28/05/14

Kawah Sikidang

Kawah Sikidang, tempatnya tidak jauh dari Dieng Plateau TheaterTalaga warna, dan Candi Arjuna jadi kalau berwisata ke Dieng ingat ya jangan melewatkan satu pun tempat-tempat ini.

Penasaran ada apa gerangan hingga aku mendengar beberapa kali Mas Mogel menggerutu dan enggan untuk menyambangi Kawah Sikidang sewaktu masih berada di Candi Arjuna . Sebelum berangkat ke lokasi Mas Mogel memberikan gambaran tentang keadaan kawah, hasil akhir semua kesana namun hingga parkiran untuk melihat situasi dan kondisi, nanti yang ingin turun dan melihat dari dekat di persilahkan dan yang tidak suka bileh balik ke penginapan, diel.... Berangkat deh ke Kawah Sikidang.

Balik lagi melewati  Talaga warna hingga di tikungan belok kanan tinggal lurus dan sampe deh. Dari pos retribusi sudah ada seorang bapak-bapak yang menjajakan masker seharga Rp 2.000,- per biji dan ketika sampai parkiran belum juga bus mematikan mesin sudah datang beberapa ibu-ibu yang juga menawarkan masker (bayangkan seperti pedagang asongan yang ada di bus-bus), maaf bu sudah bawa. Sebaiknya jika berkunjung kesini bawa masker ya untuk berjaga-jaga bila tidak tahan dengan bau belerang yang menyengat.

Dari parkiran sudah terlihat asap dari Sikidang yang membumbung hingga menutupi langit biru. Inikah yang disebut Kawah Sikidang....?! Batinku ketika melihat kepulan asap dan tanah tandus berwarna putih dengan perbukitan yang hijau di sekelilingnya. Eksotis dan unik, memasuki kawasan kawah berjajar warung-warung yang menjual souvenir dan oleh-oleh khas Dieng. Oh ya ada juga alunan dari beberapa alat musik tradisional yang bernama tek-tek. Ingin mendekat tapi belum menemukan barengan, masih pada malas-malasan karena panas katanya pada takut hitam, weleh.... Setelah Mas Mogel mempersilahkan untuk melihat dan mengantar baru deh mulai pada jalan.

Sikidang berasal dari kata kidang. Kidang adalah nama hewan Kijang (penyebutan dengan logat Jawa yang sering menggunakan huduf D dalam penyebutan, mungkin dirasa lebih mudah kali ya) yang jalannya suka melompat, dan kawah ini pun suka berpindah-pindah tempat walau masih dalam satu lingkup atau kawasan maka dari sanalah kawah ini dinamakan Kawah Sikidang. Namun perpindahannya dalam rentan waktu yang lama dan itu juga dengan adanya tanda-tanda gempa hingga menimbulkan daerah rekahan baru, jadi tidak sekonyong-konyong pindah gitu enggak.

Legenda yang mendasari terjadinya kawah Sikidang, dahulu kala hiduplah seorang ratu yang terkenal dengan kecantikannya yang bernama Putri Sintha Dewi. karena kecantikannya banyak pemuda yang menaruh hati dan ingin menjadikannya istri. Suatu hari sang Putri di datangi seorang raja yang terkenal sakti, kaya raya dan bertubuh tinggi besar yang bernama Raja Raya Kidang Garungan. Seperti pemuda lainnya, setelah melihat kecantikan Sintha Dewi, Raja Kidang Garungan pun jatuh hati dan ingin menjadikannya permaisuri. Mendengar ada seorang raja yang kaya dan sakti yang akan mempersuntingnya, hati Putri Sintha sangat gembira. Namun ketika melihat Raja Kidang Galungan, hati Sintha Dewi berubah kecewa dan timbulah rasa takut, ini karena yang dilihatnya sosok yang sangat tinggi besar bagai raksasa selain itu kepala Raja Raya Kidang Galungan bukannya kepala manusia seperti pada umumnya melainkan kepala kijang (kidang penyebutan dalam bahasa Jawa). Putri Sintha yang kecewa namun tak berani menolak pinangan memingat Raja yang sangat sakti. Putri Sintha bersedia menerima pinangan Raja Raya namun memberikan satu permohonan yaitu agar dibuatkan sumur yang sangat dalam di hadapan sang Putri dan tentaranya. Syarat itu pun disanggupi, dengan kesaktiannya Raja Kijang Galungan langsung saja membuat sumur sesuai keinginan Putri Sintha. Melihat galian sumur yang sudah dalam, langsung saja Putri Sintha dengan cepat memerintahkan pasukannya untuk menutup sumur dengan Raja Raya yang masih di dalam.  Raja Raya yang berada di dalam berusaha keluar dari sumur yang tertimbun itu namun tidak bisa, kemudian dengan kemarahannya sang Raja mengeluarkan kesaktiannya yang menyebabkan permukaan bumi atau tanah bergetar dan terjadilah ledakan yang membentuk kawah. berkali-kali membuat ledakan di tempat yang berbeda, oleh karena itu kawah ini diberi nama kawah sikidang. Sekilas cerita hampir mirip dengan kisah Roro Jograng, (ref: mas Mogel walaupun ada tambahan dikit-dikit)

