28/05/14

Meniti Sunrise di Puncak Sikunir

Masih ngantuk, alarmnya cepet bener ya bunyinya. Alarm bunyi berarti sudah jam 02.30 namun sepertinya belum ada tanda-tanda acara di mulai. Kembali memejamkan mata walau sudah tidak bisa tidur sekedar mengumpulkan nyawa yang belum sadar sepenuhnya, mata masih lengket terus rasanya. Tak berapa lama ada suara ketukan sambil berujar "banguuuun....." ooh ternyata pihak EO yang berputar membangunkan untuk bersiap-siap menyongsong sunrise. "Iya..." jawabku secara spontan, entah orangnya di luar dengar sahutanku atau enggak deh habisnya langsung tak terdengar suara lagi seh.

Langsung beranjak dari tempat tidur untuk bersiap-siap. Mandi gak ya...., menimbang-nimbang sambil menuju ke kamar mandi. Baru juga memutar kran air sudah terdengar suara mbak Widya yang menggedor pintu dengan keras dan berteriak menyuruh bangun, "iya bu sudah bangun...." teriakku dari dalam kamar mandi karena masih sibuk dengan kran yang tak meneteskan air tapi ketukan dan panggilan itu enggak berhenti-berhenti walaupun sudah aku jawab beberapa kali juga teriak dari kamar mandi. Apa enggak denger ya, langsung saja aku keluar dan membuka pintu untuk meyakinkan kalau aku benar-benar sudah bangun.

Kembali ke kamar mandi putar puter kran, pencet pemanas semuanya tak ada hasil air masih saja enggak mau keluar setetespun. Keluar kamar untuk menanyakan ke sebelah apakah airnya nyala kebetulan orangnya juga ada di depan pintu dan waktu di tanya airnya enggak nyala juga. Nah kebetulan mas EO lewat "mas air di tempatku kok gak nyala ya" , "Iya mas di tempatku juga enggak nyala" sambung ocha di kamar sebelah "masa seh mba, saya boleh masuk untuk melihat" masnya minta ijin masuk kamar untuk mengecek "silahkan..." aku pun mengikutinya dari belakang. Si masnya mengotak atik pemanas dan kran namun masih tetap sama "coba saya tanyakan dulu pada pihak penginapan" mas-nya keluar dan aku juga masih mengikuti di belakang kaya ayam takut kehilangan induknya hingga di depan pintu. "Kamar sini juga enggak nyala airnya" sambil menunjuk kamar di sampingku, bagai paduan suara Ocha dan Dinda yang berada di kamar baris ke tiga juga mengiyakan kalau kamar mereka airnya juga tidak keluar. Mas EO yang sebenarnya namanya Mumo, (tuh kan aku tau secara yang lain manggilnya mas yang pake ransel atau yang pake jaket kuning) pun pergi menemui pengelola penginapan.

Tak ada air, kamar 1-3 airnya mati. Dinda dan Tika ngungsi ke tetangga sebelah sedangkan Ocha dan Nimas sama juga ikutan ngungsi trus aku gimana masa iya ikut-ikutan mereka...., terpaksa deh pake ide dadakan cuci muka dan sikat gigi pake air aqua yang semalam aku isi dengan air mineral gelas ngambil waktu makan malam. Pakaian lengkap (celana panjang, jaket, sarung tangan, kaos kaki, kupluk dan syal), siap deh oh ya sisa air mineral, hp dan kamera juga tak boleh lupa. Tas ajaib sudah terisi amunisi dan tinggal menunggu yang lain secara 2 bus yang akan mengangkut kita ke Sikunir sudah siap dari tadi. Hadah lama amir ya, pada kemana coba dari tadi belum siap juga. Baru jam 4 lebih sedikit bus pun berangkat membawa rombongan.

Hari masih gelap dan sepi yang terdengar hanya suara mesin bus yang menderu membawa rombongan. Kebetulan yang ikut ke sikunir hanya sedikit, hanya dua bus kecil saja. Tak ada pemandangan yang bisa di lihat sepanjang mata menerobos gelap yang terlihat hanya lampu dan rumah-rumah penduduk yang masih tertutup rapat. Perjalanan memakan waktu kurang lebih 1.5 jam dengan jalan yang menanjak dan sedikit rusak.

Desa Sembungan, yang katanya menjadi desa tertinggi di Pulau Jawa dengan ketinggain 2505mdpl. Akses jalan yang melewati pemukiman penduduk dengan jalan yang agak sempit dan sedikit rusak membuat bus melambatkan lajunya. Dari pintu masuk pembayaran menuju ke parkiran sudah terlihat antrian mobil-mobil, mudah-mudahan bus bisa sampai parkiran. Kata mas Momu yang satu bus denganku kalau parkiran penuh terpaksa jalan dari pintu masuk hingga parkiran dengan jarak tempuh kira-kira 15 menit (wiiih lumayan juga ya, pemanasan sebelum pendakian), dan memang jika weekend atau pas musim liburan parkiran selalu penuh sesak, untung saja kali ini bus bisa masuk kalau enggak ngalamat jalan deh.

