membuat bapak pulang lebih awal katanya sejak di kerjaan perasaannya sudah tidak karuan dan menyuruhnya pulang tidak dapat di cegah bapak tidak dapat menjabarkan kenapa dan ada apa. Memang setiap ada kejadian atau ada sesuatu dengan keluarganya bapak selalu merasakan mungkjin itu kali ya yang dinamakan firasat, sampai-sampai ada mobil datang pun di suruh kembali nanti hari senin, bapak bilang saat orang tuaku meninggal aku masih bisa nanti-nanti tapi ini enggak bisa harus segera pulang sampai di kerjaan juga "ngregel" (kesedihan yang mendalam) terpikirkan putra terus. Ternyata putra tidak makan dari tadi pagi, katanya saat putra dimarahi ibunya pun bapak tau dan merasakan. Walau bukan anak sendiri namun bapak sudah menganggap putra seperti anaknya sendiri. Bapak juga bercerita tentang andil almarhum untuk kemajuan kampung dan tentang kelanjutan join antara bapak dengan pak Daman itu kini sudah menemukan solusi (tak perlu aku jelaskan ya biar tangan kanan saja yang tau dan menjadi berkah buat semua. Aamiin ya robbal allamin ya Allah)

Dan tugas kita masih berlanjut hingga Putra bisa tersenyum seperti dulu dan tidak ada kehawatiran dalam dirinya lagi. Kalau bisa sejak dini harus mulai diajarkan kemandirian dan keberanian, diajarkan cara mengungkapkan perasaan, membunuh ketakutan dan harus bagaimana bersikap yang sebenarnya. Menjadikan anak yang mandiri, bertanggung jawab dan mengabarkan bahwa dia tidak sendiri masih banyak orang-orang di sekelilingnya yang menyayanginya, selalu ada tangan penuh cinta meraihmu dan dekapan hangat untukmu sayang, kami semua menyayangimu. Perlu waktu dan harus dimulai dari sekarang dan bertahap.

Dari kejadian ini kita semua dapat belajar bahwa usia manusia tak ada yang tau, sebagai anak sudah menjadi kewajiban untuk selalu memanjatkan doa untuk orang tua kita agar selalus ehat dan diberi umur panjang supaya bisa menyaksikan cucu dan cicitnya tumbuh dewasa. Jangan menganggap diri kita yang terhebat berbagilah kepada orang-orang di sekitar kita terutama yang membutuhkan walau itu hanya sebuah uluran tangan maupun cuma sekedar mendengarkan, tak boleh banyak mengeluh justru mensyukuri segalanya karena skenario Tuhan pastilah yang terbaik buat kita. Tuhan selalu punya rencana indah dan itu akan datang bila saatnya tiba.

Dari cerita bapak dan kejadian ini aku belajar banyak hal. Allahuakbar, makasih ya Allah


0 komentar:

Posting Komentar