Kawah Sikidang berada di atas perut bumi yang memiliki dapur magma aktif, jadi tanpa disadari kita berjalan di atas magma aktif, buktinya selama perjalanan akan ditemui titik-titik gelembung yang keluar dari dalam tanah. Lumpur mendidih dengan bau belerang yang menyengat ini disebabkan oleh zat panas air oleh magma didamal bumi. Di kawah ini kita bisa menyaksikan aktifitas vuklanik berupa deburan uap panas dari dalam bumi dengan  bau belerang yang pekat, deburan air panas ini disebabkan oleh tekanan gas. Meskipun begitu kawasan kawah masih cukup aman dikunjungi karena berada di tempat terbuka. Kawah Singkidang masih tergolong aman. Ketika menuju ke bibir kawah, Anda harus tetap berhati-hati dan waspada jangan menyalakan api selama berada di kawasan kawah.

Bau belerang yang menyengat, namun hari itu angin berpihak pada kita dengan menghembuskan asap dari kawah ke arah lain. Panas, ini dia yang dimaksud mas Mogel dengan ketidak nyamanan berada di tempat ini udara panas tidak hanya berasal dari matahari, dan dari asap kawah namun juga dari bawah (magma aktif dari dalam tanah), mungkin jika kesini sore hari lain cerita agak sedikit adem kali ya. Datang kesini dengan cuaca terik ya seperti ini, hot membuat sedikit ketidak nyaman saat melangkahkan kaki ke kawah.

Di tengah perjalanan ada ibu-ibu setengah baya dengan payung di tangan untuk melindunginya dari teriknya udara sambil menunggu dagangannya yang masih banyak. Wanita ini bukan berjualan makanan ataupun souvenir namun belerang. Bongkahan-bongkahan belerang berjajar dengan alas seadanya dan di sampingnya ember berisi  bongkahan belerang yang sudah di tumbuk halus tinggal pakai. Harga per belerang satu plastik yang sudah di tumbuk halus Rp. 15.000,- yang ada di botol Rp. 30.000,- sedangkan yang masih berupa batu bongkahan harganya berfariasi tergantung besar kecilnya batu.

Sudah menjadi rahasia umum jika uap belerang ataupun air belerang sangat ampuh untuk mengobati segala macam penyakit kulit ataupun jerawat, menghilangkan capek-capek juga bisa, kasiat yang lain tanya eyang saja ya.
Selain penjual bongkahan batu belerang di kawasan Kawah Sikidang juga terdapat persewaan motor cros untuk berkeliling di sekitar kawah, jadi yang ingin mecoba silahkan ya tapi hati-hati jalan tidak rata dan banyak tanah lumpur. Jika ingin bernarsis ria dengan cara beda di dekat kawah tersedia jasa foto dengan kuda, silahkan kalau ingin coba bergaya ala coboy dengan latar belakang asap kawah ataupun gurun tandus.

Sebelum pulang nanrsis dulu ya sebagai kenang-kenangan atau tanda bila sudah pernah menyambangi Kawah Sikidang. Liat no mas Bogel yang jadi juru foto juga ikut-ikutan narsis. Agak bingung juga ketika ia bilang "yang penting di kamera ini sudah ada fotoku" apa juga maksudnya, namun ketika aku teliti oooh ini toh maksudnya. Siiiiiip....

