24/02/14

Merapi Dalam Ingatan #Mengungsi

Lega juga bisa sampai rumah walau agak sedikit molor dari jam seharusnya. Sepanjang jalan hanya berselimut debu vulkanik dari gunung merapi dan kabut yang mulai memudar. Merasakan sebuah perasaan nyaman dan aman, membayangkan andai aku tidak jadi pulang seperti prima yang kebetulan memang tidak pulang karena ada teman dari Bali yang datang untuk liburan.

Sepanjang perjalanan komunikasi dengan teman-teman di kos 'Taju' memberi sedikit rasa geli dan agak iri juga karena tidak bisa sedikit bernarsis ria dan bersenang-senang menikmati suasana pagi yang bertabur abu vulkanik. Katanya mereka bangun tidur sudah heboh dengan adanya abu vulkanik merapi yang mebutupi daun dan semua pekarangan. Cerita bergulir dari penghuni kos, bisa membayangkan bagaimana hebohnya mereka yang katanya baru pertama kali melihat dan berada di situasi seperti ini, sama kalau gitu hehehehe.... Namanya hidup di dunia digital dan era narsis sehingga tak nafdol tanpa mengabadikan kejadian langka ini melalui kamera telepon genggam mereka tak lupa mengupload di media sosial facebook yang saat itu lagi marak di gandrungi bahkan bingga sekarang pamornya juga belum meredup.






Ada celetukaan lucu dari Nia yang juga salah satu anggota penghuni kos 'Taju' katanya "etik, abunya di kumpulin di jual buat masker wajah biar tambah kinclong" hahahah...., itulah mereka. Namun karena abu yang turun tak berhenti-berhenti sehingga lama kelamaan membuat sesak napas juga, mereka pun satu persatu pada ngungsi ke tempat sodara yang agak jauh karena kalaupun mau pulang susah rumahnya jauh dan butuh biaya dadakan namanya juga anak kos, dan begitu juga dengan prima yang juga memutuskan untuk pulang ke Semarang karena tidak tahan dengan venomena turunnya abu merapi. Hari itu juga selang beberapa jam prima dan Dayu (teman yang berasal dari Bali) mudik ke Semarang menggunakan armada yang sama seperti aku tadi pagi karena memang letaknya yang mudah di jangkau dan kagak perlu repot oper atau pindah-pindah armana untuk sampai ke tujuan.
***

Selang beberapa hari abu masih menjadi momok  tersendiri meskipun sudah tidak turun lagi seperti bebnerapa hari yang lalu dan masker merupakan barang yang saat ini sangat di cari keberadaannya. Rumah dan barang-barang perabotan menjadi kotor karena abu yang berterbangan, kadang sesak napas pun sesekali terasa meskipun sudah mengenakan masker rangkap dua, yang paling parahnya bagi kami anak kos sudah cari warung yang buka bahkan untuk nyuci saja juga mesti ngungsi ke Semarang karena tak dapat menyuci di kos dan loandry juga pada tutup.

Oooh waktu itu teman-teman kos juga sempat malakukan kegiatan bakti sosial untuk sodara-sodara di pengungsian. Aku ingat waktu itu pagi-pagi sudah di sms dan memberitakan kabar dadakan ini dan ketika sampai di kos langsung saja di todong iuran suka rela karena jumlah anggota cuma sedikit makanya kita juga menodong orang-orang yang kita kenal entah adek, kakak, teman ngerumpi, pacar, siapa pun yang dikenal. Aku juga sempat bilang "S", sebut saja namanya begitu daripada berujung panjang yang memang saat itu masih ada hubungan sama dia makanya aku cerita tentang kegiatan dadakan ini ya berharap barangkali dia mau bantu, tapi bukannya memdukung dan ikut andil dalam kegiatan ini malah akunya dapat marah, bilangnya boleh ikut andil kegiatan tapi kagak boleh ikut kepengungsian lagi bahaya entar ini lah itu lah, intinya hanya larangan katanya untuk membantu tidak perlu untuk terjun langsung ke lapangan. Dongkol juga dengernya walau aku sudah bilang kalau tempatnya jauh dari merapi tetap saja kagak mau tau, sebel kan...., Namun bodo amat kegiatan baik tidak boleh disia-siakan biarin saja dia marah, tanpa mempedulikan keberatannya aku dan teman-teman tetap lanjut untuk ikut kegiatan ini, walau tak banyak tapi lumayan hasilnya.

