08/06/14

Menjadi Malaikatmu

Hai tuan, lagi apa minggu-minggu gini...

Semarang cuaca panas padahal dengan sedikit mendung,, tak ada awan putih yang sangat tebal berbentuk senyum, gambar binatang ataupun makanan seperti biasanya dan warna langit lebih menuju biru sedikit abu.

Tuan apa kabarmu disana, sehat-sehat saja kan semoga saja selalu sehat dan hari-harimu diwarnai senyum manis cenderung jahil itu. Aku masih selalu mengingatnya, kangen juga sudah lama gak melihat senyum itu mungkin belum waktunya kali ya untuk bisa melihatnya kembali, adem liatnya kaya habis jalan dari bukit menuju pantai di siang bolong trus ketemu sebotol air putih.

Tuan tadi Ryesa temen adeku main ke rumah, masa dia bilang kalo pandanganku kosong pikiran kemana-mana coba, bukan hanya Ryesa adiku juga membenarkan apa kata Ryesa. Memangnya mukaku terlalu ekspresif ya hingga ga bisa menyembunyikan apa yang aku pikirkan. Ya, memang mereka benar seh kalau saat ini pikiranku blank, bahkan sudah beberapa bulan yang lalu malah merasakan aneh dalam diriku kaya ga ada semangat untuk melakukan apapun semuanya malas hingga rencana yang sudah aku buat dengan begitu rapinya tak satupun yang aku jalankan. Tak mengerti apa yang diri ini mau, bahkan pernah berangkat kerja hingga lupa jalan untung masih ada abu yang ngingetin.

Мααƒ ya tuan bila ceritaku ini membuyarkan mood yang lagi bahagia di hari ini. Sudah gak tau meski gimana, terlalu lelah dengan segala yang terjadi, terlalu sakit dengan segala luka yang aku rasakan. Kalaupun boleh memilih aku akan menjadi malaikat kecil pelindungmu atau menjadi bintang di langit saja, terlalu sakit di disini (hati) tapi kalau aku gak ada bagaimana dengan bapak dan ibu, mereka masih membutuhkan aku. Tugasku disini belum selesai dan saat ini aku hidup juga untuk mereka dan aku bisa bertahan karna bayangan dan kenanganmu.

Tuan mengapa orang-orang itu begitu kejam padaku, tak adakah secuil hati nurani untukku.... Kesalahan yang tak pernah aku tau, kehilafan kecil yang aku lakukan namun mengapa harus aku tanggung seumur hidupku padahal itu tak sepenuhnya aku yang salah.

Tuan bisakah kau beri aku sebuah pelukan, bisakah aku pinjam pundakmu sebentar untuk bersandar dan bisakah ku merasakan kehangatan genggaman tanganmu untuk saat ini. Ingin sekali lagi merasakan kedamaian, kedamaian hati seperti yang pernah aku rasakan waktu itu.


Suara hati 
Edelweis

0 komentar:

Posting Komentar