26/07/14

Berlindung di Bawah Pancuran

Aku suka berlama-lama dibawah pancuran. Air yang membasahi rambutku seakan bisa masuk menyejukkan isi kepala yang mulai panas dan membersihkan otakku. Di bawah pancuran ini otakku mengadu bercerita tentang segala hal yang terjadi yang tak bisa aku ceritakan kepada tembok kamar sekalipun.

Bagai adonan roti yang lengket, air pancuran ini menyihirnya hingga menjadi adonan dari lengket dan menggumpal hingga bisa dibentuk menjadi kue berkarakter. Tak ada solusi yang aku dapat namun setidaknya aku bisa berbagi dengannya tanpa perlu hawatir akan berbicara kepada yang lain ataupun menyerang karena seringnya aku mengadu padanya. Aku hanya butuh di dengar bukan mendapatkan ceramah panjang lebar ataupun penghakiman, aku bisa menemukan solusiku sendiri ketika segala unek-unek yang berjejal bisa keluar. Seperti halnya mulut yang penuh makanan yang terkadang membuatku tersedak, aku tak butuh air untuk mendorong makanan itu masuk hanya memuntahkan agar semua isinya keluar dan legalah sudah.

Air pancuran ini pula lah yang selama ini memberikan pelukan untukku, meskipun dingin tapi hanya dia yang sudi merengkuhku disaat kubutuh. Aku bisa berlindung, bahkan tak jarang air dari sudut mata ini pun ikut menyatu bersama tetesan air yang keluar dari pancuran, semuanya terselubung hinggaku bisa berkilah ketika sisi lain diriku bertanya.

0 komentar:

Posting Komentar