Hanya sebentar juga berada di sini mengingat bau belerang yang sedikit mengganggu. Untung saja anginnya tidak berhembus ke arah kita, oh ya tips untuk menikmati kawah carilah tempat yang berlawanan arah dengan arah angin agar bau belerangnya tidak begitu menyengat.

Balik ke bus, aku kira semuanya pada turun, eh tenyata yang turun hanya satu bus sedangkan bus yang satunya memilih untuk kembali ke penginapan. Penumpang yang satu bus denganku pada ikut semua ternyata yeeeyeeeyeeee.....

Perjalanan pulang menuju kepenginapan. Aku terpukau dengan pemandangan yang dilalui bus. Sangat indah, sepanjang mata memandang deretan bukit-bukit yang seakan tak ada putusnya dengan lereng-lereng bukit yang menjadi lahan pertanian penduduk di sekitarnya. Sempat juga bertanya kepada Otong "petani itu rumahnya dimana ya...?" Konyol gak seh aku bertanya seperti itu, mengingat lahan pertanian yang jauh dari pemukiman penduduk yang aku lihat rumah-rumah penduduk sifatnya berkelompok berada di dataran rendah sedangkan tanah pertaniannya ada di sepanjang lereng bukit jauh dari pemukinam dan aku tak melihat satu bangunanpun disana. Selain itu aku juga sempat menceramahi Otong agar bersyukur bisa bekerja di tempat yang teduh secara melihat para petani siang bolong dengan terik matahari yang tak kenal ampun masih berkutat di ladang, tapi ternyata Otong masih bisa jawab "sudah jadi kerjaanku sehari-hari" haaah maksudnya apa ni, sambil sedikit mikir baru deh ingat kalau Otong juga terbiasa membantu orang tuanya di sawah. Duuuh jadi kangen sawah deh, sudah lama kagak melihat hamparan sawah yang sangat luas membentang (rencanakan bolang, buat daftar list yang panjang).

Selain perbukitan dalam perjalanan pulang, bus yang aku tumpangi juga melewati gardu pandan yang terletak di sebelah kanan jalan, gunanya ya untuk melihat atau menikmati keindahan alam. Namun kita tak mampir kok tenang saja sebab selain tak ada jadwal kesana juga tempatnya begitu penuh sesak. Ternyaata banyak momen terlewatkan dari kameraku, dari pemandangan bukit-bukit, kejadian unik, awan yang lagi jalan-jalan dan juga beberapa kejadian tak terduga semuanya komplit tak ada yang tertangkap oleh kamera. Salah sendiri pilih tempat duduk yang salah, coba kalau duduk di sebelah kanan dan dekat jendela pasti sudah penuh tu kartu memory. Bukannya gak mau tapi emang pas dapatnya tempat duduk yang salah, lihat saja pas pulang sudah duduk di depan pintu malah di suruh pindah sama Pak Aji gara-gara kakinya yang panjang bakal susah kalau duduk di tempatku semula. Sedangkan ingin minta tolong sama Mas Mogel ataupun Mas Mumo juga sungkan, takut kagak kebeneran juga seh :(

Entah mereka (Mas Mumo dan Mas Mogel) yang berdiri di sampingku karena tak mendapatkan tempat duduk, awal mulanya ngomongin apa tiba-tiba saja terulang kembali mereka berdua kompakan pamer tentang keindahan Gunung Prau bahkan sekarang gantian Mas Mogel yang memperlihatkan foto-foto pas disana. Gak mau lihaaaaat..... Di Gunung Prau ada rumah teletubbies. Teletubbies yang di Candi Arjuna tadi kalo sore baliknya ke Gunung Prau Nooo Mas Mogel ngibul. Di Yogja juga ada rumah teletubbies namanya candi abang, ga mau kalah mulai keluar ngeyelku. Tapi berhubung mereka berdua memiliki kartu AS ya sudah deh mati langkah, beraninya keroyokan. Hukh hukh hukh jadi pengen kesana.

Dan petualangan di Dieng pun berakhir. Makasih buat Mas Mogel dan Mas Mumo, tanpa disadari dan disengaja ada ilmu baru yang aku dapat. Tetaplah berpetualang, nyanyikan suara alam dengan gaya unik kalian.

== Sebenarnya masih penasaran sama kalian berdua deh

0 komentar:

Posting Komentar