Walaupun masih gelap namun warung-warung sudah mulai buka. Setelah pada turun mas Mogel (EO yang berambut godrong, saat itu mengenekan baju batik) menyarankan untuk menunggu 10 menit dulu sebelum mulai mendaki. Sudah ada instruksi seperti itu tapi kok mulai pada jalan, ya sudah ikutan jalan saja. Suasana masih gelap dan dingin, jalan tidak ada penerangan sehingga mesti hati-hati agar enggak terpeleset. Asal jalan saja, sambil memicingkan mata agar bisa melihat jalan yang akan dilewati, Jalan berbatu dan gak rata, menyalip beberapa orang yang ada di depan berpapasan dengan Shella yang membawa senter bareng saja aah.

Jalan yang menanjak dengan batu tak beraturan sedikit licin mungkin karena terkena embun kali dan juga tak ada pegangan di kanan kiri menjadi tantangan tersendiri, masih dengan Shella beberapa orang yang di depan tersalip namun napas sudah mulai ngos-ngosan. Tadi menyalip sekarang gantian tersalip, orang-orang yang ingin naik banyak juga sedangkan jalan sempit. Baru kali ini wisata alam dengan berjejal seperti ini enggak nyaman. Tenaga sudah terkuras kemaren di kebun teh, engkel kaki sudah mulai nyut-nyutan kalau mau nyalip silahkan saja lah, pelan-pelan sajaaaa....(gaya tantri kotak) sebagai penyemangat diri. Biasa bolang ke tempat sepi yang masih alami ini main ke tempat rame dan sudah bersifat komersil ya jadi aneh rasanya bertemu banyak orang, berisik. Jelas saja sepi bolang modal nekat dan bensin penuh doank.

+
Sepertinya kesiangan deh, melihat langit sudah ada semburat merah diantara awan iiih sebel kalau kaya gini harus buru-buru segera sampai puncak agar tak ketinggalan momen sanres di bukit Sikunir ini. Menyalip dan di salip dan ketemu rombongan Otong, pak David, dan pak Budi sekarang gantian Otong yang tertawa renyah melihat aku ngos-ngosan. Jalannya sungguh gak bikin nyaman, tanjakan yang kemiringannya mungkin ada kali 75 derajad terlalu curam, sempit dan tak tertata. Setelah tikungan di tengah perjalanan mas Mogel membagi-bagikan air mineral botol sambil bilang tadi seharusnya istirahat dulu jangan langsung naik..., entah ngomong apa lagi dengernya cuma itu aku terus melaju bareng otong, pak David, pak Aji dan beberapa teman lain entah Shella dimana. Rasanya kaki sudah enggak kuat menapak apalagi medan mulai susah, sepertinya jalan ini buatan para pendaki deh bukan jalan yang dibuat pengelola, terlalu tinggi hingga sempat di tarik Otong.

Berhenti sejenak melihat matahari yang malu-malu bersembunyi di balik gunung diantara rimbunnya awan, foto pemandangan sebentar dan meneguk minuman yang aku bawa sisa insiden air mati tadi pagi, belum juga puas minum sudah di rebut Otong dihabisin pula.... Sampai di pertigaan aku dan beberapa orang lain memilih jalan yang berbelok ke kanan, inginnya seh lurus tapi celingak-celinguk enggak ada barengan iya kalo pada sampai puncak kalau tidak gimana....., ya sudah ngikut belok kanan saja. Disana area yang mungkin biasa digunakan untuk melihat sunres selain puncak tertinggi, ketika sampai sana sudah penuh orang yang lagi foto-foto tapi gak sepenuh puncak.

Aku bukan berada di tempat tertinggi namun melihat tempat yang tertinggi di bukit ini sudah penuh sesak oleh kerumunan orang-orang yang juga ingin menyaksikan keindahan "Golden Sunrise" tapi apakah bisa ber-selfi diantara kerumunan orang-orang ini.... melihat begitu banyak orang disana gak ada niat untuk ada diantara mereka, di sini sajalah. Takut yaa..., gak ada teman naik ke puncak pasti ?! gak juga kalau mau mudah saja kesana dengan mengajak siapa saja atau bisa juga berjalan sendiri toh juga gak jalan sendirian meskipun dengan orang yang engak dikenal di puncak juga banyak teman yang sudah sampai sana.

