26/03/13

Istana Tukang Kayu Tua


Seorang tukang kayu tua bermaksud pensiun dari pekerjaannya di sebuah perusahaan konstruksi real estate. Ia menyampaikan keinginannya tersebut pada pemilik perusahaan. Tentu saja, karena tak bekerja, ia akan kehilangan penghasilan bulanannya, tetapi keputusan itu sudah bulat. Ia merasa lelah. Ia ingin beristirahat dan menikmati sisa hari tuanya dengan penuh kedamaian bersama istri dan keluarganya.

Pemilik perusahaan merasa sedih kehilangan salah seorang pekerja terbaiknya. Ia lalu memohon pada tukang kayu tersebut untuk membuatkan sebuah rumah untuk dirinya.

Tukang kayu mengangguk menyetujui permohonan pribadi pemilik perusahaan itu. Tapi, sebenarnya ia merasa terpaksa. Ia ingin segera berhenti. Hatinya tidak sepenuhnya dicurahkan. Dengan ogah-ogahan ia mengerjakan proyek itu. Ia cuma menggunakan bahan-bahan sekedarnya. Akhirnya selesailah rumah yang diminta.
Hasilnya bukanlah sebuah rumah baik. Sungguh sayang ia harus mengakhiri kariernya dengan prestasi yang tidak begitu mengagumkan.

Ketika pemilik perusahaan itu datang melihat rumah yang dimintanya, ia menyerahkan sebuah kunci rumah pada si tukang kayu. “Ini adalah rumahmu, ”katanya, “hadiah dari kami.”

Betapa terkejutnya si tukang kayu. Betapa malu dan menyesalnya. Seandainya saja ia mengetahui bahwa ia sesungguhnya mengerjakan rumah untuk dirinya sendiri, ia tentu akan mengerjakannya dengan cara yang lain sama sekali. Kini ia harus tinggal di sebuah rumah yang tak terlalu bagus hasil karyanya
sendiri.

Itulah yang terjadi pada kehidupan kita. Kadangkala, banyak dari kita yang membangun kehidupan dengan cara yang membingungkan. Lebih memilih berusaha ala kadarnya ketimbang mengupayakan yang baik. Bahkan, pada bagian-bagian terpenting dalam hidup kita tidak memberikan yang terbaik. Pada akhir perjalanan kita terkejut saat melihat apa yang telah kita lakukan dan menemukan diri kita hidup di dalam sebuah rumah yang kita ciptakan sendiri. Seandainya kita menyadarinya sejak semula kita akan menjalani hidup ini dengan cara yang jauh berbeda.

Renungkan bahwa kita adalah si tukang kayu. Renungkan rumah yang sedang kita bangun. Setiap hari kita memukul paku, memasang papan, mendirikan dinding dan atap. Mari kita selesaikan rumah kita dengan sebaik-baiknya seolah-olah hanya mengerjakannya sekali saja dalam seumur hidup. Biarpun kita hanya hidup satu hari, maka dalam satu hari itu kita pantas untuk hidup penuh keagungan dan kejayaan. Apa yang bisa diterangkan lebih jelas lagi. Hidup kita esok adalah akibat sikap dan pilihan yang kita perbuat hari ini. Hari perhitungan adalah milik Tuhan, bukan kita, karenanya pastikan kita pun akan masuk dalam barisan kemenangan.


Related Posts:

  • Berjuang Hingga Akhir Terkadang kita dihadapan pada hal sulit, dimana untuk lanjut tidak ada amunisi untuk memperkuat gerak sedangkan berbalik dan kembalipun sangatlah tidak mungkin. Dan disaat-saat seperti inilah yang kita butuhkan strategi… Read More
  • Melawan keterbatasan Kebuntuan datang dan memilih untuk menggunakan bantuan namun pada kenyataannya tetap saja kalah. Bagaimanapun kita sendiri yang menjalani, orang lain hanya bisa melihat dan memberi saran ini-itu namun untuk mengikuti at… Read More
  • Selesaikan proses hingga akhir Kelihatannya mudah. Namun kenyataannya tak bisa menyelesaikannya. Begitu juga tak jarang saat melihatnya, di dalam pikiran kita itu susah tapi kenyataannya malah dapat kita selesaikan dengan baik dan cepat. Jangan menakar… Read More
  • Bijak dalam bersikap Terkadang disaat kita sudah menyelesaikan semuanya, dan saatnya untuk memulai lagi dengan hal baru disaat itulah kita dihadapkan oleh tantangan baru yang kita sendiri tidak tau bagaimana harus menyelesaikan apakah nantiny… Read More
  • Sigap dalam bertindak Disaat terdesak, tengok kanan-kiri tidak ada bantuan yang bisa dijadikan pijakan, sementara kita sudah angkat tangan tidak tau lagi mengakali/ menyelesaikan misi maka itulah saatnya kita untuk mengikuti kemana arah akan me… Read More

0 komentar:

Posting Komentar