10/10/12

Pantai Sadeng "Muara Bengawan Solo Purba"

Pantai Sadeng terletak di Desa Songbayu dan Puncung, Kecamatan Girisubo berjarak sekitar 46 KM dari Wonosari Gunung kidul. Pantai ini berbatasan dengan Pracimantoro, Wonogiri yang masuk Provinsi Jawa Tengah. 
Sebenarnya rute menuju Pantai Sadeng sangat gampang. Bila Anda menemukan kantor kecamatan Girisubo, dari situ ikuti arah ke pantai tanpa belok-belok, tinggal lurus saja. Saat mengendara harus hati-hati walau jalan sudah aspal halus tapi kondisi jalan cukup bikin ciut nyali, Jalan yang menikung tajam dengan tanjakan dan turunan yang ekstrim dengan jalan yang tidak terlalu besar dan sebelah kanan tebing yang tinggi dan sebelah kiri lembah yang berwarna hijau. Sungguh pemandangan yang memukau dan pastinya akan membuat mata terbelalak saat melewati lukisan alam yang terbentang bagai permadani, jadi sempatkan yaa untuk berhenti sejenak sekedar buat menikmati pemandangan sambil menghirup udara pedesaan yang bersih tidak bercampur dengan bisingnya kendaraan dan polusi udara. Tapi klo sedang mengendara lihatnya ke depan saja ya daripada nanti malah kenapa-kenapa, kalau mau lirik dikit-dikit aja ok...

Lembah hijau yang Anda lihat, dulunya merupakan aliran dari sungai Bengawan Solo. Memang kalau dilihat secara seksama lembah yang menghijau itu berada diantara dua bukit mirip dengan penampakan sebuah sungai bermuara di Sadeng. Daratan rendah jalur aliran bengawan Solo Purba kini dimanfaatkan oleh penduduk sekitar dengan menyulapnya menjadi areal pertanian palawija yang produktif. Menurut cerita Pantai Sadeng merupakan muara sungai dari Bengawan Solo Purba,

Muara Pantai Sadeng
Dahulu kala Sungai Bengawan Solo mengalir tenang dari hulunya di wilayah utara hingga bermuara di Pantai Sadeng yang kini berada di Kabupaten Gunung Kidul. namun, empat juta tahun yang silam, sebuah proses geologi terjadi. Lempengan Australia menghujam ke bawah Pulau Jawa, menyebabkan dataran Pulau jawa perlahan terangkat. Arus sungai akhirnya tak bisa melawan hingga akhirnya aliran pun berbalik ke utara. Jalur semula akhirnya tinggal jejak yang perlahan mengering karena tak ada lagi air yang mengalirinya. Wilayah ini menjadi kaya akan bukit-bukit kapur yang menurut beberapa penelitian, semua merupakan karang-karang yang berada di bawah permukaan laut.
Pantai Sadeng
Sadeng merupakan pelabuhan tradisional yang baru dikembangkan sejak tahun 1983; dimulai dari kedatangan serombongan nelayan asal Gombong. pelabuhan ini pernah tidak aktif sebagai pelabuhan, dikarenakan kepercayaan penduduk setempat yang melarang maleut. Larangan itu berkaitan dengan mitos Ratu Laut Selatan serta kepercayaan bahwa Pantai Sadeng adalah pantai yang wingit. Pada tahun 1986, kegiatan menangkap ikan yang dilakukan oleh nelayan mulai beraktifitas kembali. Nelayan dengan jumlah yang terus bertambah seiring hasil tangkapan laut yang terus meningkat. Dari kondiri tersebut, pemerintah membangun sebuah mercusuar untuk memandu nelayan yang pulang melaut saat malam hari. Pengembangan terus berlangsung dengan penambahan infrastruktur pelabuhan dan sekaligus memfungsikan Pantai Sadeng sebagai pantai wisata. tahun 1995, dibangun unit perkantoran unruk menangani hasil tangkapan nelayan. Dan jika kita berkunjung ke sana sekarang, akan terlihat proses relokasi beberapa titik perairan dangkal untuk mengembangkan mobilitas pelabuhan tersebut. (sumber:id.shvoong.com