Sepertinya kali ini kurang beruntung, golden sunrise tak nampak. Kemunculan penguasa pagi tak tampak seindah yang aku bayangkan, mungkin karena banyak orang makanya malu-malu unjuk gigi. Tak lama berada di sini gak menunggu matahari benar-benar muncul setelah beberapa kali foto-foto mengabadian momen aku, pak David, dan pak Budi pun turun di jalan ketemu mba Widya dan Ocha. Jalan turun juga sudah mulai rame, Antri dan sedikit berdesak-desakan dengan yang mau ke atas, judulnya lalu lintas padat merayap. Kali ini perjalanan turun dengan Pak David yang lain sudah ngilang mungkin berada di depan atau bisa jadi malah ketinggalan di belakang, di sela perjalanan beberapa kali berhenti untuk berfoto, bukan selfi  ya hanya numpang lewat ketika mengabadikan pemandangan.

Perjalanan turun lebih mudah dari pada pas naik tadi, namun beberapa orang yang tak sengaja turun bareng denganku mengutarakan kekecewaannya karena tak sesuai dengan yang ia bayangkan bahkan ada juga yang membandingkan dengan sunres di gunung Bromo. Helooooo.... tau gak sih ini alam gitu looooh bagus enggaknya sunres ya tergantung cuaca donk, kalo pas beruntung bisa dapat bagus kalau dapat gebyar bisa sampai terpukau melihat kemunculan matahari saking bagusnya tapi kalau kurang beruntung ya cuma dapat semburat doank, untung tidak hujan malah bisa enggak dapat apa-apa kecuali basah kuyup dan dingin

Tepat di tukungan pertigaan ada sekelompok anak muda, sepertinya juga habis muncak dan ngamen (maaf kalau salah masalahnya ada kardus di depan mereka) lumayan buat hiburan daripada mendengar orang-orang yang berteriak-teriak gak sabar mau lewat. Turun bukit dengan iringan lagunya Jupe-Aku rapopo (bener gak sih judulnya) baru kali ini dengar lagunya sampai habis dan di bawah ada lagi hiburan yang sama namun kali ini mengenakan seragam dan alat-alatnya banyak terbuat dari bambu, kata mas Mumo namanya tek-tek kadang komplit ada penarinya juga. Siapa pun boleh joget kalau mau, pak David juga menyuruhku untuk foto bareng dengan mereka, makasih deh pak malu aah. Tapi nooo rombongan yang bareng turun denganku dan sedikit ngerecokin pamer jempol saat foto-foto langsung nimbrung bergoyang. Dan ada juga yang menggunakan kostum monyet besar dan kecil, kalau yang ini pengen foto bareng tapi sedikit geli sama bulu-bulunya, antra ingin sama takut. Gak aah langsung menuju warung saja mencari yang hangat-hangat mengingat perut sudah mulai kedinginan ni karena udara yang masih dingin.

Oh ya ada sedikit cerita dari teman yang sampai atas, katanya ketika sampai atas ada bapak-bapak yang berjualan pop mie dan minuman hangat. Teman-teman yang pada sampai atas beli pop mie dan minuman untuk menghangatkan badan tapi ketika air panasnya habis bapak penjual itu minta ijin sebentar untuk mengambil air panas di bawah, tak butuh waktu lama untuk turun dan balik lagi ke tempat ia jualan, 3 kali naik turun hanya untuk mengambil air panas. Ketika di tanya habis jualan disini apakah langsung istirahat, namun bapak itu menjawab habis jualan langsung ke ladang. Woooow hebat bener yah, prook prooook prooooook.....dua jempol deh salut untuk si bapak.

***
Buat pengelola tolong donk di perbaiki jalannya jangan seperti ini, buat saja anak tangga dari batu-batu dan pegangan kalau hanya batu yang ditata berjajar ini sedikit menyulitkan dan licin walaupun letaknya batu di buat tidak beraturan masalahnya yang naik bukan hanya anak-anak muda yang memiliki energi tinggi dan gaya reflek cepat tapi pengunjungnya juga ada orang tua bahkan anak kecil juga ada. Seperti bapak-bapak yang berjalan di depanku, ya belum terlalu tua seh ketika turun sempat beberapa kali kebingungan karena tak menemukan pijakan sedangkan sepatu yang ia pakai sepertinya sedikit licin hingga ia mesti sedikit berjongkok dan meraih rumput-rumput yang tumbuh di samping sebagai pegangan, bahkan aku sempat melihat bapak ini hampir terpeleset, untung saja masih hampir dan refleknya masih bagus.

Selain itu tolong sediakan tempat sampah, dan untuk pengunjung coba jangan buang sampah sembarangan ya, kalau naik bawa bekal entah itu minuman, permen atau makanan apa saja deh yang ada bungkusnya tolong buang pada tempatnya jika tidak ada tempat sampah sebaiknya di bawa dulu dengan ditaro kantong plastik, di pegang , dikantongi atau diselempitin di tas juga boleh hingga menemukan tempat sampah. Jaga kebersihan dan jangan merusak apa pun ok.

0 komentar:

Posting Komentar