28/09/14

Perubahan

" Ga mau aku ingin jadi orang jahat saja, sudah bosan baik sama orang"
" Eeh, mba ga boleh begitu, kita mesti baik kepada semua orang"
" Enggak aah mba. Yang lain juga jahat, sekarang jadi orang jahat saja "
" Ini orang, enggak boleh begitu. Meskipun orang lain jahat tapi mba kudu tetap baik sama mereka "
" ........ "

Sepenggal percakapan yang aku ingat di suatu sore beberapa minggu yang lalu. Sadar bila berbuat jahat itu tidak baik namun karena satu kekecewaan ditambah aku yang belum bisa menerima kenyataan dengan suatu ujian dari Tuhan yang datang yang menurutku berat sehingga membuatku kehilangan arah dan berontak kepada diri sendiri. Meskipun sudah tau dan sekali lagi mendapat 'wejangan' dari suatu obrolan yang tanpa sengaja itu namun akan tetap sama, tidak mau lagi baik-baik kepada siapa pun. Jadi memutuskan menjadi orang jahat masih berlanjut.

Jujur ternyata berbuat jahat itu capek. Tiap hari harus beradu argumen dengan hatinurani, harus memberikan alasan dengan apa yang aku perbuat kepada otak malah terkadang masalah sudah selesai namun masih saja kepikiran. Bukan perkara mudah untuk berontak kepada diri sendiri dan imbasnya kalut, dilema, galau dan beberapa teman sejawatnya bukannya berangsur membaik malah semakin terpuruk, jauh terperangkap ke dalam black hole, permasalahan yang seharusnya mudah malah dirasa semakin kusut dan bercampur menjadi satu sampai kepala rasanya ingin pecah. Capek, selam ini aku benar-benar menutup mata dengan keadaan di luarsana, memenjarakan pikiranku di dalam ruang pengap dan gelap. Aku benar-benar sendiri tanpa siapapun, bahkan oleh seseorang yang mengerti keadaanku saat itu bukan sebuah pelukan ataupun kata penyemangat yang aku dapat malah penolakan dan yang paling menyakitkan kalimat yang terlontar seakan menganggapku picik.

Namun setelah menyendiri itu juga tidak seketika, ada beberapa kejadian baik yang aku alami, rasakan, maupun yang aku lihat langsung perlahan mengubahku. Berbicara dengan diri sendiri ketika malam tiba, berlama-lama berada di bawah shower, itu semua membuat pikiranku terbuka. Aku mencoba mengkoreksi apa yang selama ini salah dan dari renungan itu aku sadari ternyata banyak yang salah. Aku yang tak bisa menerima kenyataan yang terjadi, melupakan iklas yang tertutup egoku, dan mulai tak terarah sampai tak mengenal dengan diriku sendiri.

Perlahan aku bangkit kembali pada jalur yang sudah seharusnya. Aku harus bisa sendiri, ini hidupku dan hanya diriku sendirilah yang bisa menolong, orang lain hanya sekedar membantu itu juga kalau ada. Mengandalkan dirisendiri lebih baik agar lebih menghargai proses sebelum mendapatkan hasil akhir. 

Related Posts:

  • Jiwa yang Kosong Sudah lama rasanya aku tak berdoa, bersujut dan bersyukur atas nikmat yang telah aku dapat dan aku rasakan selama ini. Yang seharusnya rasa sesak dan gundah yang aku rasakan ini bisa makin mendekatkanku padaNYA malah semaki… Read More
  • Ego dalam sebatang Rokok Aku sangat sensitif dengan bau asap rokok, walaupun si perokok berada dengan jarak yang lumayan jauh pun namun sekelebat aku masih bisa mencium jika ada seseorang yang menyalakan rokok. Hidungku memang terlalu sensitif apa… Read More
  • Akhirnya Bisa Cuti Akhirnya terealisasi juga liburannya setelah gagal beberapa kali karena faktor cuaca masih sering hujan dan tidak yakin dengan membayangkan akan bagaimana nanti di Yogyakarta. Awal rencana ingin cuti hari jumat-senin tapi … Read More
  • Belajar dari Si kecil Sejak ayahnya meninggal Putra tidak mau makan, dipaksa seperti apa pun selalu saja bilang nanti dan enggak mau. Memang Putra masih kecil (6 tahun) namun pemikirannya sudah melebihi usianya sendiri, dia tidak menangis hanya… Read More
  • Kebersamaan Saat Lebaran Lebaran tiba ada tradisi unik saatlebaran tiba iyalah mudik, segala masyarakat dari berbagai kalangan yang awalnya meninggalkan kampung halaman untuk merantau atau menetap di kota lain akan meninggalkan segala aktifitasnya u… Read More

0 komentar:

Posting Komentar