Darmaga Pantai Sadeng
Karena semakin banyaknya penduduk yang berprofesi sebagai nelayan inilah, sehingga pantai ini dikenal sebagai Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) bertaraf nasional dan merupakan penunjang pengembangan perikanan laut di Provinsi Yogyakarta. Saat berkunjung ke Sadeng suasana sudah menjelang sore sehingga banyak perahu nelayan yang sudah berlabuh di dermaga laut dangkal yang sengaja dibuat  dengan pembatas pemecah ombak tujuannya untuk menghalau ombah agar tidak menghantap perahu-perahu yang sedang bersandar.

Perahu Berlabuh 
Bila berkunjung ke Pantai Sadeng jangan heran kalau tercium bau anyir dari ikan hasil tangkapan. Pantai Sadeng adalah pantai nelayan sehingga dimana-mana terdapat tempat pelelangan ikan.
Ikan Tangkapan Nelayan
Tidak ada yang terlihat begitu khusus dari pantai Sadeng, hanya saja di pantainya bersih dari batu-batu karang yang tersebar di sekitar pantai tidak seperti di pantai-pantai yang berderet di daerah Gunung kidul.  Di dekat pemecah ombak terdapat sebuah mercusuar yang berdiri kokoh seakan tak tergoyahkan walau diterjang ombak tanpa henti. Mercusuar inilah yang membantu nelayan saat melaut untuk kembali setelah menjaring ikan di tengah laut lepas. Tidak bisa membayangkan bagaimana ngerinya di tengah laut lepas dengan ombak yang besar dan sepanjang mata memandang hanya air laut yang seakan tadak berujung. Semangat seorang nelayan memang hebat dan patut di contoh tanpa takut mengarungi lautan menerjang ombak hanya dengan satu tujuan mendapatkan ikan yang banyak untuk kelangsungan hidup orang-orang yang mereka kasihi.
Mercusuar di pantai Sadeng
menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan

Asiknya Bermain ditepi pantai
saat senja
Sepertinya pantai Sadeng belum begitu terkenal dan belum di kelola dengan baik, saat berada di Sadeng saya hanya mendapati beberapa pengunjung yang berasal dari daerah laen ini terlihat dari plat kendaraan yang terparkir disana. Kebanyakan  hanya masyarakat sekitar yang sengaja bermain-main di pantai maupun untuk memancing. Ombak Pantai Sadeng sangat besar sehingga tempat ini kurang cocok buat berenang, dan memang benar saya tidak menemukan orang-orang yang berenang di pantai seperti kebanyakan yang ditemui di pantai-pantai lainnya. Hanya ada sekelompok remaja yang bermain air di tepian pantai.
Oh ya di Sadeng juga ada yang unik lho pedagang yang menjual makanan disana menggelar lapaknya di bawah batu yang berlubang, mungkin batu itu batu hasil kikisan dari hantaman ombak.

Sekedar melepas pengat
sambil menikmati senja
Pantai Sadeng sepertinya juga kurang perawatan dan penataan saat disana saya merasa kurang begitu nyaman, tempat parkir yang belum ada, jalan menuju pemecah ombak pun masih berupa tanah dan juga sampah yang berserakan menjadi pemandangan yang kurang mengenakkan. Namun demikian saat berada di atas batu pemecah ombak suasana tenang terasa, menatap air laut yang berwarna kehijauan di senja hari dengan hembusan angin yang lumayan kenceng dipadu suara deburan ombak di mixed dengan suara mesin perahu nelayan yang melintas memberikan nuansa yang berbeda, semakin lama berada disana semakin membuat mata mengantuk. Masih terbayang angin dan suasananya nih, hooaaaam....., ngantuuuuk....., pareng ). (L)


0 komentar:

Posting Komentar