Setelah terkumpul kita berbagi tugas erni, nia, resti memesan nasi bungkus untuk mempersingkat waktu mreka pesan di beberapa warung nasi yang buka dan warung bubur kacang hijau, chika dan dita beli air mineral gelas, aku dan wulan yang saat itu bolos kerja (ssssst....., diem) dapat bagian belanja ke supermarket sasaran utama kebutuhan bayi seperti minyak kayu putih, pampers, susu kotak, biskuit, pembalut, masker dan beberapa makanan ringan untuk anak-anak, karena prima kagak punya alasan untuk bolos makanya dia tetep kerja namun saat ke pengungsian dia ikut. Setelah semuanya terkumpul semua dan pasukan juga sudah siap langsung saja kita beriring-iringan dengan kendaraan menuju ke TKP yang saat itu berpusat di stadion Maguwo jaraknya lumayan jauh juga bila dari kos, sepanjang jalan berpacu dengan debu yang terbawa angin, tak jarang berpapasan juga dengan beberapa orang yang membawa bungkusan sepertinya mereka orang-orang yang bermukim di dekat merapi karena tubuh-tubuh mereka penuh dengan debu vulkanik yang sedang menyelamatkan barang yang dapat di bawa ke tempat pengungsian.

Berboncengan dengan membawa kardus dan sebagian kantong pelastik berisi beraneka nasi bungkus kami menuju ke pengungsian. Sampai disana gedung yang sanagt besar itu seakan tak memiliki celah kosong, sepanjang mata memandang orang-orang berseliweran. Setelah mencari tempat parkir dan membawa barang bawaan untuk di data ke petugas PMI dan tanpa menunggu lama barang-barang itu segera di bagikan bagi yang membutuhkan. Namun sangat disayangkan ternyata banyak nasi bungkus yang tak termakan bahkan hingga lauknya basi. ternyata banyak yang membawa nasi bungkus ke sini, mungkiin karena mendengar pemberitaan dari televisi yang mengatakan masih banyak warga yang tidak kebagian jatah nasi bungkus sehingga yang datang kesana sebagian membawa nasi bungkus.

Melihat pemandangan disana kepalaku jadi pusing, bahkan sempat beberapa kali mata ini hingga berkunang-kunang dan badan mulai lemas. Seperti pemandangan di rumah sakit, banyak orang-orang yang sedang berbaring dan dirawat ini karena tempat pendataan dan penyaluran bantuan memang berada di tempat perawatan, sempat beberapa kali menepi untuk memberi jalan kepada petugas sukarelawan yang memapah ataupun menandu orang yang sakit ringan. Aku gak tahan dengan situasi seperti ini, aku ga kuat bila mellihat banyak orang sakit, badan serasa lemas hingga jalanpun kaki rasanya tak sanggup makanya aku paling malas kalau di ajak ke rumah sakit. Hanya diam dan berharap untuk cepat keluar karena kepala sudah terasa semakin berat, hanya bisa diam dan berusaha menguatkan diri agar tidak sampe ambruk. Kami di sini tidak lama setelah memberikan barang-barang yang kami bawa segera kita pulang. Sangat trenyuh dan iba itu yang aku rasakan, ingin nangis mellihat mereka. Walau begitu mereka masih bisa tersenyum dan tertawa, hebat ya mereka. (L)

Baca artikel yang lain >>
1  2  3


THE AND

0 komentar:

Posting Komentar